Nuzulul Quran Oleh: KH. A Mustofa Bisri
Sabar saat Ditimpa Musibah, ''BARANGSIAPA yang Aku ambil orang yang dicintainya dari penduduk dunia kemudian dia (bersabar sambil) mengharapkan pahala (dari-Ku), maka Aku akan menggantinya dengan surga.'' (Al-Hadis) BULAN Ramadan menjadi sangat istimewa terutama karena pada bulan ini, kitab suci Alquran turun, nuzuulu Alquran Alkariim. Itulah antara lain sebabnya--menurut beberapa hadis sahih-- setiap malam bulan Ramadan, malaikat Jibril turun menemui Rasulullah SAW untuk ''bertadarus'' bersama. Alquran boleh jadi merupakan satu-satunya kitab suci Allah yang paling banyak dihafal dan dibaca. Alquran dibaca tanpa mengerti artinya pun mendatangkan pahala. Mereka yang membacanya dengan lancar dijanjikan akan bersama-sama para rasul yang mulia dan mereka yang membacanya gratul-gratul, tidak lancar akan diganjar dobel. Demikian menurut hadis sahih riwayat Imam Muslim dari sayyidah A'isyah ra. Alquran adalah Kalamullah yang juga selalu dikatakan oleh setiap muslim--dan seharusnya memang--menjadi pedoman hidup. Bahkan Alquran yang turun secara bertahap telah membentuk kepribadian pemimpin agung Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW yang diibaratkan sebagai ''Alquran berjalan'' adalah sosok manusia teladan yang sempurna. Rasulullah SAW yang diutus Allah semata-mata untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur, al-akhlaaqul kariimah, adalah orang yang paling luhur akhlaknya. Rasulullah-lah orang pertama yang mengamalkan Alquran. Meskipun kita, kaum muslimin, tidak menangi, tidak mengalami hidup bersama Kanjeng Nabi Muhammad SAW, sebenarnya kita pun tidak kesulitan mengikuti jejak dan meneladaninya. Karena Alquran yang menjadi pedoman, secara otentik masih ada di tengah-tengah kita. Apalagi sejarah tentang pribadi Rasulullah SAW dengan mudah kita dapatkan dan baca. Tapi mengapa kita--termasuk banyak tokoh yang dianggap pemimpin--kaum muslimin seperti tidak menggunakan Alquran sebagai pedoman dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan hidup? Rasulullah SAW misalnya, sesuai firman Allah SWT dalam Alquran, tidak pernah tertipu oleh dunia dan kemilau materi, tapi kita--termasuk yang dijuluki pemimpin agama--masih banyak yang tergiur dunia dan menganggap materi sebagai yang paling pokok. Rasulullah SAW, sesuai firman Allah dalam Alquran, sangat santun dan lembut, apabila berbicara tidak kasar, tapi ada saja di antara kita kiai atau ustad--bahkan hafal Alquran--yang dengan fasih mencaci-maki orang. Rasulullah SAW, sesuai ajaran Alquran, bila beramar makruf nahi munkar, dilandasi kasih sayang, dengan cara makruf dan tidak munkar; bicaranya tidak pernah menyinggung pribadi. Tapi sekarang, ada saja--dan mungkin banyak--mereka yang dijuluki da'i, sarjana agama, bila beramar makruf nahi munkar dilandasi kebencian, tidak dengan cara makruf dan belum merasa puas bila tidak melukai pribadi-pribadi. Mengapa? Mungkin hal ini semua bisa dikembalikan kepada sikap kita terhadap Alquran selama ini. Jangan-jangan, selama ini, kitab suci itu hanya lebih kita anggap sebagai jimat, atau untuk nyuwuk, atau hanya kita baca setiap Ramadan secara ngebut seperti mengejar setoran (Toh sudah dapat pahala). Atau lebih jauh, Alquran kita telaah untuk mencari dalil pembenar bagi sikap atau kepentingan duniawi kita. Itulah sebabnya beberapa kali saya mengusulkan agar MUI--daripada hanya mengeluarkan fatwa-fatwa kontroversial--melakukan survei yang serius tentang perlakuan kaum muslimin terhadap kitab sucinya. Kaum muslimin yang mayoritas di negeri ini, berapa persenkah yang membaca Alquran? Dari sekian persen yang membacanya, berapa persen yang mengerti maknanya? Dari sekian persen yang mengerti maknanya itu, berapa persen yang mengamalkannya? Kalau MUI atau organisasi-organisasi Islam yang lain tidak mampu, bisa minta tolong kepada salah satu lembaga-lembaga survei yang biasa mensurvei hasil pemilu atau pilkada itu. Jika hal itu dilakukan, insya Allah hasilnya akan bisa menjawab banyak pertanyaan; misalnya, kenapa banyak kaum muslimin yang kelakuannya bertentangan dengan Alquran dan tidak sesuai dengan teladan Rasul mereka, seperti beberapa yang saya contohkan di atas. Dan tidak mustahil hasil survei itu bisa menjadi bahan utama untuk memecahkan banyak permasalah bangsa; mengingat bahwa kaum muslimin, pemilik Alquran, adalah mayoritas penduduk negeri ini. Wallahu a'lam. [] Penulis adalah pemimpin Pondok Pesantren Roudhotut Thalibin, Rembang.