JAIM itu apa sih..?? Apakah JAIM itu sama dng JANCUK....qe qe qeeee..sorry nge-joke... Salam AL-Pacitan
-----Original Message----- From: keluarga-islam@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of gotholoco Budaya "Jaimul JAIM" bukan hanya melanda kehidupan Ibukota Jakarta, namun sudah merasuk ke seluruh pelosok kota di Indonesia. Ini akibat pengaruh Media TV plus Otonomi Daerah yang salah kaprah. Juga merupakan warisan dari sejarah Orde Baru, melihat dan memandang manusia dari materi atau kebendaan belaka. Orang sukses dan orang berhasil hanya di ukur dari seberapa banyak harta dipunyai oleh orang tersebut. Solusinya? Seperti yang digagas Kang Ramdan, beragama secara sederhana. Salam --- In keluarga-islam@ <mailto:keluarga-islam%40yahoogroups.com> yahoogroups.com, Ananto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Masyarakat Jakarta yang cenderung "jaim" > > Salam, > > Masyarakat Jakarta, untuk sebagian besar, cenderung "jaim" atau jaga image. > Alias malu tampak "rombeng", walaupun keadaan sehari-harinya di rumah adalah > rombeng. Mereka berusaha tampak keren, walaupun dengan resiko "besar pasak > ketimbang tiang". > > Itu kata-kata yang selalu saya katakan pada isteri saya setiap kali naik > kereta umum di Boston. > > Sejak dua tahun ini tinggal di Amerika, beberapa kebiasaan sehari-hari > masyarakat Amerika, terutama Boston, menjadi perhatian saya dan isteri, > entah yang baik atau jelek. > > Yang baik antara lain kecenderungan masyarakat di sini yang tak terlalu > "jaim". Saat saya melihat sejumlah profesor saya, baik di Boston University > (watu saya masih di sana setahun lalu), atau di Harvard University, naik > sepeda, saya terhenyak. > > Suatu hari, saya datang ke kantor profesor saya di Harvard, Shahab Ahmad. Di > pojok kantornya yang sempit, saya lihat sepeda "onthel". Saya agak kaget, > seraya berkata dalam hati, "Apakah hal seperti ini mungkin terjadi pada > profesor di Indonesia?" > > Setiap hari, saya selalu mengantar anak sekolah. Terbawa kebiasaan dari > Jakarta, saya sering mengantar anak ke sekolah dengan mobil. Di jalan, saya > melihat beberapa anak dari keluarga kaya berangkat ke sekolah dengan jalan > kaki, walaupun rumah mereka cukup jauh dari sekolah. Saya menjadi malu > sendiri. > > Di sini, jalan kaki adalah "sport" gratis yang dilakukan oleh hampir semua > penduduk Amerika. Orang-orang, entah dengan senang hati atau "menggerundel", > jalan kaki berblok-blok. Pemandangan orang-orang yang memakai jas resmi > jalan kaki di tempat-tempat umum lazim saya lihat setiap hari. Mereka tak > perlu "jaim". > > Saat saya pulang untuk liburan musim panas yang lalu, saya agak sedikit > "marah" pada isteri saya karena suka naik ojek dari rumah ke sebuah > supermarket kecil yang jaraknya kurang dari sekilo. Kenapa tidak jalan saja? > > Di Jakarta, ada tren untuk memiliki HP seri paling mutakhir. Begitu keluar > mode baru, semua orang ramai-ramai menukar yang lama dengan yang baru. Di > sini, saya melihat orang-orang memakai HP Nokia seri lama yang di Jakarta > dulu sering disebut sebagai HP sejuta umat. Saat HP itu saya bawa pulang > kemarena ke Jakarta, adik saya bilang, "Kok dari Amerika pegang HP "katrok" > kayak gitu?" Saya hanya terbengong-bengong. > > Banyak sekali masalah di Jakarta ini timbul karena "mentalitas" penduduk > Jakarta yang cenderung kian memperuwet keadaan. > > Saya tahu, orang malas jalan kaki bukan semata-mata karena mentalitas, > tetapi karena keadaan tak mendukung. > > Tetapi, saya juga percaya bahwa mentalitas sering kali terus bertahan walau > keadaan materiil di luar sana sudah berubah. > > UAA > Department of Near Eastern Languages and Civilizations > Harvard University >