---------- Forwarded message ----------
From: <bambangsoesa...@yahoo.com>
Date: 2012/11/6
Subject: OPINI: Fakta Membantah Citra


****

  ****

Fakta Membantah Citra****

** **

Bambang Soesatyo****

Anggota Komisi III DPR RI****

 ****

KETIKA rakyat sering mempertanyakan peran dan kehadiran pemerintah di
tengah sejumlah persoalan kenegaraan dan persoalan kemasyarakatan,
pertanyaan itu sama dan sebangun dengan pernyataan tentang buruknya kinerja
pemerintah. Dengan begitu, semua upaya pencitraan tentang keberhasilan dan
kepedulian pemerintah terbantahkan oleh pertanyaan itu.****

                                             ,****

Kini, publik memaknai pencitraan sebagai upaya untuk menyesatkan pemahaman
dan pengetahuan tentang kinerja pemerintah. Sebab, apa yang diklaim serba
baik oleh pemerintah nyata-nyata bertolakbelakang dengan fakta dan realita.
Kualitas penegakan hukum terus menurun. Perang melawan korupsi memang belum
berakhir, tetapi untuk saat ini, negara dalam posisi kalah karena dua
alasan ini; pertama, korupsi makin merajalela. Kedua, pemerintah sangat
minimalis menyikapi upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).****

 ****

Begitu pun di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi
lebih ditopang konsumsi dalam negeri. Revitalisasi sektor pertanian dan
tanaman hanya sampai pada konsep, sehingga ketergantungan pada bahan pangan
impor terus meningkat. Keinginan mempercepat pembangunan infrastruktur pun
sebatas wacana di forum-forum seminar. Kemiskinan tak kunjung berkurang.
Angka Pengangguran masih tinggi. Sementara itu, konflik horizontal di
berbagai daerah dirasakan makin tinggi intensitasnya akhir-akhir ini.
Terbanyak berlatarbelakang konflik agraria.****

 ****

Kalau fakta dan realitanya seperti itu, wajarlah kalau pencitraan untuk
meyakinkan publik bahwa segala sesuatunya serba baik, dimaknai sebagai
upaya menyesatkan pemahaman publik terhadap kinerja pemerintah. Citra,
sejatinya, terbentuk oleh rangkaian fakta dan rasa. Karena itu, upaya
mencitrakan kinerja pemerintah yang mumpuni atau progresif tak cukup dengan
klaim sepihak. Pun tak perlu dipidatokan atau tepuk dada. Rakyat bisa
melihat dan merasakannya. Dari situ, citra dan persepsi tentang kinerja
pemerintah akan terbentuk, negatif atau positif.****

 ****

Bukan memanipulasi dan meyulap fakta buruk menjadi suatu yang indah menurut
diri sendiri. Upaya menampilkan citra yang baik akan gagal jika dikemas
dengan ketidakjujuran menyikapi dan memaknai fakta. Maka, jangan kecewa
jika pencitraan yang memuat pesan tentang keberhasilan dan kejujuran bisa
dengan mudah dimentahkan atau dibantah oleh fakta-fakta tentang kegagalan
dan rangkaian kebohongan.****

 ****

Rakyat tidak bisa terus menerus dininabobokan dengan janji-janji atau klaim
sepihak mengenai kinerja progresif pemerintah di bidang ekonomi, hukum,
sosial, politik dan keamanan. Sebab, rangkaian pencitraan bukanlah mesin
yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan keadilan sosial dan
membersihkan birokrasi negara dari perilaku korup. Pencitraan pun tak akan
bisa menolong warga miskin, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya
beli rakyat, mengatasi masalah pendidikan dan kesehatan masyarakat. Wujud
pencitraan hanya rangkaian kata plus gambar, sedangkan plus minus
kesejahateraan dan keadilan itu dirasakan langsung, baik individu maupun
komunitas. Kata orang bijak, rasa itu tak bisa dibohongi. Jadi, kalau
sesuatu yang nyata-nyata tidak enak tetap diaku enak, di situ ada
kebohongan.****

 ****

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata 6 persen per tahun tak perlu
diperdebatkan lagi. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI per
2012 sebesar 6,2%. Ada tantangan karena pertumbuhan di negara mitra dagang
RI dipastikan terganggu oleh ketidakpastian ekonomi dunia akibat krisis
utang di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Pemerintah sendiri mematok target
pertumbuhan 6,7%, sedikit lebih tinggi dari 2011 yang 6,5%. Keyakinan
pemerintah bisa bertahan dari dampak krisis utang Eropa patut diapresiasi.**
**

 ****

Namun, sudah berulangkali masyarakat bertanya tentang siapa saja yang
menikmati pertumbuhan tinggi itu? Seberapa kuat pertumbuhan yang tinggi itu
menciptakan lapangan kerja dan menaikkan daya beli pekerja? Mampukah
pertumbuhan itu merespons masalah kemiskinan di dalam negeri?****

