Menghiasi Ramadhan Dengan Mendalami Islam


Sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com/




Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai
keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Apa yang diyakini oleh
seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam,
boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan
berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga
berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan
hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai ajaran,
agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari
Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak
sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara
sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (masuk akal), bisa juga
dengan perasaan (rasa kebenaran). Kerinduan manusia terhadap kebenaran
ilahiyah bagaikan api yang selalu menuju keatas. Seberapa tinggi api
menggapai ketingian dan seberapa lama api itu bertahan menyala
bergantung pada bahan bakar yang tersedia pada
setiap orang. Ada orang yang tak pernah berhenti mencari kebenaran,
ada juga yang tak tahan lama, ada orang yang kemampuannya menggapai
kebenaran sangat dalam (atau tinggi), tetapi ada yang hanya bisa
mencapai permukaan saja.

Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur
tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi berisi perintah
dan larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangan keras (haram),
ada juga perintah anjuran (sunnat) dan larangan anjuran (makruh).

Sumber hukum dalam Islam adalah al Qur'an, tetapi al Qur'an hanya
mengatur secara umum, karena al Qur'an diperuntukkan bagi semua
manusia sepanjang zaman dan diseluruh pelosok dunia. Detail hukum
kemudian dirumuskan dengan ijtihad. Karena sifatnya yang regional dan
"menzaman" maka fatwa hukum bisa bisa berbeda-beda , ada yang
menganggap bahwa hasil ijtihadnya itu sebagai hukum Tuhan, dan ada
yang menganggap bahwa dalam hal detail tidak ada hukum Tuhan.


Memahami Ajaran Islam Dengan Pembidangan

Pembidangan yang sangat populer dari ajaran Islam adalah Aqidah,
Syari`ah dan Akhlak, masing-masing sebagai subsistem dari sistem
ajaran Islam. Artinya aqidah tanpa syari'ah dan akhlak adalah omong
kosong, demikian juga syari`ah harus berdiri diatas pondasi aqidah,
dan keduanya haruslah dijalin dengan akhlak. Syari'ah tanpa akhlak
adalah kemunafikan, akidah tanpa akhlak adalah kesesatan.



Aqidah

Secara harfiah, `aqidah artinya adalah sesuatu yang mengikat, atau
terikat, tersimpul (bandingkan istilah `aqad nikah). Sedangkan sebagai
istilah, `aqidah Islam adalah sistem kepercayaan dalam Islam. Mengapa
disebut `aqidah, karena kepercayaan itu mengikat penganutnya dalam
bersikap dan bertingkah laku. Orang yang kuat akidahnya (keyakinannya)
terhadap keadilan Tuhan, maka keyakinan itu mengikatnya dalam bersikap
terhadap suatu nilai (misalnya berkorban dalam perjuangan) dan
selanjutnya mengikat perilakunya (misalnya tidak mau kompromi terhadap
kezaliman). Sebaliknya orang yang tidak kuat keyakinannya kepada
keadilan Tuhan (ikatannya longgar) ia mudah menyerah dalam berjuang
dan bisa dinegosiasi untuk toleran terhadap penyimpangan, mudah
terpancing untuk membalas dendam dengan cara yang menyimpang dari aturan..

Sistem kepercayaan ini akhirnya berkembang menjadi ilmu, disebut ilmu
Tauhid atau ilmu ushuluddin. Ilmu Tauhid berbicara tentang Rukun
Imanyang enam (iman kepada Tuhan, malaikat, Rasul, Kitab Suci, Hari
akhir dan takdir). Kajian filosofis dari ilmu Tauhid disebut Ilmu
Kalam, disebut juga Theologi (ilmu yang berbicara tentang ketuhanan).

