*Anda Melakukan Tiga Kesalahan*

*Oleh: Nadirsyah Hosen*



Umar bin Khatab terkenal sebagai khalifah yang suka berjalan di tengah malam
untuk mengontrol keadaan rakyatnya. Di suatu malam, Umar mendengar suara
seorang laki-laki dalam sebuah rumah yang sedang tertawa asyik ditingkahi
gelegak tawa wanita.



Umar mengintip, lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut seraya
menghardik, "hai hamba Allah! apakah kamu mengira Allah akan menutup aibmu
padahal kamu berbuat maksiat!!!"



Orang tua itu menjawab dengan tenang, "Jangan terburu-buru ya Umar, saya
boleh jadi melakukan satu kesalahan tapi anda telah melakukan tiga
kesalahan.



*Pertama*, Allah berfirman, Wa la tajassasu..."jangan kamu (mengintip)
mencari-cari kesalahan orang lain" (al-Hujurat: 12). Wa qad tajassasta (dan
Anda telah melakukan tajasus).



*Kedua*, "Masuklah ke rumah-rumah dari pintunya" (Al-Baqarah 189) dan Anda
sudah menyelinap masuk.



*Ketiga*, anda sudah masuk rumah tanpa izin, sedangkan Allah telah
berfirman, "Janganlah kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu
meminta izin..." (An-Nur 27) Umar berkata, "apakah lebih baik disisimu kalau
aku memaafkanmu?" Lelaki tersebut menjawab, "ya". Lalu Umar pun memaafkannya
dan pergi dari rumah tersebut.



Sekarang tengoklah tingkah laku kita. Bukankah Kita lebih suka mencari
kesalahan saudara kita. Bila kita tak jumpai rekan kita di pengajian, kita
tuduh dia sebagai orang yang melalaikan diri dari mengingat Allah. Ketika
kali kedua, kita tak menemui saudara kita saat sholat jum'at, kita cap dia
sebagai orang yang lebih mementingkan urusan dunia daripada urusan akherat.
Ketika kali ketiga kita lihat dia duduk bersenda gurau dengan lawan
jenisnya, mulai kita berpikir bahwa saudara kita tersebut telah terkunci
mata hatinya.



Dengan tuduhan dan prasangka seperti itu, boleh jadi kita telah melakukan
beberapa kali kesalahan yang lebih banyak dibanding saudara kita tersebut.



Mengapa tidak kita dekati dia dan kita tanyakan sebab ia tak muncul di
pengajian, siapa tahu isteri atau anaknya sakit saat itu. Tanyakanlah secara
baik-baik mengapa ia juga tak hadir di saat sholat jum'at, siapa tahu
saudara kita tersebut terserang penyakit atau sedang ditimpa musibah. Ajak
ia bercerita mengapa ia bersenda gurau berlebihan dengan lawan jenisnya,
siapa tahu itu adalah keponakannya sendiri yang sudah bertahun lamanya tak
bertemu dengan dia.



Pendek kata, berpikir positif dan menghilangkan praduga itu jauh lebih mulia
dibanding hanya mencari-cari kesalahan orang lain. Siapa tahu justru saudara
kita tersebut lebih mulia di sisi Allah dibanding kita....



Abah saya pernah bercerita tentang Abu Yazid al-Busthami. Konon, ketika Abu
Yazid al-Busthami, seorang sufi besar, hendak berangkat memancing, putrinya
bertanya, "bukankah Allah akan menyediakan rezeki pada kita? mengapa kita
harus memancing?" Abu Yazid berkata, "engkau benar". Ketika ia masuk kembali
ke dalam rumah ditemuinya makanan telah tersedia di meja. Begitulah
seterusnya bertahun-tahun, entah dari mana datangnya makanan itu. Kemudian,
putrinya wafat. Sejak saat itu tak lagi didapati makanan di rumah tersebut.
Abu Yazid terkejut, semula dia menduga makanan itu datang karena kealiman
dan kedekatan ia pada Allah, ternyata makanan itu diberikan Allah karena
kedekatan putrinya pada Allah. Ternyata putrinya lebih tinggi kedudukannya
dibanding dirinya. Sejak saat itu, mulailah Abu Yazid memancing lagi....



Subhanallah! Maha Suci Allah...Kami tak tahu siapa yang lebih mulia dan
tinggi kedudukannya di sisi-Mu.



*Nadirsyah Hosen adalah dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta*

Kirim email ke