Islam diturunkan Allah guna mengajarkan prinsip-prinsip moral. Moral bukan
hanya dalam kaitannya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam semesta
dan organisme-organisme lain di dalamnya, serta dengan Dia Sang Pencipta.
Kesombongan-keangkuhan oleh karenanya adalah sikap yang sangat tidak bermoral
dalam perspektif bahwa manusia adalah bagian sangat kecil dari alam semesta,
dan bahwa manusia adalah mahluk, bukan Tuhan.

Manusia itu bukan Tuhan, tetapi manusia yang kecil inilah yang memegan amanah 
Tuhan. Bukan Alam semeata yang luas ini.


Wassalam.



________________________________
 From: Ananto <pratikno.ana...@gmail.com>
To: keluarga-islam <keluarga-islam@yahoogroups.com>; mencintai-islam 
<mencintai-is...@yahoogroups.com> 
Sent: Tuesday, 3 January 2012, 8:35
Subject: [keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Siapa kita sebenarnya?
 

  
Siapa kita sebenarnya?
Oleh Cecep Zakarias El Bilad*
 
Jika ditanya, siapa kita? Jawabannya mungkin
akan sebanyak pertanyaan itu diucapkan. Tapi jika diperjelas lagi, siapa kita
ini dalam hubungannya dengan alam semesta. Agar menghasilkan jawaban yang baik,
kita perlu mempertimbangkan dua sisi, persamaan dan perbedaan kita dengan alam
semesta.

Pada sisi yang pertama, ada banyak aspek yang menyamakan kita dengan alam
semesta. Tubuh kita memiliki unsur-unsur alam semesta. Misalnya, sekitar 75
persen tubuh kita adalah air. Sementara air ialah satu dari sekian unsur utama
pembentuk kehidupan di alam ini. Bahkan keseluruhan tubuh kita setelah mati
kelak akan melebur menjadi tanah, wujud asalnya. Saking meleburnya dengan alam
semesta, tubuh kita pun menjadi “alam” kehidupan bagi organisme-organisme lain
seperti kutu rambut, bakteri dan virus. Kita sendiri adalah satu dari sekian
organisme yang hidup dalam “tubuh” alam semesta ini.

Maka pertanyaannya menjadi, siapa kita dan siapa alam semesta ini? Ada hubungan
apa kita dengan alam semesta? Jawaban sejatinya sudah disediakan para filosof 
ribuan
tahun lalu. Aristoteles, misalnya, menjawab bahwa alam semesta adalah ‘akibat’.
Ia ada atau muncul karena adanya ‘sebab’. Akibat tidak akan pernah ada tanpa
adanya sebab. Manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Jadi, kita
manusia dan alam semesta berada dalam satu kelas, yakni kelas ‘akibat’; sebuah
sistem kehidupan yang muncul akibat adanya Sebab Pertama (the First Cause),
sebab yang ada tanpa adanya sebab yang lain. Ia ada dengan dirinya sendiri.

Ternyata, jawaban kaum filosof ini memperoleh penegasan dalam Islam. Dikatakan
dalam al-Quran antara lain

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakanmu (al ‘Alaq:1)

“Allah menciptakan manusia dari air mani…” (an-Nahl:4)

“Segala puji bagi Allah yang menciptakan langit dan bumi…” (al-An’am:1)

Konsep sebab dalam al-Quran dibahasakan dengan ‘penciptaan’. Sangat tegas dalam
kutipan-kutipan ayat di atas bahwa manusia adalah wujud yang diciptakan. Siapa
yang menciptakan? Dialah Dia, Tuhan yang melalui manusia pilihan-Nya,
memperkenalkan diri sebagai Allah, al-Rahmān, al-Rahĭm, al-Awwal, al-Ăkhir, dan
lain sebagainya.

Manusia itu diciptakan. Berarti seluruh potensi, baik fisik maupun non-fisiknya
pun adalah ciptaan. Berbeda dengan Dia Sang Pencipta, yang sempurna, mutlak,
abadi baik wujud maupun esensinya, mahluk atau ciptaan adalah kurang, relatif
dan fana baik wujud maupun esensinya, baik sosok maupun kualitasnya.
Keterbatasan pada saat yang sama adalah keragaman. Maka mahluk itu beragam,
terbagi ke dalam beragam spesies dan jenis. Manusia, misalnya, adalah mahluk,
maka manusia adalah terbatas. Ia terbatas baik sosok, fisik dan ruhaninya,
maupun kualitas atau kemampuannya. Ini semua adalah fitrah mahluk/ciptaan. Ini
pula yang membedakannya dengan Dia yang Sempurna, Mutlak dan Abadi. Dia yang 
Satu.

