Kalau bertamu dalam kondisi berpuasa sunah Pertanyaan:
Assalamualaikum ustafd, Saya puasa senin kemis, kata teman kalau kita sedang bertamu lalu mereka menyuguhkan minum atau makanan maka saya wajib membatalkan puasa. Benarkah demikian? Sampai sejauh mana hal itu dilakukan? apakah kalau tiap saya diajak/ditraktir teman saya harus membatalkan puasa sunnah? Jazakallah. Rijal Jawaban: Assalamu alaikum wr.wb. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua. Membatalkan puasa sunah lantaran mendapat tawaran makan adalah persoalan yang banyak dipertanyakan oleh masyarakat. Paling tidak ada dua pendapat terkait dengan hal tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa membatalkan puasa sunah tidak diperbolehkan kecuali jika ada alasan syar'i. Alasannya, ia adalah bentuk taqarrub. Karena itu harus dijaga jangan sampai batal. Dalilnya adalah firman Allah yang berbunyi, "Jangan kalian membatalkan amal kalian." (Q.S. Muhammad: 33). Karena itu, menurut mazdhab Hanafi dan Maliki kalaupun puasa tadi dibatalkan karena sebab tertentu, misalnya mendapat tawaran makan dari tuan rumah, maka puasa yang dibatalkan tadi harus diganti dengan puasa di hari yang lain. Dalilnya adalah hadis riwayat Aisyah ra. yang berkata, "Saya dan Hafshah sedang berpuasa. Lalu, kami berdua ditawari makanan yang mengundang selera. Maka, kamipun memakannya. Tidak lama kemudian Rasulullah datang. Hafshah lebih dulu bertanya kepada beliau, "Kami tadinya berpuasa. Lalu, kami ditawari makanan yang mengundang selera sehingga kamipun memakannya." Mendengar hal itu beliau berkata, "Gantilah puasa tadi di hari yang lain." (H.R. al-Tirmidzî 3/103). Pendapat kedua menyatakan bahwa puasa sunah tersebut boleh dibatalkan tanpa wajib diganti. Pendapat ini menjadi pegangan madzhab Syafi'I dan dan Hambali. Pendapat ini diperkuat oleh sejumlah riwayat: 1. suatu ketika Aisyah ra. berkata, "Wahai Rasulullah, kita diberi hiys (kurma yang dicampur dengan samin dan susu)." Beliau berkata, "Bawalah kemari. Tadinya aku berpuasa." Beliaupun memakannya. Dalam riwayat al-Nasâ'i ada tambahan yang berbunyi, "Puasa sunah seperti orang yang mengeluarkan hartanya untuk sedekah. Ia bisa terus mengeluarkannya dan bisa pula menahannya." (H.R. Muslim dan tambahan al-Nasâ'i terdapat dalam Sunan-nya. 2. Abû Sa'id al-Khudzri ra. berkata, "Aku membuatkan makanan untuk Rasulullah saw. Lalu, beliau datang bersama sejumlah sahabatnya. Ketika makanan dihidangkan, ada dari mereka yang berkata, `Saya sedang berpuasa.' Mendengar hal tersebut, Rasulullah bersabda, `Saudaramu telah mengundangmu dan telah berusaha menjamumu. Berbukalah! Gantilah puasa tersebut di hari yang lain jika engkau mau.'"(H.R. al-Bayhaqi). Atas dasar itu, menurut pendapat yang kedua ini, karena puasanya adalah puasa sunah ia tidak wajib diganti. Akan tetapi, menggantinya hanya bersifat anjuran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membatalkan puasa sunnah lantaran disuguhi makanan tidaklah wajib. Artinya puasa tadi boleh dibatalkan dan boleh tidak. Jika dibatalkan, maka menurut pendapat pertama harus diganti dan menurut pendapat kedua tidak wajib diganti, namun sebaiknya diganti. Wallahu a'lam bi al-shawab. Wassalamu alaikum wr. Wb.