KOMPILASI
HUKUM ISLAM
oleh Abdul Rochman (As. IV) Al-Azhari_KHI




BAB
IV 

RUKUN
DAN SYARAT PERKAWINAN 

Bagian
Kesatu 

Rukun 

Pasal
14 

Untuk
melaksanakan perkawinan harus ada : 

a.
Calon Suami; 

b.
Calon Isteri; 

c.
Wali nikah; 

d.
Dua orang saksi dan; 

e.
Ijab dan Kabul . 

   

Bagian
Kedua 

Calon
Mempelai 

Pasal
15 

(1)
Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, 

perkawinan
hanya boleh dilakukan calon mempelai yang 

telah
mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 

Undang-undang
No.1 tahun 1974 yakni calon suami 

sekurang-kurangnya
berumur 19 tahun dan calon isteri 

sekurangkurangnya
berumur 16 tahun 

   

(2)
Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 

tahun
harus mendapati izin sebagaimana yang diatur 

dalam
pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974. 

   

Pasal
16 

(1)
Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. 

(2)
Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa 

pernyataan
tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau 

isyarat
tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama 

tidak
ada penolakan yang tegas. 

   

Pasal
17 

(1)
Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai Pencatat 

Nikah
menanyakan lebih dahulu persetujuan calon 

mempelai
di hadapan dua saksi nikah. 

(2)
Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang 

calon
mempelai maka perkawinan itu tidak dapat 

dilangsungkan. 

(3)
Bagi calon mempelai yang menderita tuna wicara atau 

tuna
rungu persetujuan dapat dinyatakan dengan tulisan 

atau
isyarat yang dapat dimengerti. 

   

Pasal
18 

Bagi
calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan 

pernikahan
tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana 

diatur
dalam bab VI. 

   

   

   

Bagian
Ketiga 

Wali
Nikah 

Pasal
19 

Wali
nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus 

dipenuhi
bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk 

menikahkannya 

   

Pasal
20 

(1)
Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki 

yang
memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil 

dan
baligh. 

(2)
Wali nikah terdiri dari : 

a.
Wali nasab; 

b.
Wali hakim. 

   

Pasal
21 

(1)
Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan 

kedudukan,
kelompok yang satu didahulukan dan 

kelompok
yang lain sesuai erat tidaknya susunan 

kekerabatan
dengan calon mempelai wanita. 

   

Pertama,
kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas 

yakni
ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. 

   

Kedua,
kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau 

saudara
laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. 

   

Ketiga,
kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki 

kandung
ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki 

mereka. 

   

Keempat,
kelompok saudara laki-laki kandung kakek, 

saudara
laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. 

   

(2)
Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat 

beberapa
orang yang sama-sama berhak menjadi wali, 

maka
yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih 

dekat
derajat kekerabatannya dengan calon mempelai 

wanita. 

   

(3)
Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan 

maka
yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat 

kandung
dari kerabat yang seayah. 

   

(4)
Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya 

sama
yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama 

dengan
kerabat seayah, mereka sama-sama berhak 

menjadi
wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua 

dan
memenuhi syarat-syarat wali. 

   

   

Pasal
22 

Apabila
wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak 

memenuhi
syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali 

nikah
itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah 

udzur,
maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah 

yang
lain menurut derajat berikutnya. 

   

Pasal
23 

(1)
Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah 

apabila
wali nasab tidak ada atau tidak mungkin 

menghadirkannya
atau tidak diketahui tempat tinggalnya 

atau
gaib atau adlal atau enggan. 

   

(2)
Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru 

dapat
bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan 

pengadilan
Agama tentang wali tersebut. 

   

Bagian
Keempat 

Saksi
Nikah 

Pasal
24 

(1)
Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan 

akad
nikah. 

(2)
Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang 

Saksi 

   

Pasal
25 

Yang
dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah 

seorang
laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu 

ingatan
dan tidak tuna rungu atau tuli. 

   

Pasal
26 

Saksi
harus hadir dan menyaksikan secara langsung akdan 

nikah
serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan 

ditempat
akad nikah dilangsungkan. 

   

Bagian
Kelima 

Akad
Nikah 

   

Pasal
27 

Ijab
dan kabul 
antara wali dan calon mempelai pria harus jelas 

beruntun
dan tidak berselang waktu. 

   

Pasal
28 

Akad
nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah 

yang
bersangkutan. Wali nikah mewakilkan kepada orang lain. 

   

Pasal
29 

(1)
Yang berhak mengucapkan kabul 
ialah calon mempelai 

pria
secara pribadi. 

(2)
Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul 
nikah dapat 

diwakilkan
kepada pria lain dengan ketentuan calon 

mempelai
pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis 

bahwa
penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk 

mempelai
pria. 

(3)
Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan 

calon
mempelai pria diwakili,maka akad nikah tidak boleh 

dilangsungkan. 

   





      

Kirim email ke