begitulah kaum sufi, lebih mirip hindu deh metodenya

On 4/2/07, wandysulastra <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

  Wa'alaikum salam wr wb...

Memahami dalam artian harfiyah yg bagaimana yg Om maksud? :)

Om Dodi, Insya Allah dalam hal ini saya tidak merasa berbeda dengan
sampeyan. Proses Ilmiah tetap di dahulukan sebelum pada akhirnya
kita berserah diri dengan memohon petunjuk-Nya.

Kalau kita perhatikan tulisan2nya Om Dhani ini, mereka cenderung
mengabaikan proses yang pertama, tapi langsung ke tahapan yang kedua
karena memiliki keyakinan bahwa Guru2 mereka telah memiliki derajat
yang sangat tinggi di sisi Allah SWT, sehingga mereka merasa tidak
perlu melakukan apa2 yang "orang syariat" biasa lakukan. Orang2 yang
mereka anggap telah mencapai kedudukan tertentu tersebut dianggap
memiliki ilmu sempurna yang tidak akan pernah salah.

Sebenarnya saya tidak merasa kaget kalau Om Dhani mengatakan bahwa
syeikhnya mampu menilai ke-shahihan suatu hadits hanya dengan
melihat dari cahaya yang dipancarkannya. Karena jangankan hanya
sebuah hadits, lha wong Om Dhani bilang Lauh Mahfudz saja ada dalam
pengetahuan Syeikh-nya ini... :)

Mohon Maaf, bukan bermaksud hendak melecehkan Maulana... Tapi saya
merasa berdosa jika keyakinan2 (yang menyimpang dari aqidah) yang
menganggap manusia memiliki kemampuan/kekuasaan menyamai Allah ini
terus dibiarkan.


