sumber :

http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2014/05/20/30232/panggil-aku-wie-jo-koh-alias-jokowi-antek-asing-dan-aseng/#sthash.9HnvROry.dpbs

=============== Kampanye hitam ? silahkan diteliti seksama ====================



Panggil Aku Wie Jo Koh alias Jokowi, Antek Asing dan Aseng
Penulis: Abdul Halim/VOA-Islam


Banyak yang menyangkal keabsahan Jokowi antek asing dan 
aseng, terlebih lagi Jokowi ternyata anak Cina, lalu apa kata Sri 
Bintang Pamungkas?
Kelompok Tartar
Menurut politisi kawakan yang pernah keluar masuk penjara di era 
rezim Orde Baru, Dr Ir Sri Bintang Pamungkas, sebagaimana pernah dimuat 
di Suara Islam edisi 174, di Indonesia terdapat tiga kelompok etnis 
Cina. Pertama, adalah mereka yang masih berkiblat kepada pemerintah 
RRC.Kedua, adalah mereka yang berkiblat pada pemerintah dan hukum 
Indonesia dan sepenuh hati loyal kepada Republik Indonesia. Ketiga, 
kelompok Cina Perantauan atau Hoakiauw.
Kelompok Hoakiauw inilah yang terbesar dan mereka hanya menjadikan 
Indonesia sebagai tempat mencari hidup saja, mereka berlaku seolah-olah 
Indonesia miliknya, tetapi kekuasaan, hukum dan lain-lain adalah mereka 
yang punya; singkatnya, hidup mereka seperti benalu.
Hanya saja, mereka punya akar-akar seperti pohon beringin yang 
menjadikan mereka bisa hidup abadi, meskipun Pribumi Indonesia mati.Di 
seluruh dunia, sikap hidup para Tartaris adalah seperti itu; tetapi 
hanya Indonesia yang dengan mudah ditaklukkan, di samping yang sudah 
lebih dulu. Kelompok Tartar ini mau menjadikan Indonesia seperti 
Singapura.
Ketika bujukan untuk pindah ke Jakarta menjadi Gubernur DKI itu termakan untuk 
selanjutnya diiming-imingi menjadi capres, itulah saatnya Jokowi mulai 
diperangkap oleh kelompok Tartar itu.
Padahal kejahatan kelompok Tartar, sudah terdeteksi sejak awal 
1970-an, dimana mereka para kelompok Cina yang berusaha menguasai 
Nusantara. Mereka pulalah yang mempengaruhi Jokowi untuk hijrah ke 
Jakarta dan menjadi capres.
Menurut Sri Bintang, kelompok Tartar ini menjadi kuat setelah 
bergabung dengan kelompok Nasrani Kharismatik; atau sebaliknya. Para 
pendukungnya, antara lain, adalah dari kelompok Lippo dan Ciputra; dan 
masih banyak lagi yang bisa disebut.
Dan di belakang mereka adalah pemikir dan pemain legendaries di era 
Orba bahkan sampai sekarang seperti CSIS. Merekalah yang berusaha 
membelokkan Republik Indonesia dari cita-cita Proklaamasi 1945.
Dalam sejarahnya, menurut Sri Bintang, keinginan untuk menguasai 
Nusantara dari para Tartaris ini sudah mulai ada sejak abad ke 5 atau 6 
Masehi.
Istilah Tartar mulai muncul ketika pada akhir 1100-an dan awal 
1200-an, ketika orang-orang Mongol membangun dinasti di Daratan Cina. 
Mereka mengikuti gerakan sebelumnya untuk menguasai Nusantara yang kaya 
dan makmur.
Banyak ekspedisi perang mereka yang dikirim ke Nusantara, termasuk 
semasa kejayaan Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit. Tetapi mereka selalu 
dikalahkan. Tentara Tartar yang dihancurkan oleh Raden Wijaya, 
pendiri Majapahit itu, adalah tentara gabungan antara orang-orang Cina 
dan Mongol. Mereka berjiwa penjajah dan berperilaku kejam sekali.
Namun kemudian pada abad-abad berikutnya, mereka mulai bermigrasi ke 
Nusantara secara besar-besaran, bebas dan tidak kentara, sesudah 
jatuhnya Kerajaan Majapahit dan muncullah Kasultanan-Kasultanan Islam; 
serta bersamaan dengan masuknya para penjajahBarat seperti Portugis, 
Inggris dan Belanda.
Nafsu orang Cina Hoakiauw untuk menguasai Nusantara atau Indonesia 
itu hidup terus sejak jaman Belanda hingga sekarang. Rusaknya 
