Kritik “Cengeng” Untuk Direktur
KCJOPINI<http://www.kompasiana.com/posts/type/opinion/> |
18 October 2013 | 10:05 Dibaca: *265 *   Komentar: *0*    1

Dear Pak Tri Handoyo,

Saya sebagai pengguna setia KRL atau Commuter Line selama kurang lebih 8
tahun merasa tersinggung dengan statement bapak kepada media beberapa waktu
lalu seperti dibawah ini:

*“PENUMPANG JAKARTA CENGENG-CENGENG SANGAT DIMANJAKAN”* ujar bapak kepada
Tempo, Rabu 16 Oktober 2013.

Seorang mentor pernah mengajarkan kepada saya bahwa tingkat kualitas
seorang pemimpin dapat dilihat dari cara ia berbicara, dengan demikian
melihat cara berbicara bapak telah cukup memberi saya gambaran mengenai
kualitas kepemimpinan anda seperti apa.

Yang ingin saya tanyakan ke bapak adalah:

   - Bapak ini pulang pergi kantor naik KRL atau enak-enak duduk di mobil
   dinas ber-ac dan ber-supir?

   - Bapak ini pernah merasakan menunggu lama kereta yang mengalami
   gangguan? di stasiun kumuh? dan mengorbankan waktu anda bersama keluarga di
   rumah?

   - Bapak ini pernah naik KRL berdiri berdempetan, tergencet sana sini
   dengan pendingin rusak?

Nah sekarang bapak bilang kami “cengeng” dan “manja”, ini pengalaman
pribadi saya sebagai orang yang anda bilang cengeng dan manja

Pak Tri, saya ini pelanggan setia KRL Serpong. Setiap pagi saya menaiki KRL
dari Juramangu menuju Sudirman dan ketika malam hari berjalan sebaliknya.
Rutinitias ini hampir 8 tahun saya jalankan.

Semenjak kereta ekonomi dihapus dan KRL AC di-ekonomikan, setiap pagi saya
harus dengan “tega hati” mendorong dan menggencet orang di dalam kereta
agar saya bisa masuk ke dalam kereta. Tidak perduli itu nenek, kakek, ibu,
anak muda atau bapak, yang terpenting dorong terus kedalam hingga saya
mendapatkan tempat.

Derita kami tidak berhenti disitu. Ketika berada di dalam kereta, kami
harus tergencet ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke belakang. Coba anda
andaikan Pak Tri, jika orang itu adalah bapak anda? (karena fakta banyak
kakek-kakek) atau itu adalah ibu anda (karena fakta banyak nenek-nenek)
atau itu adalah anak perempuan anda yang sedang hamil? Mengerikan bukan?

Derita kami tidak berhenti disitu (lagi), keadaan seringkali lebih buruk
karena selain tergencet ditambah pendingin (AC) seringkali mati atau rusak.
Terkait ini, kemarin saya baru mengalami kejadian mengerikan.

Saya naik KRL Serpong dari Tanah Abang sekitar pukul 17:45. Kondisi
kapasitas seperti biasa, penuh sesak dan berdempetan. Ketika pintu kereta
tertutup tiba-tiba pendingin rusak dan mati. Derita kami tidak berhenti
disitu, ketika kereta akan memasuki Pondok Ranji tertahan lama sekali.

Dalam keadaan sesak dan pengap seperti itu, kaca jendela di dalam kereta
tidak bisa kami buka meskipun telah dipaksa sekuat tenaga. Seketika
penumpang panik, terutama ibu-ibu karena tidak bisa bernapas. Disamping
saya ada ibu yang mulai sesak asma karena dalam kondisi panik dan kurang
oksigen. Sebagian bapak-bapak ada yang berusaha membuka pintu dengan paksa
bahkan memecahkan kaca dengan paksa. Tapi seluruh usaha itu gagal.

Coba anda andaikan Pak Tri, anda berada dalam kereta, penuh sesak,
pendingin mati, tidak ada kipas, pintu tidak bisa dibuka dan kaca tidak
bisa dibuka. Bayangkan sulitnya anda bernapas, bayangkan bagaimana
tiba-tiba anda panik karena takut sesuatu yang buruk akan terjadi kepada
anda.

Setelah menunggu sekian lama akhirnya kereta berjalan, sesampai di
Juramangu saya hanya menyampaikan rasa sukur kepada Tuhan karena nothing
worst happen. Hebatnya lagi, para penumpang “manja” ini tidak mengeluh
kepada pegawai stasiun, kami semua tetap berjalan seakan normal meskipun
kami  baru saja mengalami kejadian mengerikan.

Berkaca kepada pengalaman itu, saya menyakini bahwa KRL ini adalah accident
waiting to happen (semoga keyakinan ini tidak terbukti). Seperjalanan
pulang, jadi agak miris hati mengingat kami mempercayakan nyawa kami kepada
pemimpin yang bahkan tidak bisa berempati kepada kami dan menghakimi kami
manja dan cengeng.

Derita rutin kami pelanggan setia KRL tetap tidak mengurangi “kadar waras”
kami. Kami tidak pernah rusuh, bahkan mengeluh saja tidak dan kalaupun
mengeluh semua pasti lewat jalur resmi.

Nah sekarang, anda bilang kami cengeng dan minta disuapi, ini statement
anda ke tempo “”*PETUNJUK PENUMPANG SUDAH DIPASANG. JANGAN TERUS DISUAPI,
SEMUA SUDAH MEMAKAI SMARTPHONE”*

Saya jadi miris dan sedikit tertawa ketika membaca ini. Ketahuan sekarang
anda pasti tidak pernah melongok laman dan isi twitter dari KRL Jabodetabek
buatan orang anda sendiri.

