> Kuala Lumpur, 7 Februari 2004
> Oleh Adian Husaini 

> Saat Presiden George W. Bush menggelorakan Perang Salib (Crusade) melawan
> teroris, pasca Tragedi 11 September 2001, sejatinya Bush tidak sedang
> terpeleset lidah. Bush sedang mengungkap alam sadarnya, bahwa semangat
> Crusade kini diperlukan menggalang kekuatan Barat. Berakhirnya Perang
> Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet, telah mengubah peta
> dunia. Barat, dengan serangkaian ideologinya, tidak lagi legitimate untuk
> eksis. Padahal, menurut penasihat kawakan politik luar negeri AS, Samuel
> P. Huntington (1996), untuk self-definition dan membangun motivasi,
> manusia perlu rival dan musuh. Maka, konsekuensinya, Barat perlu musuh dan
> semangat baru, selepas komunisme. Semangat Crusade itulah yang ingin
> digelorakan oleh Bush. 
> 
> Namun, tidak terlalu sukses. Citra AS di Eropa justru jeblok. Dalam jajak
> pendapat di Eropa, awal November 2003, AS menduduki posisi keenam sebagai
> negara yang mengancam perdamaian dunia, setelah sekutu utamanya, Israel. 
> 
> Eksistensi Barat memang sedang banyak dipertanyakan, apalagi selepas
> serangan AS ke Irak. Apakah Barat telah berakhir? Thomas L. Friedman,
> menulis satu kolom di International Herald Tribune (3 November 2003),
> berjudul "Is this the end of the West?" Barat memang telah pecah. AS dan
> Eropa, khususnya Jerman dan Perancis, telah berbeda dalam banyak hal
> prinsip. Carld Bildt, mantan PM Swedia, menyatakan, bahwa selama satu
> generasi, Amerika dan Eropa bersepakat dalam hal (tahun 1945): Aliansi
> Atlantik Utara membangun komitmen bersama untuk menciptakan pemerintahan
> demokratis, pasar bebas, dan menangkal pengaruh komunisme Uni Soviet.
> Kesepakatan ini berjalan hingga 10 tahun.
> 
> Namun kini, semua itu sudah berubah. Bagi Eropa, tahun penting adalah 1989
> (keruntuhan Soviet), sedang bagi AS adalah 2001 (Tragedi WTC). Eropa dan
> AS juga gagal untuk membangun visi bersama dalam menghadapi isu-isu
> global. "We have also failed to develop a common vision for where we want
> to go on global issues confronting us," kata Bildt.
> 
> Maka, dalam situasi seperti itu, Barat membutuhkan 'faktor pemersatu'
> (uniting factor). Dan orang seperti Bush berpikir, Crusade adalah
> jawabannya. Bush berpikir logis, dan tidak kalap. Perang Salib telah
> menorehkan bekas yang sangat mendalam pada Barat dan Islam, hingga kini.
> Buku Karen Armstrong, Holy War: The Crusades and Their Impact on Today's
> World,(1991), memberikan gambaran jelas, bagaimana pengaruh Perang Salib
> terhadap dunia, kini.
> 
> Di tengah merosotnya pengaruh Gereja dan konflik antar kekuatan Kristen,
> pada 25 November 1095, Paus Urbanus II, menyerukan Perang Salib. Para
> ksatria Kristen diminta menghentikan konflik antar mereka dan bersatu padu
> menghadapi musuh Tuhan, yang mereka sebut "Turks". "The Turks adalah
> bangsa terkutuk, dan membunuh monster seperti mereka adalah suci. Maka,
> wajib bagi kaum Kristen memusnahkan mereka," kata Paus
> 
> Seruan Paus Urbanus mendapat sambutan luar biasa. Ratusan ribu pasukan
> Kristen bergabung, dengan semangat tinggi merebut Jerusalem. Dalam buku
> klasiknya, Islam and the West (terbit pertama tahun 1960), Norman Daniel
> menyebut 'semangat Crusade adalah melakukan pembantaian demi Kasih Tuhan'.
> Maka, tidak heran, jika tentara Salib kemudian melakukan pembantaian yang
> luar biasa sadisnya terhadap Muslim, Yahudi, dan berbagai kelompok
> masyarakat lain. 
> 
> Tahun 1099, saat menaklukkan Jerusalem, mereka membantai sekitar 30.000
> warganya. Puluhan ribu kaum Muslim yang mengungsi di atap al-Aqsa dibantai
> dengan sadis, tanpa pandang bulu, wanita, anak-anak, atau orang tua.
> Setahun sebelumnya, 1098, pasukan Salib (Franks/Crusaders) membantai
> ratusan ribu kaum Muslim di Marra't un-Noman, Syria. Paus menjanjikan
