Begitulah usaha Yahudi dan Nashrani untuk merusak aqidah Ummat Islam, dengan 
mengirim orang Islam untuk mengikuti pendidikan dinegaranya dan kembali ke 
Indonesia dengan predikat Pemikir Islam 
??????????????????????????????????????????? 




________________________________
From: LILIS <admkcbg_...@bukopin.co.id>
To: keluarga-islam@yahoogroups.com
Sent: Thu, April 22, 2010 8:02:54 PM
Subject: [keluarga-islam] Negeri Tidak Toleran Mengajari Umat Islam Toleransi

   
 
 
----- Original Message ----- 
From: cak 
lis
  


sumber:
http://www.hidayatu llah.com/ berita/cover- story/134- cover-story/ 
11459-negeri- tidak-toleran- mengajari- umat-islam- toleransi


Negeri 
Tidak Toleran Mengajari Umat Islam Toleransi 



Tuesday, 20 April 
2010 20:24 






  




Banyak dana 
dari Barat mengalir ke Indonesia untuk mengembangkan
sikap moderat pada umat 
Islam. Anehnya, di negeri Barat justru sedang
berkembang sikap memusuhi 
Islam

 Hidayatullah. com—Aktivisi
Islam liberal Ulil Abshar 
Abdalla ikut maju dalam pencalonan Ketua Umum
PBNU pada Muktamar NU ke-32 NU 
di Makassar, 23-28 Maret 2010. Ia maju
bersama sejumlah calon lainnya, Said 
Aqil Siradj, Salahuddin Wahid,
Masdar F Masudi, Ali Maschan Moesa, dan Slamet 
Effendy Yusuf.

Namun
langkah Ulil kemudian terganjal oleh tata tertib 
pencalonan Ketua Umum
PBNU. Sebagian isi tata tertib itu menyebutkan calon 
ketua umum tidak
terlibat Jaringan Islam Liberal. Disebutkan dalam Pasal 22 
Ayat 3
bahwa, "Seorang calon tidak sedang menjabat sebagai pengurus 
harian
partai politik dan tidak merangkap ormas yang secara langsung dan 
tidak
langsung bertentangan dengan paham ahlusunnah wal jamaah dan 
Jaringan
Islam Liberal."

Ulil pun sempat kecewa dengan munculnya 
pasal
“penghadangan” ini.  "Seharusnya anak muda NU perlu mendapat 
bimbingan.
Bukan malah dibuang," ujarnya dikutip Kompas.com. Namun 
ia 
mengaku lega, persyaratan tidak pernah terlibat pada 
organisasi
Jaringan Islam Liberal (JIL) akhirnya dihapus dalam Tatib, 
walau
langkahnya untuk maju tetap tidak mulus. Terpilih sebagai Ketua 
Umum
periode 2010-2015 KH Dr. Said Aqil Siradj.

Kehadiran Ulil 
Abshar
Abdalla dalam bursa pemilihan Ketua Umum PBNU ini bukan datang 
secara
tiba-tiba. Sebagaimana dimuat dalam portal Washington Post pada 
25
Oktober 2009, Ulil sudah mempersiapkan diri maju jauh hari 
sebelumnya.
Disebutkan, Ulil agaknya capek dijuluki antek Amerika. Untuk itu 
ia
ikut pemilihan Ketua Umum PBNU. Ia memang tidak terlalu 
berharap
menang, tapi ingin "terlibat dalam arus utama dan bukan hanya 
sebagai
orang pinggiran saja."

Ulil antek Amerika Serikat? Julukan 
ini
mungkin saja tidak salah. Ia memang digadang-gadang oleh 
Amerika
sebagai model dari kelompok Islam moderat. Pada tahun 2002 
Ulil
diterbangkan ke Washington untuk bertemu dengan para pejabat 
di
Kementerian Luar Negeri dan Pentagon, termasuk Paul D Wolfowitz, 
yang
ketika itu menjadi Deputi Menteri Pertahanan dan mantan Dubes AS 
di
Jakarta.

Sebelumnya pada 2001 atas pendanaan dari 
Asia
Foundation, ia mendirikan Jaringan Islam Liberal. Kegiatan 
organisasi
itu di antaranya menyiarkan acara di radio 1 kali sepekan, yang 
di
antara materinya mempertanyakan tafsir literal ayat-ayat suci 
tentang
wanita, homoseksual, dan doktrin-doktrin dasar.