rezim-rezim penguasa, dimulai dari Soeharto sampai SBY sekarang, yang 
justru memberikan peluang bagi terwujudnya nafsu penjajahan oleh para 
Tartaris itu.
Memang diakui, tidak semua orang Cina di Indonesia mempunyai jiwa 
Tartarisme seperti itu; tetapi jumlah mereka sedikit sekali. 
Terlebih-lebih, ketika para Tartaris itu bergabung dengan kelompok 
non-Muslim, khususnya, kaum Nasrani, yang juga sudah masuk ke Indonesia 
sejak para penjajah Barat masuk Indonesia.
Lebih khusus lagi ketika masuk pada awal 70-an juga, kelompok Nasrani 
Kharismatik. Kelompok ini berasal dari Orde Pentecosta di Israel, mulai 
berkembang di Inggris, lalu Amerika Serikat, bahkan diterima oleh 
Vatikan di samping kelompok Katholik Roma.
Mereka masuk ke Indonesia melalui Timor-Timur kemudian 
Surabaya.Mereka membangun jaringan besar dan luas di seluruh Indonesia, 
terutama Jawa, dengan dana luarbiasa besarnya.
Aseng dan Asing
Banyak rakyat Indonesia yang belum mengetahui, dibalik sikap Jokowi 
yang kelihatannya merakyat dan selalu memakai baju putih itu, 
sesungguhnya dia sejak sebelum menjadi Walikota Solo (2005) adalah antek Aseng 
(Cina Hoakiauw/Cina Perantauan).
Jokowi (Joko Widodo) sesungguhnya masih keturunan Cina asli dari 
Solo, sebab ayah kandungnya adalah Oey Hong Liong dan ibunya Sudjiatmi, 
perempuan asli Jawa. Bahkan Jokowi memiliki nama asli Cina, Wie Jo Koh 
dan leluhur Jokowi yang pertama kali datang ke Indonesia pada zaman 
Belanda bernama Wie Jok Nyam.
Hal itu menunjukkan Jokowi keturunan Cina bermarga Wie, dimana 
leluhurnya berasal dari daratan Cina. Maka tidaklah mengherankan jika 
dibelakang Jokowi selalu berdiri tokoh-tokoh konglomerat hitam Cina demi 
membantu Jokowi agar berhasil merebut kursi Walikota Solo, kursi 
Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya nanti kursi RI-1.
Ketika mencalonkan Walikota Solo berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo 
(Ketua PDIP Solo) tahun 2005, Jokowi didukung habis-habisan dengan 
pendanaan dari Lukminto, seorang Cina Solo pemilik pabrik tekstil 
terbesar di Indonesia bahkan produknya telah mendunia karena dipakai 
sebagai seragam pasukan NATO, PT Sri Rejeki Isman Textile (PT Sritex) 
yang memiliki pabrik besar di Sukoharjo.
Tidak hanya Lukminto, tetapi para bos Cina lainnya di Solo seperti 
bos PT Konimex juga ikut mendukung pendanaan untuk kedua pasangan calon 
Walikota dan Wakil Walikota tersebut. Sebab sebelum menjadi Ketua PDIP 
Solo, Rudy adalah Ketua Serikat Buruh PT Konimex yang dikenal perusahaan yang 
memproduksi obat-obatan tersebut. Akhirnya Jokowi-Rudy berhasil 
menang pada Pilkada 2005 dan dilanjutkan pada Pilkada 2010.
Demikian pula pada Pilgub DKI tahun 2012 lalu, pasangan Jokowi-Ahok 
didukung dana triliunan rupiah dari para Cina Hoakiauw dan konglomerat 
hitam seperti James Riyadi dan Antony Salim, anak konglomerat hitam 
pendiri Lippo Group Muchtar Riyadi, dan Liem Swie Liong pendiri Salim 
Group dan BCA.
Padahal Muchtar Riyadi dan Liem Swie Liong serta Syamsul Nursalim dan para Cina 
Hoakiauw lainnya dikenal sebagai “Para Perampok BLBI” tahun 
1998 lalu yang mencapai jumlah total Rp 660 triliun.
Namun sayangnya, mereka justru “dimaafkan” oleh Presiden Megawati 
ketika berkuasa 2001-2004 lalu, meski baru mengembalikan 30 persen hasil 
jarahannya bahkan ada yang baru mengembalikan 10 persen saja.
Sekarang yang menanggung pembayaran hutang Bantuan Likuiditas Bank 
Indonesia (BLBI) tersebut adalah rakyat Indonesia dicicil melalui APBN 
setiap tahunnya dan itu belum tentu akan lunas hingga 50 tahun 
mendatang. Sedangkan para anak konglomerat hitam seperti James Riyadi 
dan Antony Salim sekarang justri berdiri dibelakang Jokowi untuk 