> pengampunan dosa bagi siapa pun yang bergabung dalam pasukan Salib dan
> jaminan surga bagi yang mati dalam perang suci itu. 
> 
> Karena itu, menurut Armstrong, Crusade adalah proyek kerjasama
> besar-besaran Eropa di masa kegelapan mereka. Mereka dicengkeram dengan
> semangat Kristen yang tinggi. Jelas, Crusade merupakan jawaban terhadap
> kebutuhan Kristen Eropa ketika itu. 
> 
> Dunia Islam ketika itu 'superior' dalam peradaban dibanding semua
> peradaban yang ada. Islam sedang di puncak keemasan. Sementara Eropa
> berada dalam kegelapan. Islam, sebagai entitas politik, masih eksis.
> Khilafah masih tegak, meskipun terbagi menjadi tiga kekuatan besar (Mesir,
> Andalusia, dan Baghdad). Fragmentasi politik cukup parah. Pada medio abad
> 11 M, Syria dan Palestina menjadi ajang rebutan antara Fathimiyah dan
> Abbasiyah. Fathimi mendominasi Jerusalem antara 869-1073. Sedangkan
> Abbasiyah menguasai Jerusalem antara 1073-1098. 
> 
> Di tengah kehebatan peradaban Islam dan eksistensi entitas politik Islam
> itulah, justru pasukan Salib berhasil merebut Jerusalem. Upaya penguasa
> Fathimiyah, Afdal bin Badr al-Jamali, untuk negosiasi dan berdamai dengan
> Salib ditolak. Semangat pasukan Salib sedang begitu tinggi untuk merebut
> Jerusalem. Mereka sangat percaya diri, meskipun lebih rendah tingkat
> peradabannya (hal yang sama terjadi saat Baghdad diduduki pasukan Mongol).
> 
> 
> Friksi politik di kalangan Muslim menjadi salah satu faktor utama
> kekalahan Islam pada tahap awal Perang Salib. Respons Muslim sangat tidak
> memadai. Dalam buku The Crusades: Islamic Perspective (1999), Carole
> Hillenbrand, menggambarkan repons kaum Muslim yang didominasi sikap
> apatis, terbelit problem internal, dan kompromistis.
> 
> Penguasa Muslim di Syria, bukannya melakukan perlawanan terhadap pasukan
> Salib, tetapi malah berkompromi dengan musuh. Sebaliknya, The Franks
> justru menunjukkan semangat tinggi, fanatik, dan memiliki motivasi tinggi
> untuk mencapai tujuannya. Pada situasi seperti itulah, tampil Syekh Ali
> al-Sulami (1039-1106), seorang ulama bermazhab Syafii. Ia menulis kitab
> berjudul Kitab al-Jihad. Tampaknya, banyak ulama dan cendekiawan Muslim
> belum mengkaji Kitab ini. Yusuf al-Qaradhawi, dalam bukunya, Al-Imam
> al-Ghazali Bayna Madihihi wa Naqidihi, sama sekali tidak merujuk karya
> al-Sulami, saat membahas posisi al-Ghazali dalam Perang Salib. Padahal,
> kitab ini sangat penting untuk memahami kisah sukses kaum Muslim dalam
> merebut kembali Jerusalem dari tangan Pasukan Salib- termasuk peran
> al-Ghazali di dalamnya. 
> 
> Ali al-Sulami melihat, kelemahan Muslim bukan hanya di bidang politik,
> tetapi menyangkut soal sikap keagamaan. Melihat kondisi Muslim yang parah,
> al-Sulami merumuskan strategi jihad dalam dua tahap: (1) Melakukan
> perbaikan moral untuk mengakhiri kemunduran spiritual kaum Muslim. Ia
> melihat, kekalahan Muslim adalah pelajaran dan hukuman dari Allah, sebab
> mereka meninggalkan kewajiban kepada Allah dan mengabaikan kewajiban
> jihad. (2) Melakukan penggalangan potensi kekuatan umat melawan Crusaders.
> 
> 
> Dalam tahap perbaikan moral itulah, al-Sulami banyak mengutip pendapat
> al-Ghazali, termasuk dalam soal jihad. Tampaknya, al-Sulami bertemu
> al-Ghazali di Masjid Ummayah Damascus, saat al-Ghazali melakukan
> perenungan di Masjid ini pada periode awal Perang Salib. Saat-saat itulah
> al-Ghazali menulis karya monumentalnya, Ihya' Ulumuddin. Dalam kitabnya,
> al-Sulami mendeskripsikan secara jelas kondisi, situasi dan strategi
> mengalahkan pasukan Salib. Jihad ke dalam, memerangi hawa nafsu, dan jihad
> ke luar memerangi musuh, dipadukan menjadi satu kekuatan yang dahsyat. 
> 
> Selama puluhan tahun, dakwah al-Sulami tidak mendapat sambutan berarti.