Fakta dikotomis antara yang diciptakan (mahlûq) dan yang mencipta (khâliq) ini
menjadi pesan, bahwa hakekatnya kita manusia berada pada satu level dengan
hewan, tumbuhan, air, dan entitas-entitas lain di alam raya ini: level mahluk.
Dari sekian mahluk yang ada, kita manusia memang menempati posisi teratas
sebagai ciptaan terbaik Tuhan (at-Tîn:4). Manusia ditunjuk Allah sebagai wakil
dengan tugas kepemimpinan di antara para mahluk lain (al-An’am:165). Namun ini
tidak menjadi alasan bagi kita untuk bersikap angkuh, berbangga diri dan
sombong. Sebab diri kita, seluruh potensi yang dimiliki, seluruh kekuasaan yang
diraih, tak lebih sekedar pemberian (pinjaman) Allah. Yang semuanya bisa kapan
saja diambil oleh Sang Pemilik. Yang semuanya itu akan dimintai 
pertanggungjawaban.
Maka dalam Islam, semua sikap dan tindakan yang bersumber dari kebanggaan,
keangkuhan, kesombongan pribadi dikategorikan sebagai terlaknat/dosa. Allah
memperingatkan hal ini dalam sebuah hadits qudsi yang kira-kira artinya,
“Arogansi adalah baju kebesaran-Ku, dan kebanggan diri adalah selendang-Ku.
Maka siapapun manusia yang menandingiku dengan salah satu dari keduanya, Aku
akan melemparnya ke dalam neraka!”.

Pertanyaan ‘siapa kita sebenarnya’ ini mungkin sudah pernah terbesit di benak 
setiap
orang. Dan tentunya sudah pula ditemukan jawabannya . Tapi sudahkah ini
terpancar dalam setiap gerak lahir dan batin kita sehari-hari? Sementara kita
mengakui posisi sejajar kita dengan hewan, tumbuhan dan benda-benda lain di
alam ini, kita masih memposisikan diri sebagai superior sehingga sekehendaknya
saja memperlakukan mereka. Pengrusakan alam kian merajalela. Sementara kita
memanfaatkan mereka demi kelangsungan hidup, tidak ada upaya sungguh-sungguh
kita untuk merawat dan menjaga kelanggengan mereka.

Kesewenang-wenangan manusia atas alam semesta nampak subur di mana-mana.
Terlepas siapa pelakunya, yang jelas mereka adalah dari organisme bernama
manusia. Bukankah ini adalah sebuah ekspresi dari kesombongan dan keangkuhan?
Dengan segala potensi unggul yang dimilikinya, manusia berbuat sekehendaknya
terhadap alam semesta yang ‘lemah’.

Tidak berhenti di situ, manusia pun kemudian membidikkan
keangkuhan-kesombongannya pada sesamanya. Motif apa selain
kesombongan-keangkuhan ketika seseorang dengan keunggulan fisik, harta, ilmu,
jabatan dan popularitas berbuat sekehendaknya kepada orang lain yang lebih
lemah dalam hal-hal tersebut. Berapa juta manusia Indonesia dililit kemiskinan,
kelaparan dan kebodohan akibat ketidakpedulian segelintir manusia Indonesia
lainnya yang: menggunakan jawaban politiknya untuk menumpuk kekayaan dan
kemewahan sehingga mendisfungsikan lembaga-lembaga negara yang dipimpinnya;
mengimpor besar-besaran produk-produk pertanian sehingga kerap merugikan para
petani lokal; menjual aset-aset negara kepada swasta domestik maupun asing;
membangun area-area perkantoran dan perumahan mewah sehingga mempersempit ruang
tinggal dan usaha jutaan rakyat kecil di Jakarta; dan seterusnya.

Motif apa selain kesombongan-keangkuhan ketika seorang beragama merasa diri
benar mutlak sehingga meremehkan orang lain yang tidak atau kurang taat
beragama; mengklaim sesat, kafir dan klaim-klaim lain yang merendahkan kepada
orang lain yang berbeda mazhab; memperlakukan secara tidak manusiawi
orang-orang yang berbeda tersebut; dan lain sebagainya.

Masih banyak lagi tindakan-tindakan yang disadari atau tidak, diakui atau
tidak, pada hampir semua lini kehidupan, merupakan kamuflase dari
kesombongan-keangkuhan sosok manusia. Sebuah sikap yang mengingkari fitrahnya
sebagai mahluk yang kurang, relatif dan fana baik wujud maupun esensinya, baik
sosok maupun kualitasnya. Atas dasar apa sikap sombong-angkuhnya dibangun?

Islam diturunkan Allah guna mengajarkan prinsip-prinsip moral. Moral bukan
hanya dalam kaitannya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam semesta
dan organisme-organisme lain di dalamnya, serta dengan Dia Sang Pencipta.
Kesombongan-keangkuhan oleh karenanya adalah sikap yang sangat tidak bermoral
dalam perspektif bahwa manusia adalah bagian sangat kecil dari alam semesta,
dan bahwa manusia adalah mahluk, bukan Tuhan.

* Dewan Pengasuh Pesantren Mahasiswa “Mutiara Bangsa”, Depok; Mahasiwa
Pascasarjana The Islamic College (IC) Jakarta 


-- 

http://harian-oftheday.blogspot.com/
 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

 

Kirim email ke