--- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "banganut" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
--deleted-- 
> Lalu Pahala bacaan al-qur'an atau pahala amal kita lainnya. lalu 
kita
> hadiahkan kepada yang sudah meninggal. Apakah sampai ? Ini adalah
> perkara pengembangan dari persoalan syar'i yang ada jadi tinggal 
> bagaimana akal menangkap nilai-nilai syar'i itu sendiri.
> 
> wassalam
> 
> anut
> 

Penjelasan yg menarik dari Bang Anut. Membahas masalah khilfiyah 
memang tidak akan pernah selesai. Masing2 memaparkan argumen dari 
sumbernya masing2. Terkadang penjelasannya berasal dari Ulama yang 
sama, tapi isinya bisa berbeda. Di Kitab A katanya Imam anu 
menghukuminya sunnah, tapi di Kitab B imam tersebut katanya 
menghukumi kebalikannya.. :)

Untuk masalah khilafiyah seperti ini, memang sebaiknya kita dapat 
berlapang dada menerima perbedaan2 tersebut dengan tidak merasa diri 
yang paling benar dan menganggap yang lain bid'ah.

Berikut penjelasan yang cukup baik dari para ustadz di syariahonline 
mengenai masalah ini:

-------

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdo'a dan menghadiahkan 
pahala ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia. Masalah ini 
seringkali menjadi titik perbedaan antara berbagai kelompok 
masyarakat. Dan tidak jarang menjadi bahan perseteruan yang berujung 
kepada terurainya benang persaudaraan.

Seandainya umat Islam ini mau duduk bersama mengkaji semua dalil 
yang ada, seharusnya perbedaan itu bisa disikapi dengan lebih dewasa 
dan elegan.

Kita akan mempelajari tiga pendapat yang terkait dengan masalah ini 
lengkap dengan dalil yang mereka pakai. Baik yang cenderung 
mengatakan tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah wafat, 
atau yang mengatakan sampai atau yang memilah antara keduanya. 
Sedangkan pilihan anda mau yang mana, semua kembali kepada anda 
masing-masing.

1. Pahala Tidak Bisa Sampai

Orang mati tidak bisa menerima pahala ibadah orang yang masih hidup. 
Dalil atau hujjah yang digunakan adalah berdasarkan dalil:

`Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa 
orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain 
apa yang telah diusahakannya` (QS. An-Najm:38-39)

`Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan 
kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan` 
(QS. Yaasiin:54)

`Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat 
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya`. (QS. Al Baqaraah 286)

Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang 
mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa 
mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:

`Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali 
tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo'akannya atau 
ilmu yang bermanfaat sesudahnya` (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, 
Nasa'i dan Ahmad).

Bila Anda menemukan orang yang berpendapat bahwa orang yang sudah 
wafat tidak bisa menerima pahala ibadah dari orang yang masih hidup, 
maka dasar pendapatnya antara lain adalah dalil-dalil di atas.

Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena 
memang ada juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada 
kemungkinan sampainya pahala ibadah yang dikirmkan / dihadiahkan 
kepada orang yang sudah mati.

2. Ibadah Maliyah Sampai Dan Ibadah Badaniyah Tidak Sampai

Pendapat ini membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. 
Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji, bila diniatkan 
untuk dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal akan sampai 
kepada mayyit.

Sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur'an tidak 
sampai. Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab 
Syafi'i dan pendapat Madzhab Malik.

Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori 
ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu 
hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk 
menggantikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:

`Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang 
lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan 
orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak 
satu mud gandum` (HR An-Nasa'i).

Namun bila ibadah itu menggunakan harta benda seperti ibadah haji 
yang memerlukan pengeluaran dana yang tidak sedikit, maka pahalanya 
bisa dihadiahkan kepada orang lain termasuk kepada orang yang sudah 
mati. Karena bila seseorang memiliki harta benda, maka dia berhak 
untuk memberikan kepada siapa pun yang dia inginkan. Begitu juga 
bila harta itu disedekahkan tapi niatnya untuk orang lain, hal itu 
bisa saja terjadi dan diterima pahalanya untuk orang lain. Termasuk 
kepada orang yang sudah mati.

Ada hadits-hadits yang menjelaskan bahwa sedekah dan haji yang 
dilakukan oleh seorang hamba bisa diniatkan pahalanya untuk orang 
yang sudah meninggal. Misalnya dua hadits berikut ini :

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal 
dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW 
unntuk bertanya:` Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah 
meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya 
bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, 
Saad berkata:` saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku 
sedekahkan untuknya` (HR Bukhari).

