Cukup Memulai dari Mengartikan

Banyak orang melupakan bahwa bunyi baik itu berupa kata atau nada pertamakali 
berinteraksi bukan dengan fikiran tetapi dengan telinga. Dan fitrah telinga 
adalah mendengarkan sesuatu yang merdu atau sesuatu yang enak didengar. 
Terlepas dari manfaatnya, secara jujur pasti telinga atau kuping memilih 
mendengarkan musik yang menyejukan ketimbang pengajian yang membosankan, 
sehingga siapapun dia yang ketika ingin berkomunikasi atau ingin menyampaikan 
sesuatu kepada orang lain semestinya juga menguasai kekuatan intonasi kata atau 
nada.  Kekuatan yang memerintah dunia memang bukanlah  kata-kata, tapi dengan 
kata-katalah seseorang menggunakan kekuatannya, kata blaise pascal

Sore itu Ustadz Najib terlambat datang karena ada urusan keluarga, sebagian 
teman mengusulkan mengadakan tadarusan sambil menunggu Ustadz Najib. Sewaktu 
acara tadarusan berlangsung, rumah yang berada dibelakang musholah menghidupkan 
radio tape agak keras dengan lagu "Tuhan" dari Bimbo. Lagu tersebut memecahkan 
konsentrasi kami.  Secara jujur,  sensitivitas spritual saya lebih tersentuh 
lewat lagu itu dari pada suara tadarusan yang sedang tersaji dan secara reflek 
saya justru lebih mengikuti setiap bait lirik lagu tersebut dan  mengikuti 
irama dengan sentuhan menyayat hati. Lebih dari itu Pandi malah ikut menyanyi 
dengan suara lirih seperti berbisik.

Ustad Najib ketika datang hanya tersenyum di depan pintu sambil mengucapkan 
salam, nampaknya dia sudah tahu kelakuan kami ini. " di sunnahkan membaca Al 
Qur'an dengan tartil dan usahakan membaguskan suara, karena bacaan tersebut 
tidak hanya untuk diri kita tetapi juga untuk orang lain yang mendengarkannya" 
kata Ustadz najib sambil duduk diantara kami,  " memang tidak semua orang bisa 
melantunkan  Al Qur'an dengan indah dan untuk itu harus sering melakukan 
latihan, Diantara para sahabat hanya beberapa orang yang masyhur melantunkan Al 
Qur'an dengan indah seperti Abdullah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab yang 
Rasulullah sendiri pernah sampai menangis mendengarnya" lanjutnya sambil 
membuka kitab yang akan dipelajari, hari itu khusus pelajaran tauhid.

Filosofi membaca adalah berusaha memaknai kandungan dari sesuatu yang dibaca. 
Di dunia ini , satu-satunya yang paling banyak di baca berulang-ulang tetapi 
paling jarang dimaknai hanyalah Al Qur'an, sebab jika dibandingkan dengan kitab 
agama lain yang dibaca dalam bahasa ibu masing-masing ( tidak ada standarisasi 
bahasa ) maka semakin sering di ulang, semakin mengertilah mereka terhadap 
kitab mereka, sebaliknya kitab Al Qur'an yang terstandarisasi dalam bahasa 
arab, walaupun dibaca seribu kali jika tidak di artikan dalam bahasa ibu maka 
tidak akan pernah ada makna yang bisa diraih. 

Ketika ditanya barapa kali jama'ah mengkhatamkan Al Qur'an oleh Ustadz Abbas 
dalam pengajian tadabbur Al Qur'an, ada yang menjawab seratus kali ( tampak 
sudah berumur) ada yang sudah lima puluh kali, tiga puluh kali dan yang paling 
sedikit lima kali. Ketika ditanya siapa yang mengerti bahasa Al Qur'an (Arab) 
dari sekitar tiga puluh orang hanya empat yang mengangkat tangan, Ustadz Abbas 
hanya tersenyum dan berkata " tidak apa-apa , tapi jika memang tidak bisa 
bahasa Al Qur'an, maka pertanyaan saya ganti dengan berapa kali jama'ah semua 
telah mengkhatamkan terjemahan Al Qur'an ?" . Para jama'ah banyak yang diam  
tetapi ada juga yang menjawab dan sungguh menakjubkan ternyata jawaban paling 
banyak hanya delapan kali itu juga oleh seorang kakek berumur sekitar enam 
puluhan .

Al Qur'an adalah sebuah rahasia hidup, walaupun sebagian berisi sejarah tetapi 
itu bukan jadi alasan untuk selalu menganalisa masa lalu dan juga bukan untuk 
selalu  berusaha untuk mengantispasi masa depan, tetapi rahasia itu 
mengharapkan kita untuk bisa memahaminya agar hidup yang kita jalani hari ini 
bisa lebih berarti.

Salam


David




Kirim email ke