JIL juga 
membeli
jam siar televisi nasional untuk menayangkan video yang 
menggambarkan
Islam sebagai agama yang memiliki "banyak warna" dan 
menyebarkan
selebaran yang mengusung ideologi liberal di masjid-masjid.  
"Kami
ingin melawan pemikiran kelompok garis keras," kata Ulil 
Abshar
Abdalla, sebagaimana ditulis pada portal WP itu.

Intervensi 
AS

Setelah
berakhirnya Perang Dingin antara negara-negara Barat dan 
negara-negara
penganut ideologi Komunis pada awal tahun 1990-an, berkaitan 
runtuhnya
negara Uni Sovyet dan berubahnya ideologi negara-negara Eropa 
Timur,
tampaknya Barat mulai memusatkan perhatiannya pada 
(negara-negara)
Islam. Ini sejalan dengan teori yang disampaikan Samuel P. 
Huntington
dalam buku Clash of Civilizations, ketika perang ideologi antara 
negara
penganut ekonomi pasar bebas dan komunis berakhir, maka poros 
konflik
utama di dunia berikutnya berkaitan dengan faktor kultural 
dan
keyakinan agama, di antaranya Islam.

Persoalan terhadap 
(negara)
Islam mulai dapat dirasakan saat konflik antara AS dan Irak pada 
tahun
1991. Pendanaan untuk “menghadapi” dunia Islam pun mulai 
dipersiapkan.
Asia Foundation yang didirikan sebagai lembaga 
non-governmental
organization pada tahun 1950 untuk memberikan bantuan guna 
melawan
komunisme, mengalihkan misinya melakukan perlawanan terhadap 
Islam
garis keras di Indonesia, sebagai bagian dari program USAID yang 
diberi
nama Islam dan Masyarakat Beradab. Program itu dimulai 
sebelum
terjadinya serangan 11/9 (serangan terhadap gedung WTC di New York 
pada
11 September 2001), namun menjalankan aktivitasnya setelah 
peristiwa
itu.

Ini akan sangat berbeda jika melihat kebijakan AS 
pada
tahun 1980-an. Ada satu cerita menarik mengenai hal ini. Di 
1980-an
itu, Nasir Tamara, seorang cendekiawan muda Indonesia memerlukan 
uang
untuk membiayai sebuah studi tentang Islam dan politik. Dia 
mendatangi
kantor yayasan AS, Ford Foundation, di Jakarta meminta 
bantuan.

Namun ia pulang dengan tangan hampa. AS mengatakan padanya, 
"tidak tertarik dengan Islam."

Penampikan
kasar itu datang dari ibunda 
Presiden Obama, Ann Dunham, seorang pakar
antropologi AS yang tinggal di 
Indonesia selama lebih dari satu dekade.
Dunham, yang wafat tahun 1995, 
memusatkan perhatian pada isu-isu
pembangunan ekonomi, bukan pada masalah 
agama dan politik --sebuah
subyek sensitif di negara yang ketika itu dipimpin 
seorang otokrat
sekular.

"Pada saat itu mengkaji Islam tidak lazim," 
kata Tamara
mengenang. Sekarang, Indonesia adalah negara demokrasi dan peran 
Islam
menjadi salah satu isu terpenting bagi kebijakan AS terhadap 
negara
yang jumlah muslimnya melebihi Mesir, Suriah, Yordania, dan 
gabungan
seluruh negara Arab dan Teluk Persia. Praktik-praktik Islam 
di
Indonesia saat ini menjadi perhatian sangat penting bagi AS, 
agar
kepentingan negara itu di negara ini tidak 
terganggu.

"Ini
adalah perang pemikiran, seperti apa Indonesia 
diinginkan di masa
depan," kata Walter North, Kepala U.S. Agency for 
International
Development (USAID) Jakarta. North mengenal Dunham ketika ia 
tinggal di
Indonesia tahun 1980-an.

Kebijakan yang diterapkan AS ini 
lantas
memicu pertanyaan: haruskah Amerika menjaga jarak atas dunia Islam 
di
seluruh dunia, atau ikut terjun untuk mendukung muslim yang 
memiliki
kesamaan pandangan dengan Amerika?

Nyatanya untuk 
mendapatkan
mendapatkan cara pandang yang sama antara negara Islam dan 
kebijakan
AS, guna AS dapat melaksanakan kepentingannya di negara-negara 
muslim
tersebut, akhirnya ikut terjun memberikan dukungan terhadap muslim 
yang
memiliki pandangan sama dengan AS.

