Mengagungkan Ulama Apakah Syirik
?
Alam semesta dan segala isinya tiada henti bertasbih
siang dan malam kehadirat Nya yang Maha Tunggal dalam keluhuran, Tunggal
dalam keabadian, Tunggal dalam kesucian, Tunggal dalam Kesempurnaan,
Tunggal dalam Kekuasaan di Hamparan Angkasa Raya dan Penguasa Kekal pada
seluruh Alam, Dicipta Nya Jagad Raya dari ketiadaan, dijadikan Nya
keturunan Adam as termuliakan sebagai Khalifah dimuka bumi, mereka
termuliakan dengan ilmu, Adam as melebihi malaikat karena ia diberi Ilmu
oleh Allah swt yang tak diketahui oleh para malaikat, maka
diperintahkanlah para malaikat bersujud kepada Adam as karena ia lebih
berilmu dari para malaikat, walaupun malaikat tercipta dari cahaya dan
Adam as hanyalah dari tanah Lumpur, sebagaimana dijelaskan dalam QS
Albaqarah 30–34.
Fahamlah kita bahwa ilmu lah yang membuat para malaikat yang tercipta
dari cahaya harus tunduk bersujud dan mengagungkan Adam as yang tercipta
dari tanah Lumpur, sebatas sini kita sudah jelas bahwa pengagungan untuk
para ulama adalah merupakan perintah Allah swt. Allah swt berfirman :
“BILA KALIAN BERSYUKUR MAKA NISCAYA KUTAMBAHKAN NIKMAT ATAS KALIAN, DAN
BILA KALIAN INGKARI NIKMATKU MAKA SUNGGUH SIKSA KU SANGAT PEDIH” (QS
Ibrahim 7), fahamlah kita bahwa bersyukur merupakan kewajiban bagi kita,
dan tidak bersyukur adalah berhadapan dengan siksa Nya yang pedih.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh kenikmatan yang datang kepada
kita mestilah melalui perantara, misalnya harta, makanan, minuman dll,
mestilah lewat Makhluk Nya, tidak langsung dari Nya tanpa perantara, kita
menemukan sebuah hadits mulia, dimana Rasul saw bersabda : “Belumlah
seseorang (dianggap) bersyukur kepada Allah bila ia tak bersyukur kepada
orang (yang berjasa padanya)” (Shahih Ibn Hibban hadits no.3407, Sunan
Imam Tirmidzi hadits no.1954 dengan sanad hasan shahih, sunan Imam Abu
Dawud hadits no.4811). Jelaslah dari hadits ini bila seseorang misalnya
mendapat hadiah, rizki, uang, atau lainnya, lalu ia bersyukur kepada
Allah, ternyata belumlah sempurna syukurnya itu sebelum ia berterimakasih
kepada sang perantara kenikmatan Allah swt.
Kita dituntut untuk bersyukur atas segala kenikmatan, dengan cara
bersyukur kepada Allah swt dan berterimakasih kepada perantara kenikmatan
Nya itu, sebagaimana kita memahami bahwa sebesar apapun ibadah kita tetap
belumlah kita dimuliakan Allah swt sebelum kita berbakti kepada kedua
orang tua, karena ayah dan ibu kita adalah perantara atas kehidupan kita.
Namun adapulan kenikmatan yang bukan hanya sekedar makan, minum, harta,
dll, ada kenikmatan yang jauh lebih luhur, yaitu kenikmatan ibadah,
kenikmatan dzikir, yang bila sedang melimpah kenikmatan-kenikmatan ini
kepada kita maka akan runtuhlah seluruh kenikmatan duniawi kita, runtuh
seluruh kesedihan dan kesempitan kita, semuanya sirna dan tak terasa saat
kita tenggelam dalam satu dua kejap bersama cahaya khusyu didalam sujud,
atau bibir yang bergetar menyebut Nama Nya dengan ledzat, atau airmata
yang mengalir dalam kerinduan pada perjumpaan dengan Yang Maha Indah..
Wahai saudaraku, kenikmatan yang sangat agung ini berkesinambungan
dengan kenikmatan yang abadi kelak, dan wajib pula disyukuri, yang bila
kita mensyukurinya maka Allah akan menambahnya, dan bila kita tak
menyukurinya maka kita dihadapkan pada siksa Nya yang pedih. Ingatlah
hadits diatas, bahwa setiap kenikmatan itu ada perantaranya, demikian pula
kenikmatan-kenikmatan batin diatas, perantaranya adalah para ulama yang
mengajarkan kita shalat, puasa, zakat, dzikir, kemuliaan Allah, keagungan
Allah dll yang dengan itulah kita akan sampai kepada sorga. Adakah jasa
yang lebih besar pada kita selain jasa guru-guru kita yang membimbing kita
kepada Keridhoan Nya?, maka wajiblah kita mengagungkan para ulama dan
guru-guru kita, itulah bukti akan bakti kita pada mereka, dan itu
merupakan tanda sempurnanya syukur kita kepada Allah..