 ****

Boleh percaya boleh tidak, BPS mengumumkan bahwa hingga Februari 2012,
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari tercatat 6,32%, dan jumlah
Jumlah penduduk miskin  per September 2011 tercatat 29,89 juta orang (12,36
persen). Kalau klaim BPS itu dihadakan dengan data tentang program beras
untuk warga miskin (Raskin) dan jumlah Rumah Tangga Sasaran Penerima
Manfaat (RTS-PM) yang berhak mendapatkan Raskin, gambaran kemiskinan versi
BPS itu terjungkirbalikan.****

 ****

Untuk tahun ini, kantor Menko Kesra mengumumkan bahwa Program Raskin 2012
 menyediakan beras bersubsidi kepada 17.488.007 RTS-PM dengan kondisi
sosial ekonomi terendah di Indonesia (kelompok miskin dan rentan miskin).
Katakanlah minimal per RTS-PM beranggotakan empat orang. Maka, jumlah warga
miskin sebenarnya bisa lebih dari 70 juta jiwa.****

 ****

Maka, angka kemiskinan versi BPS bukan hanya tidak realistis, tetapi
jelas-jelas lebih bertujuan pencitraan. Angka-angka BPS itu ingin
mengatakan bahwa pemerintah berhasil menurunkan jumlah warga miskin.
Tetapi, program Raskin berikut RTS-PM yang dirancang pemerintah justru
membantah klaim BPS itu. Kalau program pengentasan kemiskinan hanya
berpatokan pada angka BPS,  pembangunan nasional akan sesat jalan dan sesat
sasaran?****

 ****

Kesimpulannya, tingginya pertumbuhan ekonomi RI dalam beberapa tahun
terakhir sama sekali tidak bermutu. Buruknya kualitas pertumbuhan ekonomi
tergambar dari pembangunan yang belum merata. Masih menurut BPS,  hingga
triwulan I/2012, struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh
kelompok provinsi di Jawa dan Sumatra. Kelompok provinsi di Jawa memberikan
kontribusi  57,5% terhadap PDB, diikuti Pulau Sumatra 23,6%, Kalimantan
9,8%, Sulawesi 4,5%, Bali dan Nusa Tenggara 2,4%, dan Maluku dan Papua
sebesar 2,2%.****

 ****

Hadir dan Melindungi****

 ****

Rasa keadilan rakyat pun sudah tercabik-cabik, karena kualitas penegakan
hukum yang buruk. Masyarakat di sejumlah daerah konflik merasa pemerintah
dan institusi penegak hukum tidak pernah hadir ketika mereka terperangkap
dalam persoalan sengketa agraria yang  berpotensi memicu konflik
horizontal. Ketika masyarakat berhadap-hadapan dengan kekuatan bisnis yang
besar, alat-alat negara justru tidak independen karena cenderung berpihak
pada pemodal. Kecenderungan ini tampak begitu nyata dalam tragedi berdarah
di Mesuji maupun konflik agraria di daerah lain.****

 ****

Moral pemerintahan SBY memerangi korupsi pun praktis sudah rontok. Apa yang
terjadi sekarang adalah perang semu melawan komunitas koruptor. Negara ini
sudah kehilangan konsistensinya dalam perang melawan korupsi, karena
pemerintah tidak all out melindungi KPK dari upaya pelemahan yang dilakukan
dengan berbagai cara dan modus.****

 ****

Menyikapi buruknya kinerja institusi penegak hukum, presiden hanya bisa
prihatin. Padahal, presiden punya wewenang dan kapasitas untuk membenahi
kinerja institusi penegak hukum. Akan tetapi, karena wewenang itu tidak
digunakan, memburuknya kualitas penegakan hukum tak terhindarkan. Itu
sebabnya proses hukum terhadap sejumlah kasus besar, seperti skandal Bank
Century dan Mafia Pajak, tidak berkepastian hingga kini.****

 ****

Setiap kali didesak menggunakan wewenangnya memperbaiki koordinasi dan
sinergi antarinstitusi penegak hukum, presiden selalu menghindar dengan
argumentasi ‘tidak ingin mengintervensi’. Kini, argumentasi seperti itu
sudah dilihat sebagai pencitraan yang ngawur. Intervensi terhadap bawahan
yang lamban menyelesaikan tugasnya jelas tidak sama dengan makna
‘intervensi proses hukum’.****

 ****

Dalam sejumlah kasus atau masalah, masyarakat sudah berulangkali
mempertanyakan peran dan kehadiran pemerintah, baik sebagai penengah maupun
fasilitator.  Kehadiran presiden atau pemerintahannya sangat diperlukan
untuk menyelesaikan setiap masalah. Presiden dan pemerintahannya harus
bersikap, berketetapan, dan berkeputusan atau menetapkan kebijakan agar
setiap masalah bisa diselesaikan. Wacana tidak diperlukan,  karena wacana
cenderung menjadi upaya pencitraan. Kalau para pembantu presiden tidak juga
bisa menyelesaikan masalah bersangkutan, presiden harus mengambilalih
persoalan dan menuntaskannya. Jangan menggantung masalah dengan membiarkan
para pembantu berseteru. []****

 ****

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung
Teruuusss...!****



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke