just forward gitu...

--------------------------------------------------------------------------------


Bacalah perlahan-lahan dan jangan tergesa2,
dengan ketergesaan kita tidak akan mendapatkan 
apa yang kita inginkan. 
---------------------------------------------------

Asslammu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Alhamdulillah, saya menanyakan tentang Hukum Hijab seorang Wanitah
apakah hukum menutup aurat bagi perempuan ini termasuk khilafiah,
seperti yang difatwakan oleh seorang ulama kita ini, Prof. DR. Quraisy
Syihab.

Dikarenakan tidak adanya dalil yang secara tegas dan ekplisit tentang
batasan aurat seorang wanita, apakah Quraish Shihab itu hanya
mengadopsi satu pendapat saja Muhammad Said al-'Asymawi yang ganjil,
aneh dan Naif.

Prof. Quraish Shihab mengatakan bahwa penarikan batasan aurat wanita
pada masa yang lalu itu sesuai dengan konteks zaman tersebut dan tidak
menjadi Relafan untuk di zaman sekarang.

Pendapat ulama satu ini semakin aneh, terbukti dari salah satu putri
beliau tidak menggunakan hijab.

Yang saya tanyakan bagaimana kami sebagai orang awam ini menyikapai
fatwa ulama yang 'nyeleneh' ini. Karena ulama sekelas Prof. Quraish
Shihab ini sangat berpengaruh di masyarakat kita? Apakah ini yang
disebut liberal, plural, sekuler?

Mohon penjelasannya, sebelumnya terimakasih

Wassalammu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Ahmad Wanto
aw at eramuslim.com
Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ada hal yang perlu kita pahami, bahwa sesungguhnya Dr. Quraish Shihab
itu bukan anti jilbab. Sebenarnya beliau sangat mendukung penggunaan
jilbab, bahkan menurut pengakuan beliau, ke luarganya pun tetap
dianjurkannya untuk berjilbab.

Bahkan, dalam buku Wawasan Al-Quran, Quraish Shihab sendiri sudah
mengungkapkan, bahwa para ulama besar, seperti Said bin Jubair, Atha,
dan al-Auza'iy berpendapat bahwa yang boleh dilihat hanya wajah
wanita, kedua telapak tangan, dan busana yang dipakainya. (hal. 175-176).

Namun dalam kapasitas sebagai ilmuwan di bidang tafsir, beliau hanya
ingin mengatakan bahwa sepanjang yang dia ketahui, pemakaian jilbab
adalah masalah khilafiah. Tidak semua ulama mewajibkan pemakaian jilbab.

Menanggapi ungkapan beliau itu, kita katakan memang benar bahwa ada
khilafiyah di kalangan ulama. Namun oleh Quraisy, khilaf ini diperluas
lagi sampai ke luar dari garis batasnya. Padahal para ulama justru
tidak sampai ke sana.

Yang diperselisihkan oleh para ulama sebatas apakah cadar itu wajib
atau tidak. Maksudnya, apakah wajah seorang wanita bagian dari aurat
atau bukan. Juga apakah tapak kaki merupakan aurat atau bukan.

Namun semua ulama salaf dan khalaf sepakat bahwa kepala, termasuk
rambut, telinga, leher, pundak, tengkuk, bahu dan seputarnya adalah
aurat wanita yang haram terlihat.

Sayangnya oleh Quraisy diperluas lagi sampai beliau mengatakan bahwa
kepala bukan aurat. Jadi wanita tidak memakai kerudung atau jilbab
dianggapnya tidak berdosa.

Sedangkan istilah jibab sendiri memang masih menjadi perselisihan di
antara ulama. Ungkapan ini memang benar. Sebab ada sebagian ulama yang
mengatakan bahwa jilbab itu pakaian gamis panjang yang lebar, berwarna
gelap dan menutupi seluruh tubuh wanita, tanpa kecuali. Wajah dan
tangan pun tertutup.

Namun oleh sebagian ulama lain, yang dimaksud dengan jilbab adalah
pakaian yang masih terlihat wajah dan kedua tapak tangan.

Di situlah titik perbedaan pengertian tentang jilbab. Seharusnya Dr.
Quraish Shihab tidak kelewatan ketika mengatakan bahwa wanita tidak
dilarang terbuka kepalanya, karena dianggap bukan aurat. Sebab tidak
ada ulama salaf dan khalaf yang mengatakan demikian.

Asal Muasal Pemikiran

Dari manakah Dr. Quraisy Syihab mendapatkan pemikiran seperti ini?