> Titik terang mulai muncul saat pasukan Muslim di bawah pimpinan Imamuddin
> Zengi, merebut Edessa pada 1144. Sukses Imamuddin dilanjutkan putranya,
> Nuruddin Zengi, yang mengalahkan pasukan Salib pada 1149. Para penulis
> menggambarkan Nuruddin merupakan sosok religius dan pahlawan jihad.
> 
> Sepeninggal Nuruddin (1174), tampil keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi
> sebagai komandan pasukan Muslim. Tokoh inilah yang berhasil membebaskan
> Jerusalem dari pasukan Salib pada 1187. 
> 
> Refleksi dalam berbagai hal, kondisi kaum Muslim kini, serupa dengan
> kondisi saat Perang Salib berlangsung. Perang ini sendiri memakan waktu
> yang panjang (1096-1204). Pasukan Salib hanya berhasil menduduki Jerusalem
> sekitar 87 tahun (1099-1187). Kelemahan akidah, moral, dan politik umat
> Islam dipandang sebagai satu problem. Solusi al-Sulami yang melihat
> problem umat secara komprehensif dan mengajukan solusi secara integral,
> perlu dipelajari. Problem politik, ekonomi, dan militer umat, tidak
> dipisahkan dari problem pendidikan dan dakwah. Bahkan, ia menempatkan
> aspek ini pada tahap awal, sebelum menyelesaikan problem politik dan
> militer. 
> 
> Namun, kondisi kaum Muslim kini tentu jauh lebih rumit. Ibarat penyakit,
> saat Perang Salib, umat Islam hanya terserang semacam "infeksi batu
> ginjal". Kini, umat Islam terserang penyakit kompleks, sejenis kanker
> ganas yang menghancurkan sel-sel tubuh. Bukan hanya secara ekonomi,
> politik, dan militer (untuk kawasan tertentu, seperti Palestina), kaum
> Muslim terhegemoni.
> 
> Tapi, secara moral, konsep keilmuan, dan semangat pun, banyak yang tidak
> percaya diri pada konsep Islam. Bahkan, lebih jauh, tak sedikit
> cendekiawan, ulama, dan tokoh Islam sendiri, yang meyakini bahwa peradaban
> Barat - dengan nilai-nilai sekular dan liberalnya - adalah jalan
> kebangkitan umat Islam. Mereka menyerang habis-habisan pandangan tentang
> "keunikan Islam". Bahwa, Islam dan juga al-Qur'an sama saja dengan agama
> dan kitab lain. Konsep inna al-diina 'indallahi al-islam dan al-islaamu
> ya'luu wa yu'laa 'alaihi diputar balik dan ditentang jauh-jauh. Padahal,
> Barat masih percaya dan memaksakan konsep sekuler-liberalnya sebagai
> pandangan hidup dunia. Pada saat yang sama, justru langka ulama-ulama yang
> mumpuni dalam konsep keilmuan Islam dan sekaligus mumpuni mengkounter
> konsep destruktif terhadap Islam.
> 
> Jalan kebangkitan adalah satu sunnatullah. Al-Qur'an banyak menjelaskan
> tentang jatuh bangunnya satu kaum atau peradaban (Mis. QS 6:44, 17:16).
> Jika umat Islam gagal belajar dari sejarah - sebagaimana diperintahkan
> al-Quran - dan gagal merumuskan masalahnya secara komprehensif, serta
> hanya melihat dan menangani masalahnya secara parsial dan superfisial,
> sulit dibayangkan, kebangkitan Islam akan terjadi dalam waktu dekat.
> Jangan-jangan, kebangkitan nanti menunggu munculnya generasi baru yang
> dijanjikan Allah (QS 5:54). Sebab, generasi yang ada didominasi oleh
> pangabaian terhadap problem keilmuan, akidah, syariah, ukhuwah, dan
> terlalu sibuk untuk mengejar kepentingan dan kemenangan komunal, parsial,
> dan sesaat. (Sabili)
> 
> Wallahu a'lam.n
> 


[Non-text portions of this message have been removed]





 
<http://us.ard.yahoo.com/SIG=12i778inb/M=493064.9803215.10510209.8674578/D=groups/S=1705038064:NC/Y=YAHOO/EXP=1172143672/A=3848584/R=0/SIG=12ceqob45/*http://us.rd.yahoo.com/evt=42403/*http://messenger.yahoo.com/feat_conf.php>
  
.
 Web Bug from 
http://geo.yahoo.com/serv?s=97359714/grpId=15337060/grpspId=1705038064/msgId=18299/stime=1172136472/nc1=3848630/nc2=3848567/nc3=3848584
 <http://www.sng.ecs.soton.ac.uk/mailscanner/images/1x1spacer.gif> 
 

-- 
This message has been scanned for viruses and
dangerous content by MailScanner, and is
believed to be clean.

Kirim email ke