Kesederhanaan Sketsa Allah

Gemericik air dari sela-sela talangan  bambu memecah ke heningan malam, dingan 
yang terus merayap kesekujur tubuh seperti mencampakkan letih dan berlari 
menuju ruang mimpi, bergegas meninggalkan tepian ratapan karena jengah 
mendengar senandung kepiluan hati. Ranti nama anaknya itu yang baru saja 
selesai SMP yang sering membuatnya menghitung jejak doa yang belum terkabul. 
Dia terjebak dalam dua pilihan, banyak sebenarnya tapi dua itu yang 
mengahantuinya malam itu. Sulit bagi pak Karsa memutuskan, apakah membiarkan 
anaknya melenggang sendiri menampung percikan rejeki dari Allah lewat 
tangan-tangan tuan-tuan penghuni  Jakarta atau menerima lamaran pak Ananta 
saudagar kaya yang memang doyan daun muda, kencur muda dan sambel tarasi 
tentunya. Berbesankan saudagar itu tidak membuat pamor pak Karsa naik daun tapi 
paling tidak kebutuhan Ranti terpenuhi pikir pak Karsa  yang tidak 
memperhitungkan batin anaknya. Tetapi setelah mendengar keputusan Ranti yang 
memilih Jakarta tempat sandarannya, Pak Karsa tidak bisa berbuat apa-apa.

Sudah terbiasa bagi Ranti membungkam segala mimpi dan cita-cita karena takut 
terbangun dengan kekecewaan, keadaan orang tuanyalah yang menetapkan hatinya 
untuk melangkah ke Jakarta menjadi pembantu rumah tangga dari pada menghiasi 
kesedihan pada roman muka ayahnya karena tidak mampu membiayainya ke bangku 
SMU. Dia memang memiliki hak untuk mendapat pendidikan seperti yang sering di 
gaung-gaungkan oleh komnas ham atas anak, tetapi ranti berfikir bahwa dia juga 
berhak menunaikan kewajiban membantu orang tuanya , jika sudah demikian lalu 
apa lagi makna hak dan kewajiban ?

Sebelum berangkat Pak Karsa berdialog dengan Ranti anaknya tersebut. " Ran, apa 
yang hendak kau cari di Jakarta nak, kalo cuma untuk makan sehari-hari Insya 
Allah bapak masih bisa usahakan bahkan bapak juga akan berusaha mencari 
pinjaman agar kamu bisa meneruskan sekolah ". Ranti tidak berani menatap wajah 
ayahnya " Ranti tidak tau pak, jika takdir hanya bisa di ubah dengan usaha, 
maka peluang itu sulit Ranti dapatkan disini Pak " jawab ranti pelan, memang 
tidak ada yang tau sketsa Allah pada mozaik kehidupan kita. " Apa harapan 
tertinggimu terhadap peluang itu nak ?", " bisa membahagiakan Bapak sama Ibu " 
sahut Rani cepat " Tapi Bapak dan Ibu hanya bahagia jika kamu tidak 
meninggalkan kami " seru Pak Karsa. Ranti tidak bisa menjawab karena bisa akan 
berputar-putar disana. Terkadang kita sering menyembunyikan keinginan kita 
dibalik sebuah idealisme dan beranggapan bahwa keinginan orang lain bisa 
disamakan dengan apa yang kita inginkan. 

" Ranti mengerti pak, tapi disini Ranti akan lebih banyak bertawakal dari pada 
berikhtiar, mungkin tidak banyak yang bisa didapatkan di Jakarta tapi paling 
tidak Ranti ingin meyadari bahwa bumi Allah itu  maha luas untuk mencari 
rezeki" jawab ranti diplomatis karena di Tsanawiyah tempat dia menuntut ilmu 
dia memang salah satu the 'top rank' walau bukan the 'top one'. " berapa lama 
kamu disana nak dan apa yang kan kamu akan lakukan setelah mendapatkan apa yang 
kamu cari " tanya Bapaknya mulai meyerah dengan keputusan anaknya " mungkin 
setahun, dua tahun entahlah siapa yang tau hari esok, si tika yang di rt 
sebelah setahun di jakarta menikah dengan pedagang sayur yang sering lewat 
rumah tuannya, si nina anak pak Yadi baru dua minggu udh balik lagi, gak tahan 
di perlakukan tidak baik oleh majikannya, lain lagi fitri baru berangkat udh di 
tipu di terminal , siapa yang tau nasib orang pak, doakan saja Ranti baik-baik 
saja" terang Ranti panjang lebar

Setelah dua tahun menghilang, Ranti pulang kedesa dengan wajah yang jauh lebih 
dewasa seperti dipaksa melompati umurnya. Ranti menceritakan kekecewaan demi 
kekecewaan yang dialaminya mulai dari ditipu teman sampai menjadi korban 
trafficking di pulau bangka , melayani hawa keangkara murkaan  sang tuan-tuan 
penadah limpahan rezeki Tuhan, sampai kemudia ada yang menolong memulangkannya, 
Ranti tidak sanggup menceritakan lagi, terlalu panjang dan menyakitkan.

Di luar kesemuanya itu skenario Allah tetap  berjalan,  Pak Ananta saudagar 
kaya yang pernah melamar Ranti menjadi istri keduanya ternyata masih berminat 
meneruskan lamarannya yang tertunda selama dua tahun, Dia tidak perduli segala 
kisah yang menimpa Ranti. Justru hal ini katanya bisa menandakan bahwa dulu dia 
tidak pernah main-main apalagi Istri pertamanya tiga bulan yang lewat meninggal 
dunia karena sakit, dan akhirnya Ranti tidak menolak. 

Menjelang pernikahannya Ranti Berkata kepada ayahnya " Sekarang Bapak dan Ranti 
telah menjadi saksi atas rajutan mozaik hidup ini yang didisain secara indah 
oleh Allah, Fikiran kita sering mengaburkannya dengan bantahan-bantahan logika 
atas hak dan kewajiban, atas kebaikan dan keburukan dan atas nama penilaian 
orang lain, pada akhirnya bertekuk lutut pada kesederhanaan permintaan bapak 
yang bagi Ranti tidak sederhana pada waktu itu yaitu menikahi Pak Ananta tetapi 
waktu telah menguraikannya, maafkan Ranti pak "  Ranti menangis di pelukan 
ayahnya.

Salam


David


Kirim email ke