Salam

--- In [EMAIL PROTECTED] <keluarga-islam%40yahoogroups.com>,
"dodindra" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Ass Wr Wb
>
> Om Wandy yang dirohmati Alloh ta'ala, sebenarnya, memahami bukan
> harafiyyah begitu, maaf lho....
>
> Memahaminya, adalah, ketika mengambil putusan, shahih tidaknya,
adalah
> dengan memohon petunjuk akhir pada Alloh ta'ala, denga didahului
> proses-proses ilmiah tentunya...
>
> Kalau kita baca, ulama saat ini yang ahli hadits, misalnya, kitab
yang
> ditulis oleh Syeikh Nashiruddin Al Albani, coba kita lihat....
> Beliau tidak menulis runut sebagai mana Sanad yang ditulis oleh
Imam
> Bukhori ketika hadits tersebut sampai pada Imam Bukhori.
> Kita tidak melihat, urutan sanad hadits hingga sampai pada Syaikh
Albani.
> Artinya, kaidah seperti yang ada pada kisah di kitab Fathul Bari',
> untuk Ulama saat ini, apalagi yang belajar di Perguruan Tinggi
Islam,
> kok gak kita temui ....Ada loncatan waktu, karena penelitiannya
hanya
> kepada Kitab Hadits Ulama terdahulu, nah, untuk mengambil putusan,
> Shahih dan tidaknya hasil penelitian tadi, tentulah dengan memohon
> Ijin dan bantuan Alloh ta'ala....inilah yang disebut melihat dengan
> Cahaya,Nur, dengan Iman pada Alloh SWT.
>
> Firman Alloh QS Al Baqoroh , ayat 257 :" Allah Pelindung orang-
orang
> yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)
> kepada cahaya (iman)".
>
> Qs Ibrahim ayat 1:" Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami
> turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap
gulita
> kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu)
> menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji".
>
> QS Al Hadiid ayat 9 : " Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya
> ayat-ayat yang terang (Al Qur'an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari
> kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha
> Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu ".
>
> Tentulah derajat anugrah Alloh SWT akan kemampuan melihat dengan
> CAHAYA, NURULLOH kepada masing-masing orang akan berbeda-beda,
> tergantung derajat keimanan, ketaqwaan dan amal shalih masing-
masing,
> tapi hal itu adalah sangat pasti disisi Alloh SWT, kurang tepat
> rasanya jika kita meragukannya.
>
> Mohon maaf jika berbeda memahami, semoga Alloh mengampuni kesalahan
> saya, dan selalu meganugrahkan tambahan ilmu dan pemahaman pada
kita
> semua, amiin.
>
> wassalam,
> dodi
> --- In [EMAIL PROTECTED] <keluarga-islam%40yahoogroups.com>,
"wandysulastra"
> <wandysulastra@> wrote:
> >
> > Wah, Awliya zaman sekarang hebat2 yah. Cukup dengan melihat
> > cahayanya, mereka bisa menilai ke-shahihan suatu hadits.... :)
> >
> > Padahal dahulu diriwayatkan Imam2 ahli hadits top seperti Imam
> > Malik, Syafi'i, Ahmad bin hambal, Bukhari, Muslim dan yang
lainnya
> > tidak ada yang seperti itu. Mereka tidak pernah diriwayatkan
dapat
> > menilai ke-shahihan suatu hadits hanya dengan melihat dari
cahayanya
> > yang terpancar. Mereka justru berkelana dari satu tempat ke
tempat
> > lain, dari satu guru ke guru yang lain, guna menyempurnakan ilmu
> > hadits mereka.
> >
> > Bahkan ulama2 terdahulu rela menempuh perjalanan jauh hanya
untuk
> > sekedar mencari keterangan tentang satu hadits dari sumber yang
> > pertama. Diriwayatkan, bahwa untuk kepentingan satu Hadits saja,
> > Jabir bin Abdullah menempuh perjalanan dari Madinah ke Syria.
Kitab
> > Fathul-Bari banyak meriwayatkan kejadian seperti itu. Misalnya
> > seperti Abu Ayyub Ansari, yang menempuh perjalanan jauh untuk
> > mendengar langsung dari `Aqabah bin`Amr tentang Hadits Nabi.
Sa'id
> > bin Musayyab, yang berjalan siang dan malam untuk mencari satu
> > Hadits. Dan masih banyak lagi diceritakan sahabat Nabi yang lain
> > menempuh perjalanan ke Mesir untuk kepentingan satu Hadits.
> >
> > Ulama generasi berikutnya, Abdul`Aliyya berkata: "Kami mendengar
> > Hadits Rasulullah, tetapi kami belum merasa puas, hingga kami