Segera setelah serangan 
11
September, Washington mengucurkan uang dan janji guna 
menyokong
kelompok muslim 'moderat' untuk melawan apa yang disebut Bush 
sebagai
"ideologi yang nyata dan mendalam" dari Islam-fasis. Di samping 
The
Asia Foundation, C. Holland Taylor, bekas eksekutif 
bidang
telekomunikasi dari Winston-Salem, Carolina Utara, lewat 
lembaganya
LibForAll Foundation mempromosikan “budaya kebebasan dan 
toleransi".

Taylor,
yang bisa berbahasa Indonesia, mendapatkan 
dukungan dari orang-orang
ternama, termasuk mantan Presiden RI Adurrahman 
Wahid, dan seorang
artis pop yang mengeluarkan lagu hit Laskar Cinta, dengan 
semboyannya
"No to the warriors of jihad! Yes to the warriors of love" 
(Katakan
tidak untuk Laskar Jihad , katakan ya untuk Laskar 
Cinta).

Taylor
lalu membawa  Wahid ke Washington, bertemu dengan 
Wolfowitz, Wakil
Presiden AS Richard B. Cheney, dan lainnya. Taylor juga 
merekrut
seorang sarjana Quran reformis dari Mesir untuk membantu 
mempromosikan
"kebangkitan pluralisme Islam, toleransi, dan berpikir 
kritis."

Dana
datang dari orang-orang kaya AS, termasuk pewaris 
kekayaan pengusaha
pakaian dalam Hanes dan beberapa organisasi Eropa. Taylor 
dalam
pernyataannya di Jakarta, menolak menyebutkan penyumbang 
terbesarnya
yang berasal dari AS.

Dia mengatakan, dirinya telah 
berulang
kali meminta uang kepada pemerintah AS, tapi hanya mendapatkan 
50.000
dollar, hadiah dari Unit Kontraterorisme Departemen Luar 
Negeri.

"Anda
tidak bisa memenangkan perang dengan uang segitu," kata 
Taylor. Ia pun
membuat 26 seri film dokumenter dengan tujuan menghilangkan 
doktrin
Islam garis keras. "Orang-orang di Washington lebih suka 
berpikir,
bahwa jika kita tidak melakukan apa-apa, maka kita akan baik-baik 
saja:
penggal saja kepala-kepala para teroris dan semuanya akan 
beres."

Agaknya
tidak salah adanya asumsi tangan-tangan asing 
mengobok-obok
praktik-praktik keagamaan umat Islam. Obok-obok itu rupanya 
tidak hanya
sebatas dalam praktik politik dan ekonomi saja, tetapi lebih dari 
itu.
Sayangnya ada dari kalangan umat Islam yang justru patuh pada 
“Tuan
Besar”nya.
Sejatinya sikap radikalisme dalam umat Islam 
hanya
sebatas reaksi dari “kekotoran tangan” yang dilakukan pihak luar. 
Dalam
sejarah hubungan antaragama dan sosial, justru umat Islam lebih 
menjaga
toleransi terhadap pihak lain. Di pihak yang merasa jawara 
dalam
praktik demokrasi dan mengaku beradab, justru antidemokrasi 
dan
antiperadaban dengan praktik memusuhi umat Islam di negeri 
mereka
sendiri. Itulah yang sedang terjadi saat ini di AS dan 
negara-negara
Eropa saat ini. [Washington 
Post/si/www. hidayatullah. com]

[Non-text portions of this 
message have been removed]


------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- 
--------- --------- -------
DISCLAIMER: 
The information enclosed in this email (and any attachments) may be legally 
privileged and/or confidential and is intended only for the use of the 
addressee(s) . 
No addressee should forward, print, copy, or otherwise reproduce this message 
in any 
manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed 
as a recipient. If the reader of this message is not the intended recipient, 
you are hereby 
notified that any unauthorized disclosure, dissemination, distribution, copying 
or the taking of any action in reliance on the information herein is strictly 
prohibited. 
If you have received this communication in error, please immediately notify the 
sender 
and delete this message. Unless it is made by the authorized person,  any views 
expressed 
in this message are those of the individual sender and may not necessarily 
reflect 
the views of PT Bank Bukopin Tbk.
------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- 
--------- --------- ------- 
 


      

Kirim email ke