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada 
Nabi SAW dan bertanya:` Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun 
belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji 
untuknya ? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu 
mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ? bayarlah hutang Allah, 
karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)

3. Semua Jenis Ibadah Bisa Sampai

Do'a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk 
mayyit berdasarkan dalil berikut ini:

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), 
mereka berdo'a :` Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-
saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami` (QS Al Hasyr: 
10)

Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena 
mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman 
sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal 
dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.

a. Shalat Jenazah.

Tentang do'a shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda:

`Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW -
 setelah selesai shalat jenazah-bersabda:` Ya Allah ampunilah 
dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, 
muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah 
dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan 
sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya 
tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang 
lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari 
pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka` 
(HR Muslim).

b. Doa Kepada Mayyit Saat Dikuburkan

Tentang do'a setelah mayyit dikuburkan, Rasulullah SAW bersabda:

Dari Ustman bin `Affan ra berkata:` Adalah Nabi SAW apabila selesai 
menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda:` mohonkan ampun 
untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena 
sekarang dia sedang ditanya` (HR Abu Dawud)

c. Doa Saat Ziarah Kubur

Sedangkan tentang do'a ziarah kubur antara lain diriwayatkan 
oleh `Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW:

`Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur ? 
Rasul SAW menjawab, `Ucapkan: (salam sejahtera semoga dilimpahkan 
kepada ahli kubur baik mu'min maupun muslim dan semoga Allah 
memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang 
dan sesungguhnya -insya Allah- kami pasti menyusul) (HR Muslim).

d. Sampainya Pahala Sedekah Untuk Mayit

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal 
dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW 
unntuk bertanya:` Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah 
meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya 
bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, 
Saad berkata:` saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku 
sedekahkan untuknya` (HR Bukhari).

e. Sampainya Pahala Saum Untuk Mayit

Dari `Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:` Barang siapa yang 
meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya 
berpuasa untuknya` (HR Bukhari dan Muslim)

f. Sampainya Pahala Haji Badal Untuk Mayit

Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada 
Nabi SAW dan bertanya:` Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun 
belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji 
untuknya ? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu 
mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ? bayarlah hutang Allah, 
karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)

g. Membayarkan Hutang Mayit

Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun 
bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah dimana ia telah 
menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. 
Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:

Artinya:` Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya` (HR Ahmad)

h. Dalil Qiyas

Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan 
kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan 
sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di 
waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah 
memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti 
membaca Alqur'an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, 
karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, 
dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana 
tidak sampai pahala membaca Alqur'an yang berupa perbuatan dan niat.

Menurut pendapat ketiga ini, maka bila seseorang membaca Al-Fatihah 
dengan benar, akan mendatangkan pahala dari Allah. Sebagai pemilik 
pahala, dia berhak untuk memberikan pahala itu kepada siapa pun yang 
dikehendakinya termasuk kepada orang yang sudah mati sekalipun. Dan 
nampaknya, dengan dalil-dalil inilah kebanyakan masyarakat di negeri 
kita tetap mempraktekkan baca Al-Fatihah untuk disampaikan pahalanya 
buat orang tua atau kerabat dan saudra mereka yang telah wafat.

Tentu saja masing-masing pendapat akan mengklaim bahwa 
pendapatnyalah yang paling benar dan hujjah mereka yang paling kuat. 
Namun sebagai muslim yang baik, sikap kita atas perbedaan itu tidak 
dengan menjelekkan atau melecehkan pendapat yang kiranya tidak sama 
dengan pendapat yang telah kita pegang selama ini. Karena bila hal 
itu yang diupayakan, hanya akan menghasilkan perpecahan dan 
kerusakan persaudaraan Islam.

Sudah waktunya bagi kita untuk bisa berbagi dengan sesama muslim dan 
berlapang dada atas perbedaan / khilafiyah dalam masalah agama. 
Apalagi bila perbedaan itu didasarkan pada dalil-dalil yang memang 
mengarah kepada perbedaan pendapat. Dan fenomena ini sering terjadi 
dalam banyak furu` (cabang) dalam agama ini. Tentu sangat tidak 
layak untuk menafikan pendapat orang lain hanya karena ta`asshub 
atas pendapat kelompok dan golongan saja.

****



Kirim email ke