Di laman itu pak, kami para pelanggan setia KRL yang memakai smartphone,
selalu rajin mengecek dan mengupdate status keberangkatan kereta dan
keaktifan kami itu pasti cukup membantu administrator twitter tersebut.
Dari kegiatan saling berbagi informasi diantara kami ini, kami jadi
mengetahui “oh di Bogor ada kereta nyerempet Avanza” “oh di Serpong ada rel
patah” “oh di Serpong ada gangguan signal”. Update berita itu justru kami
peroleh dari forum twitter dan bukan dari manajemen bapak. Jadi disuapi apa
toh?

Terkait informasi jadwal keretapun, hampir di semua stasiun pak jadwal itu
dipampang dalam kertas ukuran A4 dengan tulisan kecil-kecil. Kalaupun
disebar ke pelanggan itu tidak gratis tapi beli. Jika saja tim bapak mau
“berpikir lebih keras” mereka bisa kok majang spanduk besar dengan tulisan
besar dengan hanya memampang jadwal kereta di jam sibuk. Mengapa? karena
itulah yang digunakan oleh banyak orang jadi itu pasti membantu kami banget
sebagai pelanggan setia.

Terus anda membandingkan dengan Singapura? itu seperti membandingkan mobil
angkot Cary dengan Toyota Alphard. Di Singapura, apa iya stasiunnya kumuh
seperti disini? apa iya kapasitas stasiunnya kalah dengan jumlah penumpang?
apa iya pemimpinnya tega hati menghakimi pelanggan itu manja dan cengeng?
apa iya kualitas dan kapasitas keretanya seperti KRL di Jakarta?
Sepengetahuan saya, manajemen di Singapura jauh lebih berorientasi kepada
pelanggan daripada manajemen disini.

Yang menyedihkan adalah anda menggunakan analogi ibu hamil. Coba anda
diam-diam melongok ke Stasiun Dukuh Atas di pagi hari. Itu ratusan orang di
saat bersamaan saling berebut menaiki eskalator yang sempit dan mati.
Singkat kata, kapasitas tidak sesuai dengan jumlah. Jadi wajar gak Pak Tri
kalau ibu hamil protes jika eskalatornya tidak jalan? bayangkan itu anak
perempuan anda, mengerikan bukan membayangkan bagaimana ia harus berebut
naik eskalator mati, digencet sana sini, menaiki eskalator yang curam,
berdesakan, mengerikan bukan membayangkan nasib kandungan tercintanya?

So, apanya yang dimanja? toh kami selalu pasrah menerima naik KRL tua
dengan pendingin rusak, dengan jadwal rajin telat, dengan jumlah gerbong
tidak sesuai kapasitas, dengan harus berdesakan dan bersesakan, dengan
standar keamanan gak jelas, jadi itu manja?

So, apanya yang disuapi? toh selama ini kami saling mengupdate status dan
informasi diantara kami sendiri tanpa bantuan dari manajemen anda

Sepengetahuan saya, menjadi pemimpin dari suatu perusahaan transportasi itu
harus total berorientasi kepada pelanggan. Sikap berempati kepada pelanggan
mutlak diperlukan dan anda sebagai Direktur Utama harusnya lebih paham
mengenai ini.

Statement anda justru mencerminkan betapa jauh anda dari realitas akar
rumput di bisnis yang anda pimpin. Andaikan anda bisa merasakan derita kami
sebagai pelanggan di industri monopoli ini. Betapa tidak berdayanya kami
karena tidak memiliki bargaining position terhadap perusahaan anda. Derita
kami semakin bertambah dengan adanya fakta bahwa menteri BUMN dan Pejabat
Dephub pun selalu membela anda mati-matian dan seakan yang salah itu adalah
kami, si pelanggan manja dan cengeng.

Sekedar saran dari akar rumput nih Pak Tri, kalau Commuter memang ingin
menjadi lebih baik, bisa dimulai lho dengan direksi terutama anda
memutuskan tidak lagi menggunakan mobil dinas melainkan menggunakan KRL
sebagai sarana pulang pergi kantor. Coba anda terus naik KRL di jam sibuk
sampai anda pensiun menjabat. Ikutlah merasakan penderitaan kami, ikutlah
merasakaan kemanjaan kami dan dengan begitu anda pasti akan mampu memimpin
PT KCJ ke arah lebih baik.

Sekian uneg-uneg kekecewaan saya. Saya tidak pernah mengeluh pak dengan
KRL, namun statement bapak di Tempo cukup membuat tensi darah naik dan
sebagai pelanggan setia KRL saya benar-benar tersinggung sehingga merasa
perlu menulis ini. Apakah itu berarti saya cengeng pak? Jika iya silahkan
saja anggap ini hanyalah sebuah “kritik cengeng”.

Salam

Pelanggan Setia KRL
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/10/18/kritik-cengeng-untuk-direktur-kcj-601528.html
--
".. bertindak bijak dan waspada dalam menghadapi segala resiko serta
situasi adalah cermin kepribadian yang handal..bijak dalam berinvestasi
dengan tidak menghabiskan apa yang tidak sanggup untuk dibebankan.."

FaceBook : hanja...@gmail.com
YM           : desat...@yahoo.com
Gtalk        : hanja...@gmail.com

Kirim email ke