> > terpaksa pergi ke sahabat yang bersangkutan dan langsung
mendengar
> > dari beliau"
> >
> > Abu Dawud meriwayatkan, bahwa Abu Darda sedang duduk di Masjid
> > Damaskus tatkala ada orang datang kepada beliau untuk menanyakan
> > satu Hadits sambil berkata bahwa kedatangannya itu tak ada
maksud
> > lain selain untuk memeriksa kesahihan Hadits yang diriwayatkan
oleh
> > beliau.
> >
> > Melihat dari riwayat2 diatas, berarti Maulana ini jauh lebih
hebat
> > dari mereka yah, untuk menilai ke-shahihan suatu hadits cukup
dengan
> > melihat cahayanya saja, padahal ulama2 terdahulu harus menempuh
> > perjalanan ber-mil2 hanya untuk membuktikan ke-shahihan suatu
> > hadits. Apakah ilmu, ketakwaan, dan kedekatan mereka kepada
Allah
> > kalah jauh dibanding Maulana ini ya? :)
> >
> > Salam
> >
> > --- In [EMAIL PROTECTED]<keluarga-islam%40yahoogroups.com>,
"dodindra" <dodindra@>
> > wrote:
> > >
> > > Subhanalloh, Alhamdulillah, Astaghfirullohal'adziim,
> > >
> > > Terima kasih Om Dhani, semoga hal bisa menjadi ADAB kita dalam
> > belajar
> > > Hadits, maupun hikmah-hikmah lainnya....
> > > Robbidzidni 'ilman waldzuqni fahman...
> > > Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, laa haula wala
quwataa
> > > ilaa billah....
> > >
> > > wassalam,
> > > dodi
> > >
> > > --- In [EMAIL PROTECTED]<keluarga-islam%40yahoogroups.com>,
arief dani <ariefdani@>
> > wrote:
> > > >
> > > > Mengenai Hadits Rasulullah SAW
> > > > Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al-Haqqani
> > > > dalam Mercy Oceans: the Teaching of `Abdullah Fa`iz ad-
Daghestani
> > > >
> > > >
> > > > "Ini adalah apa yang diajarkan oleh Grandsyaikh kepada
saya,"
> > kata
> > > Maulana. "Hadits-hadits Rasulullah saw adalah sama dan
mempunyai
> > > derajat yang sama, sebagaimana al-Quran. Kita harus menghormati
> > > hadits-hadits tersebut seperti halnya kita menghormati ayat-
ayat
> > suci
> > > al-Quran. Di dalam ayat al-Quran terdapat suatu keterangan. Di
> > dalam
> > > hadits, Rasulullah saw tidak berbicara untuk dirinya sendiri,
> > tetapi
> > > berdasarkan wahyu yang diturunkan dari Allah. Jika Allah tidak
> > > mengizinkan nya, Rasulullah tidak akan mampu mengucapkannya.
Oleh
> > > sebab itu, kita harus menghormati kata-kata Rasulullah seperti
> > halnya
> > > kita menghormati ayat-ayat suci al-Quran."
> > > >
> > > > Seseorang bertanya, "Apakah ini berarti bahwa kita harus
berwudhu
> > > sebelum membaca kitab hadits, seperti halnya ketika kita ingin
> > membaca
> > > al-Quran?" Maulana menjawab, Jika kita ingin mendapatkan
hikmah
> > dari
> > > suatu buku keagamaan, kita harus membacanya dalam keadaan
berwudhu.
> > > Tanpa wudhu, kita tidak berada di jalur yang benar. Rasulullah
> > > menasihati kita agar selalu menjaga wudhu karena itu adalah
senjata
> > > Muslim dalam menghadapi Setan. Setan tidak bisa mendekati
orang
> > yang
> > > mempunyai wudhu." "Rasulullah menerangkan al-Quran berdasarkan
> > > kapasitas pemahaman kita," Syaikh melanjutkan, "karena al-
Quran
> > adalah
> > > firman Allah, sedangkan hadits adalah sabda Rasulullah .
Rasulullah
> > > adalah manusia seperti kita, sehingga ucapannya (sabdanya)
lebih
> > mudah
> > > dimengerti oleh kita. Oleh sebab itu, beliau menerangkan hal-
hal
> > yang
> > > tersirat dalam al-Quran kepada kita."
> > > >
> > > > Seorang murid bertanya, "Bagaimana kita mengetahui bahwa
suatu
> > > hadits otentik?" Syaikh Nazhim menjawab, "Jika seorang `alim
yang
> > > jujur berkata atau menulis dalam suatu buku mengenai hadits-
hadits
> > > tertentu, maka kalian harus mempercayainya. Misalnya, al-
Ghazzali
> > > menulis banyak buku berisi banyak hadits. Beberapa orang
menganggap
> > > beberapa haditsnya lemah, tetapi kita tidak sependapat dengan
> > > pemikiran ini. Kita yakin bahwa Imam Ghazzali adalah seorang
`ulama
> > > besar, `ulama `king size'. Beliau bukanlah seorang `ulama
biasa,
> > > beliau jujur dan dapat dipercaya. Oleh sebab itu, kita percaya