mengincar kekuasaan dan kembali menjarah negeri ini jika kelak Jokowi 
akhirnya terpilih menjadi Presiden RI.
Kalau pada Pilgub DKI para konglomerat hitam itu telah 
menggelontorkan dana hasil rampokan BLBI puluhan triliun rupiah dan 
akhirnya berhasil mendudukkan Jokowi-Ahok di kursi Gubernur dan Wagub, 
maka pada Pilpres nanti diperkirakan mereka akan mengelontorkan dana 
ratusan triliun rupiah demi mendudukkan Jokowi di kursi RI-1 dan mereka 
menginginkan RI-2 berasal dari tokoh Kristen atau Katolik.
Dana sebesar itu akan disokong para konglomerat hitam di dalam negeri dan luar 
negeri terutama pada Hoakiauw di Asia Tenggara, dimana mereka 
sekarang sering mengadakan pertemuan di Singapura. Jadi sesungguhnya 
masa depan Indonesia sedang ditentukan dari Singapura jika Jokowi sampai 
berhasil menguasai Istana.  
Tidak hanya menjadi antek aseng, ternyata Jokowi juga menjadi antek 
asing terutama AS. Terbukti awal 2012 lalu sebelum Jokowi maju untuk 
pencalonan Gubernur DKI, Dubes AS Scott A Marciel sempat berkunjung ke 
Solo dan bertemu Jokowi. Diduga keduanya bertemu untuk membicarakan 
pencalonan Jokowi guna merebut kursi DKI-1.
Bahkan akhir bulan lalu Jokowi bersama Megawati bertemu dengan para 
Dubes negara-negara Barat termasuk AS dan Vatikan di sebuah rumah 
pengusaha Cina anggota jaringan Yahudi Internasional di Jakarta. 
Pertemuan yang sesungguhnya rahasia tersebut ternyata berhasil dicium 
insan pers, namun Jokowi tetap tidak mau menyebutkan apa isi pembicaraan antara 
dirinya dengan para Dubes negara-negara Barat dan Vatikan 
tersebut.
Namun liciknya Jokowi, untuk meredam kecurigaan umat Islam kalau 
dirinya sebenarnya antek asing dan aseng, Jokowi awal bulan ini sengaja 
mengunjungi para tokoh Islam dari kalangan Muhammadiyah dan NU yang 
kemudian dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan para Dubes 
negara-negara Timur Tengah di Jakarta.
Hal itu dimaksudkan untuk mengelabui umat Islam Indonesia sekaligus 
pada Pilpres nanti agar memilih Jokowi, jadi sekali dayung dua tiga 
pulau terlampaui.  
Dengan demikian sesungguhnya jika Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada 
Pilpres 9 Juni nanti, maka akan menjadi momentum untuk mengubah 
Indonesia menjadi Singapura kedua atau menjadi Indonesia negara satelit 
RRC.
Pasalnya, kelompok konglomerat hitam Hoakiauw yang menjadi geng 
Jokowi saat ini sudah menguasai 70 persen perekonomoan nasional, jika 
nanti dia berkuasa praktis akan menguasai politik nasional. Jika politik dan 
ekonomi sudah dikuasai satu kelompok mafia Hoakiaow, maka pertanda 
akan tamatlah NKRI dan kemunduran besar bagi umat Islam Indonesia yang 
saat ini mayoritas mutlak 88 persen.
Dapat dipastikan para konglomerat hitam geng Hoakiauw yang 
berkolaborasi dengan Kristen dan Katolik Fundamentalis itu akan berusaha keras 
sekuat daya dan tenaga untuk mengkristenkan dan mengkatolikkan 
umat Islam Indonesia, yang dulu selalu gagal dilancarkan penjajah 
Belanda meski mereka berkuasa selama 350 tahun atas Nusantara.
Sebab sesungguhnya mereka telah menunggu 1.000 tahun sejak Kerajaan 
Singosari, sekarang mereka berfikir mumpung Wie Jo Koh sedang berkuasa 
di Indonesia, kapan lagi waktunya kalau tidak sekarang untuk menguasai 
Nusantara sekaligus mengkristenkan umat Islam sehingga menjadikan 
Indonesia Negara Kristen Republik Indonesia (NKRI). Naudzubillah min 
dzalik. (*)
Penulis: Abdul Halim/VOA-Islam   
- See more at: 
http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2014/05/20/30232/panggil-aku-wie-jo-koh-alias-jokowi-antek-asing-dan-aseng/#sthash.9HnvROry.dpuf

Kirim email ke