Sebagaimana Ibn Abbas ra yang memuliakan gurunya, yaitu Zeyd bin Tsabit
ra, ia berjalan kaki seraya menuntun kuda Zeyd bin tsabit ra, maka Zeyd ra
melarangnya dan Ibn Abbas ra berkata : “Beginilah kita diperintah untuk
memuliakan ulama-ulama kita”, maka turunlah Zeyd bin tsabit ra seraya
mengambil tangan kanan Ibn Abbas ra dan menciumnya seraya berkata :
"beginilah kita diperintah memuliakan Ahlulbait yang melihatnya” (Faidhul
Qadir juz 3 hal.253), bahkan telah berkata sayyidina Ali kw : “aku adalah
budak bagi yang mengajariku satu huruf”, sebagaimana hadits Rasul saw :
“barangsiapa yang mengajari seorang hamba sebuah ayat dari kitabullah maka
ia adalah Tuan baginya, maka sepantasnya ia tak menghinakannya dan
meremehkannya” (Majmu’ zawaid Juz 1 hal 128, Fathul Bari Almasyhur juz 8
hal 248), demikian Rasul saw memerintahkan penghargaan kepada guru-guru
kita, demikian pula para sahabat memuliakan guru-guru mereka, maka
berbakti kepada guru merupakan tanda syukur kita atas kenikmatan akhirat,
kenikmatan shalat, puasa, zakat dll yang dinantikan oleh kebahagiaan nan
Abadi.
Sampailah kita kepada puncak pemahaman bahwa berbakti kepada Sayyidina
Muhammad saw, sebagai Guru dari semua guru yang membimbing kepada
keluhuran, merupakan tanda sempurnanya syukur kita kepada Allah swt, dan
Bakti kepada sang Nabi saw, memuliakannya, mengagungkannya, mencintainya,
merupakan tanda syukur dan terimakasih kita kepada jasa-jasa beliau saw,
yang dengan itulah sempurnanya syukur kita kepada Allah swt, wahai
saudaraku, ketahuilah bahwa Sang Nabi saw adalah yang menjaga dan menaungi
kita dari musibah api neraka kelak, demikian Allah menjelaskan kepada kita
tentang Nabi Nya saw ini, Allah swt berfirman : “TELAH DATANG PADA
KALIAN SEORANG RASUL DARI KELOMPOK KALIAN, SANGAT BERAT BAGINYA APA-APA
YANG MENIMPA KALIAN, SANGAT MENJAGA KALIAN, DAN KEPADA ORANG-ORANG MUKMIN
SANGAT BERLEMAH LEMBUT” (QS Attaubah 128). Alangkah agungnya manusia
yang satu ini, bagaimana Allah swt membanggakan hamba Nya Muhammad saw
sebagai hamba yang menjadi pelindung bagi hamba-hamba Nya yang lain. Kini
kita temukan puncak dari kesempurnaan syukur kita atas kenikmatan Islam
dan Iman, bukan hanya cukup bersyukur kepada Allah swt semata, namun
berbakti kepada Nabi kita Muhammad saw lah penyempurna syukur kita,
sebagaimana kesaksian tauhid kita pun tak sempurna sebelum kesaksian
Muhammad saw sebagai Rasul Allah swt.
Maka timbul pertanyaan dihati kita, bagaimana dengan kelompok yang
mengenyampingkan atau bahkan mengatakan musyrik bila kita memuliakan Nabi
Muhammad saw??, bukankah ini ajaran Iblis yang memang tak mau sujud pada
Adam as yang diberi kelebihan ilmu oleh Allah swt??, sedangkan Nabi saw
bukanlah saja makhluk yang paling berilmu dari seluruh makhluk Nya Allah
swt, namun beliau saw adalah guru besar kita yang membimbing kita kepada
Iman dan islam, barangkali kelompok ini sebentar lagi akan mengatakan
bahwa syahadat itu musyrik pula bila menyebut nama Muhammad saw. Mereka
ini durhaka terhadap sang Nabi saw, bagaimana pendapat anda bila ada
seorang anak yang menolak menghormati ibunya?, mengharamkan penghormatan
pada ibu dan ayahnya karena dianggap syirik?, bukankah ini anak yang
durhaka?, naudzubillah dari durhaka yang 1000X lebih besar dari durhaka
pada ayah dan ibu, yaitu durhaka pada Rasulullah saw, para sahabat
radhiyallahu’anhum berebutan air bekas wudhu beliau saw (shahih Bukhari)
para sahabat menjadikan air bekas perasan dari baju beliau saw sebagai
obat (shahih Bukhari), para sahabat memuliakan sehelai rambut beliau saw
setelah beliau wafat (shahih bukhari), para sahabat berebutan rambut
beliau saw saat beliau saw dicukur rambutnya saw (shahih bukhari), apakah
ini semua musyrik dan kultus?, sungguh.. manakah yang lebih kita ikuti dan
panut selain para sahabat radhiyallahu’anhum?, siapakah yang lebih
memahami tauhid selain mereka?, adakah makhluk-makhluk sempalan di akhir
zaman ini merasa mereka lebih tahu kesucian tauhid daripada sahabat
radhiyallahu ‘anhum?
Semoga Allah segera mengulurkan hidayah Nya untuk saudara-saudara kita
muslimin yang masih buta dari kemuliaan syukur ini.
amiiin...
|