> > > terhadap semua hadits yang beliau tulis."
> > > >
> > > > "Jika kalian menemukan seorang cendikiawan yang dapat kalian
> > > percayai, maka kalian harus percaya terhadap semua hadits yang
> > > dikatakannya kepada kalian. Ini adalah jalan bagi seorang
murid dan
> > > juga orang awam terhadap suatu hadits. Tetapi para Awliya, di
mana
> > > Allah telah memberi mereka cahaya, mereka berbeda. Mereka dapat
> > > mendengarkan pembicaraan seseorang dan melihat apakah ada
cahaya
> > yang
> > > terpancar dari ucapannya. Dengan demikian, mereka dapat
mengetahui
> > > apakah ucapannya benar. Begitu pula ketika Awliya itu membaca,
> > mereka
> > > dapat melihat hadits-hadits yang sahih itu memancarkan cahaya.
> > > Hadits-hadits tersebut adalah ucapan Rasulullah e yang turun
dengan
> > > cahaya dan dipenuhi cahaya. Bila seseorang dapat melihat
cahaya
> > ini,
> > > dia tidak memerlukan opini orang lain bilamana hadits tersebut
kuat
> > > atau lemah."
> > > >
> > > > "Begitu banyak `ulama yang menyangkal hadits ini atau itu
> > sementara
> > > para Awliya mengatakan bahwa hadits itu semuanya benar. Jadi,
kita
> > > harus menerima hadits dari orang-orang yang mempunyai cahaya
Iman
> > > dalam hatinya dan menunjukkan kebenaran bagi kita. Demikian
juga,
> > jika
> > > suatu buku mempunyai hadits Rasulullah, kita menerimanya
sebagai
> > tanda
> > > penghormatan kepada Rasulullah . Jika itu merupakan hadits
yang
> > tidak
> > > benar, tidak ada kewajiban bagi kita bila kita menerimanya.
Ini
> > adalah
> > > adab yang tinggi. Jika seseorang berkata, `Ini adalah sebuah
> > hadits,'
> > > kita mempercayainya sebagai tanda penghormatan kepada
> > Rasulullah ."
> > > >
> > > > Seseorang bertanya, "Jadi, sampai kita meraih pengelihatan
> > seperti
> > > yang dimiliki oleh para Awliya, kita harus menerima semua
hadits
> > > sebagai hadits yang sahih?"
> > > > "Ya," kata Maulana, "jika kalian tidak melakukan hal ini,
kalian
> > > tidak bisa maju, tidak bisa! Jika kita membacanya dalam sebuah
> > buku,
> > > mendengarnya dari seorang `ulama atau dari seseorang, sebagai
tanda
> > > penghormatan kepada Rasulullah e, kita harus mempercayainya."
> > Seorang
> > > murid berkata, "Maksudnya kita tidak boleh menanyakan
sumbernya?"
> > > Maulana menjawab, "Tidak, hal itu tidak baik. Untuk menyetujui
atau
> > > mengatakan `baiklah' adalah lebih baik. Tetapi untuk melakukan
hal
> > ini
> > > memang sulit. Mengatakan `baiklah' adalah suatu tanda hati yang
> > > bersih. Jika hati seseorang tidak bersih, dia akan bertanya,
`dari
> > > mana (hadits) ini? dari mana (hadits) itu?' banyak sekali
> > pertanyaan
> > > yang muncul! Itu menandakan bahwa hatinya tidak bersih.
Semakin
> > banyak
> > > dia bertanya, semakin banyak hatinya dipenuhi dengan
keraguan."
> > > >
> > > > "Apakah banyak koleksi hadits yang sahih?" "Banyak sekali,"
kata
> > > Maulana. "Semuanya sahih. Buku apa pun yang menulis hadits
> > Rasulullah
> > > harus kita percayai. Ini adalah jalan saya." "Tetapi apakah
> > sekarang
> > > Maulana sudah sampai pada titik di mana Maulana dapat melihat
> > cahaya
> > > yang terpancar dari suatu hadits yang sahih?" tanya seorang
murid.
> > > Syaikh menjawab, "Ahh, ya. Tetapi kalian tidak dapat meraih
titik
> > itu
> > > sampai kalian mempercayai semua ucapan yang mengatakan bahwa
itu
> > > adalah sebuah hadits. Cara ini akan membawa kalian ke titik
> > tersebut,
> > > di mana kalian dapat melihat cahaya. Sangat sulit untuk
menerima
> > hal ini."
> > > >
> > > > Wa min Allah at taufiq
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > wasalam, arief hamdani
> > > > www.mevlanasufi.blogspot.com
> > > > HP. 0816 830 748, 0888 133 5003
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > ---------------------------------
> > > > Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and
> > > > always stay connected to friends.
> > > >
> > >
> >
>

Kirim email ke