Tentunya bukan dari para hali fiqih salaf semacam Asy-Syafi'i dan
lainnya. Sebab para ulama fiqih di zaman salaf tidak ada yang
berpendapat demikian. Pendapat seperti itu cukup aneh memang.

Di zaman sekarang ini, terutama setelah Mesir dijajah Perancis
bertahun-tahun, banyak muncul para sekuleris dan liberalis. Dan
kentara sekali bahwa Quraish banyak merujuk kepada pemikiran seorang
pemikir liberal Mesir yaitu Muhammad Asymawi.Dalam buku-bukunya,
pemikiran liberal inilah yang selalu diangkat oleh beliau. Dan
pemikirannya lalu di-copy-paste begitu saja.

Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?

Kalau kita melihat latar belakang pendidikan dan disiplin ilmunya,
sebenarnya beliau bukan lulusan dari fakultas syariah. Jenjang S-1 dan
S-2 beliau dari fakultas ushuluddin jurusan tafsir hadits. Jenjang S-3
beliau di bidang ilmu-ilmu Al-Quran. Meski banyak bicara tentang
Al-Quran, namun spesialisasi beliau bukan ilmu fiqih. Bahkan buku
tulisan beliau pun tidak ada yang khusus tentang fiqih. Buku yang
beliau tulis antara lain Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan
Kelemahannya, Filsafat Hukum Islam, Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir
Surat Al-Fatihah) dan Membumikan Al-Qur'an danTafsir Al-Mishbah.

Padahal kajian tentang batasan aurat wanita itu seharusnya lahir dari
profesor di bidang ilmu fiqih. Di dalam istimtabh hukum fiqih,
sebenarnya ada terdapat ilmu hadits, ilmu ushul fiqih dan tentunya
ilmu fiqih itu sendiri.

Barangkali hal ini salah satu sebab mengapa dalam tataran hukum fiqih,
beliau agak gamang. Karena latar belakang pendidikan dan disiplin ilmu
beliau memang bukan dalam kajian fiqih, tetapi tafsir.

Karena itu pandangan para ulama besar fiqih dari 4 mazhab pun luput
dalam kajian beliau. Justru pemikiran liberalis malah lebih banyak muncul.

Kalau kita konfrontir dengan para profesor dan doktor ahli ilmu fiqih
di negeri kita, misalnya Dr. Khuzaemah T. Yanggo yang sama-sama
berasal dari Sulawesi dan lulusan fakultas Syariah Al-Azhar Mesir,
maka pendapat seperti ini tidak benar. Menurut Dr. Khuzaemah, batas
aurat wanita tetap seperti yang kita pahami selama ini, yaitu seluruh
tubuh kecuali wajah dan kedua tapak tangan.

Demikian juga kalau kita lihat pendapat doktor syariah lainnya,
seperti Dr. Anwar Ibrahim Nasution, atau Dr. Eli Maliki, yang
kesemuanya lulusan fakultas Syariah Al-Azhar Mesir, maka pendapat
Quraisy ini dianggap telah menyalahi syariat Islam yang sesungguhnya.
Bagi para doktor syariah itu, batas aurat wanita telah disepakati oleh
seluruh ulama syariah, yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua
tapak tangan.

Apalagi kalau kita kaitkan dengan Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, yang
tentunya jauh lebih senior lebih tinggi ilmunya dari Dr. Quraisy.
Beliau telah menyatakan bahwa di kalangan ulama sudah ada kesepakatan
tentang masalah `aurat wanita yang boleh ditampakkan'. Ketika membahas
makna "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang
biasa tampak daripadanya" (QS 24:31), para ulama sudah sepakat bahwa
yang dimaksudkan itu adalah "muka" dan "telapak tangan".

Dan kalau kita merujuk lebih jauh lagi, kepada ulama besar di masa
lalu, katakanlah misalnya Al-Imam Nawawi, maka kita dapati dalam kitab
al-Majmu' syarah Al-Muhazzab, bahwa aurat wanita adalah seluruh
tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

Kita tetap hormat dan santun kepada pribadi Dr. Quraisy, namun khusus
pendapatnya tentang tidak wajibnya wanita memakai penutup kepala dan
batasan auratnya, kita tidak sepaham. Sebab pendapat beliau itu
menyendiri, tidak dilandasi oleh hujjah yang qath'i, terlalu
mengada-ada dan boros asumsi.

Semoga suatu saat beliau menarik kembali pendapatnya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

sumber : eramuslim.com
. 
 

Kirim email ke