IHTISABUN-NAFSI ( Koreksi Diri )

 

Bagi seorang hamba yag sedang beribadah kepada Alloh SWT dengan 
mengharap RidloNya, baik ibadah Mahdloh maupun Ghoir Mahdloh, dalam 
berusaha supaya ibadahnya benar-benar ibadah, sementara yang namanya 
manusia tidak terlepas dari dua hal yakni : benar dan salah, tidak 
selamanya benar karena yang selamanya benar adalah Malaikat dan Nabi, 
tidak selamanya salah karena bukan syaitan. Oleh karenanya, supaya 
kita selamat dari berbuat kesalahan maka perlu ihtisabun-nafsi yakni 
mengoreksi diri, teliti pribadi, apakah diri kita telah berbuat dosa, 
sudah benarkah perilaku kita?. 


Ihtisabun-Nafsi oleh diri sendiri terkadang sulit untuk bisa 
menemukan kesalahan diri, oleh karenanya Sayikh Abu Hamid al-Ghozali 
(Imam Ghozali) memberikan jalan dengan 4 cara ihtisabun-nafsi yang 
baik yaitu: 


1. Harus mempunyai Guru, sering-sering duduk di hadapan Guru yang 
waspada kepada kesalahan muridnya, seorang guru yang sanggup 
menunjukan kesalahan dan kemudian meluruskan muridnya, guru yang 
waspada kepada bermacam bahaya yang akan menjatuhkan martabat 
muridnya di hadapan Alloh SWT. 
 
2. Sering bersama-sama dengan sahabat yang berperilaku benar dan 
berani menunjukan kesalahan diri kita, karena sahabat yang 
berperilaku benar itu bukan yang suka membiarkan diri kita tatkala 
kita berbuat kesalahan.
 
3. Jadikan orang-orang yang membenci, memusuhi kita sebgai alat untuk 
mengontrol kesalahan diri, tidak semata-mata dibicarakan kejelekan 
oleh orang lain kalau tidak terbukti pada diri kita, namun demikian 
jangan terlalu percaya ada orang yang membenci kita, curiga harus 
tetap ada. 

 
Jangan merasa benci kepada yang membencimu tetapi mestinya bersyukur 
dengan membaca tahmid karena punya sahabat yang telah mengoreksi 
diri, hingga kita tahu titik kesalahan diri kita. Adalah Imam Hasan 
Basri, ketika dia lewat pada sekumpulan orang, olehnya terdengar 
mereka sedang memperguncingkan dirinya, sesampai di rumahnya ia 
langsung mengolah masakan kemudian dikirimkan kepada orang-orang yang 
telah mengguncingnya sambil menyampaikan ucapan terima kasih sebab 
telah mengoreksi kesalahannya dan telah menanggung dosanya. 
 
4. Dalam bergaul dengan orang lain harus bisa digunakan untuk 
mengoreksi diri, orang lain biasa mengerjakan pekerjakan dosa, 
berbuat maksiat, berbuat begitu atau berbuat begini, tentunya kitapun 
sama dengan orang lain biasa berbuat dosa dan khilaf, oleh karena 
sama-sama manusia yang memiliki nafsu, mempunyai kemauan, jadi diri 
kitapun tidak jauh berbeda dengan orang lain
 

Adalah satu hikayat yag diriwayatkan oleh Wahab bi Munabah:. Ada 
seorang laki-laki Bani Isroil, laki-laki tersebut beribadah puasa 
selama 70 tahun sambil berdo'a kepada Alloh SWT supay bisa melihat 
bagaimana caranya syetan menggoda manusia, akan tetap tidak juga 
diijabah ( dikabulkan ) oleh Alloh SWT, kemudian laki-laki tersebut 
berpikir ; "Andai aku mengoreksi kesalahan diri, meneliti perbuatan 
dosa kepada Alloh SWT, barangkali lebih baik ketimbanng permintaanku 
kepada Alloh SWT"


Alloh SWT. menyambut terhadap apa yang dibicarakan laki-laki tersebut 
melalui Malaikat. Ucapanmu yang barusan lebih dicintai oleh Kami 
(Alloh) dari pada ibadahmu yang sudah lewat, serta Alloh telah 
membukakan matamu, lihatlah olehmu bagaimana setan menggoda manusia. 


Ibadah selama 70 tahun tidak menjadikan doa diijabah, sebab mungkin 
hatinya penuh dengan kotoran, akan tetapi dengan mengoreksi kesalahan 
diri (Ihtisabun-Nafsy), hanya dalam waktu beberapa menit saja bisa 
dibukakan hijab (penghalang) oleh Alloh SWT, dapat melihat bagaimana 
setan menggoda manusia sesuai dengan apa yang diminta oleh laki-laki 
tersebut. 


Oleh karenanya, bagi Muridin dan Salikin harus sering-sering 
Ihtisabun-Nafsy, mengoreksi kesalahan diri pribadi agar dapat diqobul 
seluruh amal ibadah dan dikabulkan do'a sebagaimana yang diminta 
kepada Alloh SWT. 


Syekh Juanedi al-Baghdady, ketika dia sedang melakukan sesuatu, dia 
melihat sorang pengemis, Syekh Junaedi berkata dalam hatinya: "andai 
aku kuat seperti dia, aku tidak akan minta-minta seperti dia, aku 
akan berusaha" . Kemudian malamnya ketika Syekh Junaedi beribadah 
tidak dapat ma'rifat, kemudian dia bertafakur apa kiranya yang 
menghalangi kepada kema'rifatan dirinya ?, ternyata yang menghalangi 
kepada ma'rifatnya adalah karena punya hati yang buruk kepada orang 
lain. 


Hanya dengan sir hati seperti itu sudah menghalangi kepada datangnya 
ma'rifat, apalagi kalau dosa bertumpuk-tumpuk, dapat dibayangkan 
betapa sulit datangnya ma'rifat dan diqobulnya amal ibadah. 

 
Pengajian KH. Asep A. Maoshul Affandy.
dirujuk dari Pesantren Miftahul Huda
oleh Arland-Jkt


Kirim email ke