Sumarah Wahyudi:
  [EMAIL PROTECTED]
  [daarut-tauhiid]
   
  Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kisah "Orang yang beriman selalu menepati ucapannya"

Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar, ketika Umar sedang 
duduk-duduk dengan para sahabatnya, tiga pemuda bangsawan yang tampan memasuki 
majelisnya. Dua orang di antaranya berkata, "Kami berdua bersaudara. Ketika 
ayah kami sedang bekerja di ladangnya, dia dibunuh oleh pemuda ini, yang 
sekarang kami bawa kepada tuan untuk diadili. Hukumlah dia sesuai dengan 
Kitabullah." Khakifah 'Umar menatap orang yang ketiga dan memintanya untuk 
berbicara.
  
"Walaupun di sana tidak ada saksi sama sekali, Allah, Yang selalu Hadir, 
mengetahui bahwa mereka berdua berkata yang sebenr-benarnya," kata si tertuduh 
itu.
"Aku sangat menyesal ayah mereka terbunuh di tanganku. Aku orang dusun. Aku 
tiba di Madinah tadi pagi untuk berziarah ke makam Rasullulah saw. Di pinggir 
kota, aku turun dari kudaku untuk menyucikan diri dan berwudhu. Kudaku mulai 
memakan ranting-ranting pohon kurma yang bergelantungan melewati tembok. Segera 
setelah aku melihatnya, aku menarik kuda menjahui ranting-ranting tersebut. 
Pada saat itu juga, seorang laki-laki tua yang sedang marah mendekatiku dengan 
membawa sebuah batu yang besar. Dia melemparkan batu itu ke kepala kudaku, dan 
kudaku langsung mati. Karena itu aku sangat menyayangi kuda itu, aku kehilangan 
kendali diri. Aku mengambil batu itu dan melemparkannya kembali ke orang 
tersebut. Dia roboh dan meninggal. Jika aku ingin melarikan diri, aku dapat 
saja melakukannya, tetapi kemana? Jika aku tidak mendapatkan hukuman di sini, 
di dunia ini, aku pasti akan mendapatkan hukuman yang abadi di akhirat nanti. 
Aku tidak bermaksud membunuh orang itu, tetapi
 kenyataannya dia mati di tanganku. Sekarang tuanlah yang berhak mengadili aku."
  
Khalifah berkata, "Engkau telah membunuh. Menurut hukum Islam, engkau harus 
menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang telah engkau lakukan."
  
Walaupun pernyataan itu berati satu pengumuman kematian, pemuda itu tetap 
bersabar; dan dengan tenang dia berkata, "Kalau begitu, laksanakanlah. Namun, 
aku menanggung satu tanggung jawab untuk menyimpan harta kekayaan anak yatim 
yang harus aku serahkan kepadanya bila ia telah cukup umur. Aku menyimpan harta 
tersebut di dalam tanah agar aman. Tak ada seorangpun yang tahu letaknya 
kecuali aku. Sekarang aku harus menggalinya dan menyerahkan harta tersebut 
kepada pengawasan orang lain. Kalau tidak, anak yatim itu akan kehilangan 
haknya. Beri aku waktu tiga hari untuk pergi ke desaku dan menyelesaikan 
masalah ini."
  
Umar menjawab, "Permintaanmu tidak dapat dipenuhi kecuali ada orang lain yang 
bersedia menggatikanmu dan menjadi jaminan untuk nyawamu."
"Wahai Amirul Mukminin," kata pemuda tersebut, "Aku dapat melarikan diri 
sebelumnya jika aku mau. hatiku sarat dengan rasa takut kepada Allah; yakinlah 
bahwa aku akan kembali."
Khalifah menolak permintaan itu atas dasar hukum. Pemuda itu memandang kepada 
para pengkut Rasullulah saw, yang mulia yang berkerumun di sekeliling khalifah. 
Dengan memilih secara acak, ia menunjuk Abu Dzar Al-Ghifari dan berkata, "Orang 
ini akan menjadi jaminan bagiku." Abu Dzar adalah salah satu seorang sahabat 
Rasulullah saw, yang paling dicintai dan disegani. Tanpa keraguan sedikit pun, 
Abu Dzar setuju untuk menggantikan pemuda itu.
  
Si tertuduh pun dibebaskan untuk sementara waktu. Pada hari ketiga, kedua 
penggugat itu kembali ke sidang khalifah. Abu Dzar ada di sana, tetapi tertuduh 
itu tidak ada. Kedua penuduh itu berkata: "Wahai Abu Dzar, anda bersedia 
menjadi jaminan bagi seseorang yang tidak anda kenal. Seandainya dia tidak 
kembali, kami tidak akan pergi tanpa menerima pengganti darah ayah kami."
  
Khalifah berkata: "Sungguh, bila pemuda itu tidak kembali, kita harus 
melaksanakan hukuman itu kepada Abu Dzar." Mendengar kata-kata tersebut, setiap 
orang yang hadir di sana mulai menangis, karena Abu Dzar, orang yang berakhlak 
sempurna dan bertingkah laku sangat terpuji, merupakan cahaya dan inspirasi 
bagi semua penduduk Madinah.
Ketika hari ketiga itu mulai berakhir, kegemparan, kesedihan dan kekaguman 
orang-orang mencapai puncaknya. Tiba-tiba pemuda itu muncul. Dia datang dengan 
berlari dan dalam keadaan penat, berdebu dan berkeringat. "Aku mohon maaf 
karena telah membuat Anda khawatir," dia berkata terengah-engah, "Maafkan aku 
karena baru tiba pada menit terakhir. 
  Terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Padang pasir sangatlah panas dan 
perjalanan ini teramat panjang. Sekarang aku telah siap, laksanakanlah 
hukumanku."
  
Kemudian dia berpaling kepada kerumunan massa dan berkata, "Orang yang beriman 
selalu menepati ucapannya. Orang yang tidak dapat menepati kata-katanya sendiri 
adalah orang munafik. Siapakah yang dapat melarikan diri dari kematian, yang 
pasti akan datang cepat atau lambat? Apakah saudara-saudara berpikir bahwa aku 
akan menghilang dan membuat orang-orang berkata, "Orang-orang Islam tidak lagi 
menepati ucapannya sendiri?"
  
Kerumunan massa itu kemudian berpaling kepada Abu Dzar dan bertanya apakah ia 
sudah mengetahui sifat yang terpuji dari pemuda tersebut. Abu Dzar menjawa, 
"Tidak, sama sekali. Tetapi, saya tidak merasa mampu untuk menolaknya ketika 
dia memilih saya, karena hal itu sesuai dengan asas-asas kemuliaan. Haruskah 
saya menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tak ada lagi perasaan haru 
dan kasih sayang yang tersisa dalam Islam?"
  
Hati dan perasaan kedua penuduh itu tersentuh dan bergetar. Mereka lalu menarik 
tuduhannya, seraya berkata, "Apakah kami harus menjadi orang yang membuat 
rakyat berkata bahwa tiada lagi rasa belas kasihan di dalam Islam?"
  
sekian. 
salam
Sumarah Wahyudi

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


  
NB:
sumber buku FUTUWWAH.
Bila Anda masih peduli korban gempa di Klaten
bantulah saya untuk merenovasi rumah saya yang hancur
No. Rekening: 33-23-5896. BRI Unit Klaten Wedi a/n Wahyudi.
agar saya bisa mensyiarkan Islam sebagai keindahan untuk manusia dan alam 
semesta dengan tenang dan khusus.
   
   
   

       
---------------------------------
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

Kirim email ke