Secara garis besar, theologi Islam dapat dibagi menjadi dua type,
yaitu Jabbariah dan Qadariah. Jabbariah lebih menekankan pada
kekuasaan Tuhan Yang Maha Mutlak sehingga menempatkan manusia pada
posisi seperti wayang yang segalanya tergantung kepada dalang. Manusia
tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan perbuatannya, oleh karena
itu seseorang masuk sorga atau neraka itu bukan karena prestasinya,
tetapi sepenuhnya kehendak Tuhan. Faham Qadariyah lebih menekankan
sifat keadilan Tuhan , oleh karena itu manusia ditempatkan dalam
posisi yang memiliki kekuasaan untuk menentukan perbuatannya, dan
dengan keadilan Nya, Tuhan akan memberi pahala kepada yang berbuat
baik dan menghukum yang berdosa.

Secara sosial, penganut theologi Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Sunny dan Syi`ah. Golongan Sunny memandang semua manusia sama di depan
Tuhan, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Nya, oleh karena
itu setiap muslim dari manapun memiliki hak yang sama untuk menjadi
pemimpin sepanjang memenuhi syarat. Golongan Sunny memandang empat
sahabat besar (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) dalam posisi yang
setara dan sah kekhalifahannya.

Sedangkan golongan Sunny mengklaim adanya hak-hak istimewa keturunan
Nabi-dalam hal ini anak-anak Ali bin Abi Thalib melalui ibu Fatimah
(puteri Nabi) sebagai pewaris syah kepemimpinan ummat Islam. Abu
Bakar, Umar dan Usman dinilai merampas hak-hak politik Ali bin Abi
Thalib. Anak cucu Ali bin Abu Thalib kemudian disebut sebagai
golongan Alawiyyin atau secara sosiologis di Indonesia disebut habaib.
Syi`ah itu sendiri artinya golongan, dan sepanjang sejarah Islam,
kelompok ini selalu menjadi korban politik karena mereka sangat
potensil mengobarkan semangat oposisi terhadap penguasa Sunny. Baru di
Iran theologi Syi`ah mewujud dalam bentuk Pemerintahan Republik Islam
Iran, yang dibangun dengan konsep wilayat al faqih
(otoritas ulama) dimana para mullah (kelompok Alawiyyin yang terdidik)
memiliki hak-hak istimewa politik (disebut imamat) dengan puncaknya
Ayatullah al `Uzma (pertama Imam Khumaini kemudian digantikan Khameini).


Syari`ah

Secara harfiah, syari`ah artinya jalan, sedangkan sebagai istilah
keislaman, syari`ah adalah dimensi hukum atau peraturan dari ajaran
Islam. Mengapa disebut syari`ah adalah karena aturan itu dimaksud
memberikan jalan atau mengatur lalu lintas perjalanan hidup manusia.
Lalu lintas perjalanan hidup manusia itu ada yang bersifat vertikal
dan ada yang bersifat horizontal, maka syari'ah juga mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan dan hubungan menusia dengan sesama manusia.
Aturan hubungan manusia dengan Tuhan berujud kewajiban manusia
menjalankan ritual ibadah (Rukun Islam yang lima). Aturan
dalam ritual ibadah berisi ketentuan tentang syarat, rukun, sah,
batal, sunnat (dalam haji ada wajib), makruh. Prinsip ibadah itu
tunduk merendah kepada Tuhan, tidak banyak mempertanyakan kenapa
begini dan begitu, pokoknya siap mengerjakan perintah dan tidak berani
melanggar sedikitpun.

Sedangkan lalu lintas pergaulan manusia secara horizontal disebut
mu`amalah. Prinsip bermu`amalah adalah saling memberi manfaat,
mengajak kepada kebaikan universal (alkhair) , memperhatikan norma-
norma kepatutan (al ma`ruf) dan mencegah kejahatan tersembunyi (al
munkar). Karena manusia sangat heterogin, maka aturan bermu`amalah
sifatnya dinamis, dan merespond perubahan, dengan prinsip-prinsip (1)
pada dasarnya agama itu tidak picik, mudah dan tidak mempersulit
(`adam al haraj). (2) memperkecil beban, tidak untuk memberatkan
(attaqlil fi at taklif), dan (3) pengetrapan aturan hukum secara
bertahap (at tadrij fi at tasyri`). Karena adanya prinsip-prinsip
inilah maka peranan manusia –dalam hal ini ulama- dalam merumuskan
aturan-aturan syari`at sangat besar dalam bentuk ijtihad, yakni dengan
akal dan hatinya merumuskan ketentuan-ketentuan hukum berdasarkan al
Qur'an dan hadis . Al Qur'an menjelaskan sangat detail tentang waris,
tetapi selebihnya hanya dasar-dasarnya saja yang disebut. Tentang
politik misalnya, al Qur'an tidak menentukan bentuk negara, apakah
republik atau kerajaan. Contoh pemerintahan Nabi dan khulafa Rasyidin
juga sangat terbuka untuk disebut kerajaan atau republik.

