Meneguhkan Keyakinan

" Allahumma arinal haqqan, haqqa war zuqna ittiba'......." sambil 
terbatuk-batuk ustadz Abbas berhenti sejenak, dia menatap jauh kedepan lalu 
melanjutkan wejangannya " banyak diantara kita yang telah mengetahui berbagai 
bentuk kebaikan, tapi tanpa kehendak dari Allah sulit bagi kita untuk bisa 
melaksanakannya sehingga berbagai kebaikan itu sekedar menjadi cerita untuk di 
dongengkan kemana-mana sebagai gambaran orang yang bertaqwa dan selain 
Rasulullah contohnyapun tidak ada yang dari zaman sekarang pasti dari zaman 
dahulu atau yang dikenal dengan sebutan salafus sholeh, sehingga semakin 
jadilah ......bahwa predikat taqwa untuk saat sekarang adalah mitos belaka"

Siapa yang tidak mau menjadi orang yang bertaqwa, pernyataan itu mungkin 
sebanding dengan kalimat : siapa yang tidak mau jadi orang pintar, atau siapa 
yang tidak mau jadi orang kaya, hanya saja parameter pintar dan kaya berbeda 
dengan parameter taqwa. Secara relatif kita bisa saja menunjuk seseorang dengan 
mengatakan bahwa dia kaya atau pintar, tetapi menunjuk kalau seseorang itu 
bertaqwa tentu akan memunculkan pertanyaan baru " standardnya apa ?", kalau 
hanya sekedar sholat dan puasa , anak madrasahpun banyak yang sudah 
melaksanakan.

" Allahumma arinal batilan, batila war zuqna ijtinabah...." sambung ustadz 
Abbas , kali ini dia mengangkat tangan sambil mengepalkannya " Berusaha yang 
susah dilaksanakan itu ada dua. Satu berusaha melaksanakan kebaikan dan yang 
kedua berusaha menghindari keburukan. Tidak sedikit orang yang mampu 
melaksanakan kebaikan tetapi sulit untuk menghindari keburukan, sholat terus 
berbohong tidak ketinggalan, mengaji terus, bergosip tidak dilupakan. puasa oke 
tetapi pandangan mata tetap berkeliaran kemana-mana, sekali lagi kita mesti 
meminta kekuatan kepada Allah untuk bisa berusaha menghindari segala keburukan 
tersebut"

"Jika untuk berbuat baik kita harus meminta, lalu untuk menghindari keburukan 
kita juga harus meminta, lalu letak usaha kita ada dimana ?" kata Helmi kepada 
Ustadz Abbas, " menyakini 'la hawla wala quwwata illa billah' bahwa apapun yang 
kita kerjakan tanpa ridho Allah maka sia-sia semuanya, bahwa apapun yang kita 
kerjakan tanpa kehendak Allah tidak akan pernah terjadi, artinya kita di tuntut 
untuk melaksankan janji kita bahwa ibadah, hidup dan mati kita hanya untuk 
Allah .....mampukan kita melaksanakan hal tersebut? disinilah letak usaha kita" 

Walaupun selalu ada nuansa khilafiyah tetapi bidang fiqih selalu mengutamakan 
dalil hitam diatas putih, hal yang berbeda dapat ditemukan pada bidang aqidah 
yang selalu bersinggungan dengan keyakinan. Seribu cerita syariat, tetapi 
ketika dihadapkan dengan masalah jihad , mudur maka semua cerita tadi adalah 
omong kosong, karena jihad bicara tentang keyakinan. Keyakinan (keimanan)  
inilah yang semestinya ditanamkan didada anak-anak kita sebelum mereka mengenal 
berbagai tata cara peribadatan. Karena jika mereka tidak yakin atau tidak 
memiliki keimanan akan Tuhannya, lalu kepada siapa mereka tujukan ibadah mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, adzan isya di kumandangkan mengakhiri pengajian 
malam itu. Saatnya meneguhkan kembali keyakinan, menghadap Sang maha Pencipta, 
lewat takbiratul ihram, lewat rukuk, lewat sujud  sampai salam dalam 
mengagungkan  Allah , Tuhan penguasa seluruh alam.

dari : www.sebuahtitik.blogspot.com

Kirim email ke