Istri diminta menutup wajah

Pertanyaan:

Dear Ustadz, semoga senantiasa dlm lindungan Allah. Aamiin.
Bersyukur saya memiliki istri yang sholehah & sedap dipandang, namun
dibalik itu ada satu kekhawatiran saya sebagai suami ketika istri
berada di jalan. Banyak mata laki-laki yang memandangnya membuat saya
berinisiatif memintanya sesekali untuk menutupi wajahnya dengan sapu
tangan/slayer terutama saat naik motor.

Pertanyaannya :
1. Salahkah saya bila hal ini saya biarkan saja, mengingat ikhtilat yg
diperkenankan hanya dlm jual beli, meminang dan pendidikan. ?
2.Benarkah ada hadits yg mengharamkan syurga bagi seorang suami
disebabkan diamnya suami saat istrinya memamerkan auratnya.?
3. Dosakah istri bila selalu menolak perintah suami untuk sekedar
menutup wajahnya.?
Demikian Ustadz, mohon jawabannya mengingat hal ini berpeluang menjadi
potensi KONFLIK diantara kami.
Jazakumullah khairan katsir..
Wassalamu'alaykum wr wb
Djundi

Djundi

Jawaban:

Assalamu alaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin wash-shalatu
wassalamu ala asyrafil Anbiya wal Mursalin wa ba'du:

Saudara Djundi, pertanyaan pertama tentang ikhtilath yang Anda
masudkan kurang jelas. Jika yang dimaksud dengan ikhtilath tersebut
adalah adanya persentuhan dan campur baur yang bisa menimbulkan fitnah
besar maka tentu saja tidak boleh.

Sementara yang kedua, memang benar bahwa ada tiga orang yang tidak
akan masuk sorga seperti yang disabdakan oleh Nabi saw: (1) orang yang
durhaka kepada orang tuanya (2) dayyûts (orang yang tidak cemburu
manakala aib atau aurat isterinya terlihat) (3) serta wanita yang
berpenampilan seperti laki-laki. (HR al-Hâkim).

Lalu ketiga, terkait dengan menutup wajah, pada dasarnya menutup wajah
dalam Islam tidak wajib karena bukan merupakan aurat wanita.
Allah befirman,
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya (QS Nur: 31).

Berdasarkan riwayat yang berasal dari Ibn Abbas ra. Para ulama ahli
tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak" adalah wajah,
cincin dankedua telapak tangan. Riwayat yang lain yang berasal dari
Anas disebutkan, "Telapak tangan dan cincin (termasuk jari-jari)."
Menurut Ibn Hazm semuanya benar.

Karena perbedaan tafsir mengenai kalimat bagian yang biasa nampak maka
para ahli fikih juga berbeda dalam menentukan batas aurat wanita. Di
antara mereka ada yang berpendapat aurat wanita adalah seluruh
tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Namun ada pula yang
berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah, dua
telapak tangan, dua telapak kaki, dan letak gelang kaki (di atas tumit
dan di bawah mata kaki). Sementara ada pula yang berpendapat bahwa
aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah.

Dari sejumlah pendapat di atas, tidak ada yang menetapkan wajah atau
muka sebagai aurat. Jadi, menurut Alquran dan hadis Rasul wajah tidak
termasuk aurat wanita.
Lalu terkait dengan firman Allah yang berbunyi, dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya menurut Ibn Hazm wanita boleh membuka
wajahnya sebab yang diperintahkan oleh Allah adalah menutupkan kain
kerudung ke dada; Allah tidak memerintahkan menutup muka dengan kerudung.

Ada sebuah riwayat yang berasal dari Ibn Abbas yang berbunyi,
Seorang perempuan dari Khats'am saat Hajjatul wada bertanya kepada
Rasulullah mengenai suatu masalah. Ketika itu beliau (Nabi) berada di
atas punggung unta dan Al-Fadhl ibn Abbas membonceng di belakang
beliau. Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa al-Fadhl menoleh ke arah
wanita itu yang memang tampak cantik. Mengetahui hal itu Rasulullah
langsung memalingkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Al-Abbas melihat
peristiwa tersebut dan bertanya, "Ya Rasulullah mengapa engkau memutar
leher anak pamanmu sendiri?" Beliau menjawab, "Aku melihat seorang
pemuda dan pemudi (saling melihat). Keduanya tidak aman dari godaan
setan." (HR Bukhari Muslim).

Dari riwayat di atas para ulama menyimpulkan:
-pria boleh melihat wanita (yang bukan mahramnya) selama diperkirakan
tidak terjerumus ke dalam fitnah.
-Rasul saw. tidak menyuruh perempuan tadi menutup wajahnya dan jika
wajahnya tertutup tentu al-Fadhl tidak akan bisa melihat kecantikannya.

Demikian hukumnya jika dalam kondisi normal. Akan tetapi, hukumnya
bisa berubah; yakni menutup wajah menjadi sebuah keharusan kalau
dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Jadi tergantung kepada illah (sebab)
kondisi dan situasi. Apabila pertimbangannya adalah kemungkinan besar
terjatuh pada fitnah jika tidak ditutup maka menjadi wajib.
Dan apabila kondisinya norma, maka sifatnya pilihan. Dalam hal ini,
kami menyarankan agar hal ini dibicarakan baik-baik antar suami isteri
dan kalau memang mendesak hendaknya sang isteri mengikuti perintah
suami. Sebab, isteri memang merupakan "milik suami."

Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb. 

Reply via email to