Dari sudut keilmuan, syari`ah kemudian melahirkan ilmu yang disebut
fiqh, ahlinya disebut faqih-fuqaha. Karena fiqh itu produk ijtihad
maka tidak bisa dihindar adanya perbedaan pendapat, maka lahirnya
pemikian mazhab; yang terkenal Syafi`i, Maliki, Hanafi dan Hambali.
Ulama yang tinggal di kota metropolitan pada umumnya memiliki
pandangan yang dinamis dan rationil, sedangkan ulama yang tinggal di
kota agraris (Madinah misalnya) pada umumnya puritan dan tradisional.

Kajian fiqh berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, maka disamping
ada fiqh ibadah, fiqh munakahat, fiqh al mawarits juga ada fiqh
politik (fiqh as siyasah), sekarang sedang dikembangkan fiqh sosial,
fiqh jender, fiqh Indonesia, fiqh gaul dan sebagainya.


Akhlak

Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat Islam. Kualitas
keberagamaan justeru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat
berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak
menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari
keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusyu`annya, berjuang dilihat
dari kesabaran nya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari
konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek dari mana
dan untuk apa, jabatan, dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan
bukan apa yang diterima.

Karena akhlak juga merupakan subsistem dari sistem ajaran Islam, maka
pembidangan akhlak juga vertikal dan horizontal. Ada akhlak manusia
kepada Tuhan, kepada sesama manusia, kepada diri sendiri dan kepada
alam hewan dan tumbuhan. Definisi akhlak adalah ; keadaan batin yang
menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir secara
spontan tanpa berfikir untung rugi. Kajian mendalam tentang akhlak
dilakukan oleh ilmu yang disebut ilmu tasauf.


Memahami Ajaran Islam Dalam Struktur ISLAM-IMAN-IHSAN

Dalam hadis yang terkenal dikisahkan adanya dialog malaikat Jibril
(yang menyamar menjadi tamu) dengan Nabi Muhammad tentang Islam, Iman
dan Ihsan. Nabi menerangkan bahwa Islam adalah syahadat , salat dst
(rukun Islam), Iman adalah percaya kepada Allah, malaikat dst (rukun
iman) sedangkan ihsan adalah kualitas hubungan manusia dengan Tuhan
(merasa melihat atau sekurang-kurangnya merasa dilihat oleh Tuhan
ketika sedang beribadah, an ta`budallaha ka annaka tarahu wa in lam
takun tarahu fa innahu yaraka). Konsep ihsanlah nanti yang menjadi
pijakan ilmu tasauf, yaitu rasa dekat dan komunikatip dengan Tuhan.

Sebagai sistem, teori struktur Islam-Iman –Ihsan dapat dimisalkan
sebagai buah kelapa dimana Islam adalah kulit, Iman adalah daging
kelapa, sedangkan ihsan adalah minyaknya, ketiganya saling
berhubungan. Kulit kelapa yang besar biasanya dagingnya besar dan
minyaknya banyak. Daging kelapa bertahan lama jika ia tetap terbungkus
kulitnya, jika dipisahkan maka ia cepat membusuk. Iman akan mudah
luntur jika tidak dilindungi oleh amaliah ibadah. Tetapi ada juga
kelapa yang kulitnya besar ternyata tidak ada dagingnya, dan apalagi
minyaknya (gabug). Demikian juga ada orang yang demontrasi Islamnya
sangat menonjol, tetapi kualitas imannya lemah, apalagi moralitasnya.


Sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com/


Salam Cinta,
agussyafii

Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
[EMAIL PROTECTED] atau http://mubarok-institute.blogspot.com






Kirim email ke