NU dan Serangan Paham Keagamaan Negara Kaya Minyak
Oleh: Syarif Hidayat Santoso



Disadari atau tidak, Indonesia adalah lahan penyebaran petroreligiositas.
Petroreligiositas adalah lahirnya transformasi keberagamaan negara-negara
kaya minyak. Di dunia Islam, negara yang gencar menyebarkan
petroreligiositas adalah Arab Saudi dan Iran. Arab Saudi dengan paham
salafi-wahabinya dan Iran dengan syiahnya. Melalui dana miyak yang
melimpah, mereka menyebarkan pahamnya ke seluruh dunia. Bahkan antar
keduanya telah terjadi semacam kontestasi yang saling menegasikan.



Melalui kekuatan Rabitah Alam Islami dan buku-buku gratis yang dibagikan
kepada para jamaah haji, arab Saudi menyebarkan pahamnya. Arab Saudi juga
aktif memobilisasi dan mendanai gerakan jihad internasional seperti di
Afghanistan waktu invasi Sovyet dan perang Bosnia. Iran pun juga sama.
Mereka mengekspor Revolusi Islamnya ke seluruh dunia, salah satunya melalui
organisasi Jamaah Dakwah. Iran juga berperan aktif di Irak, Afghanistan,
Lebanon, Bahrain, Yaman melalui partai-partai dan milisi lokal.



Jihad pun tak lagi murni sebuah ibadah. Jihad internasional telah menjadi
pertaruhan perebutan kuasa politik antara Iran dan Arab Saudi. Semasa
perang Bosnia (1992-1995), ditemukan dua kelompok mujahidin internasional
yang berafiliasi baik dengan Iran maupun Saudi. Ada mujahidin syiah
bentukan Hezbollah dukungan Iran. Kesatuan mujahidin ini berasal dari
kombinasi pejuang Palestina, Lebanon, syiah Afghan dan Iran. Di sisi lain,
Arab Saudi melatih dan mendanai veteran perang Afghan dalam jihad di
Bosnia. Poros mujahidin pro Saudi ini terdiri dari kombinasi para pejuang
sunni Turki, Albania, Arab Saudi, Afghanistan dan sukarelawan Eropa.



Petroreligiositas juga merambah Indonesia. Bentuknya berupa transformasi
pemikiran melalui buku-buku, yayasan, pesantren dan sekolah Islam yang
berafiliasi dengan keduanya. Kaum Wahabi-Salafi juga pernah berjihad di
Ambon. Salafi dan syiah juga saling berkontestasi dalam ruang religiositas
Indonesia. keduanya saling berseteru dan menjadikan kaum sunni tanah air
sebagai basis massa untuk diperebutkan.



NU dengan kekuatan basis massa tradisionalnya merupakan sasaran empuk
gerakan petroreligiositas. Basis massa NU digerogori sedikit demi sedikit.
Jika puluhan tahun lalu, basis NU di Jawa adalah sepenuhnya NU, kini tidak
lagi. Di Madura, telah bersemi gerakan Syiah dan Salafi. Syiah dan salafi
juga muncul dengan ambisius di basis terkuat NU mulai Bangil, Pekalongan,
Jember, Bondowoso, Kediri, Jombang, Gresik, Banyuwangi, Cirebon dan
Surabaya.



Salafi dan syiah bergerak dengan dua titik. Pertama, ruang urban di
perumahan-perumahan di kota, kedua di pedesaan terpencil. Ini merupakan
taktik kaum petroreligiositas. Di perumahan-perumahan modern, kaum
transnasional bisa dengan mudah mendapat kader. Sebab sosiologisnya karena
ikatan warga penghuni perumahan relatif longgar. Warga perumahan pada
dasarnya merupakan kalangan terpelajar kelas menengah keatas namun minim
ilmu agama. Gerakan petroreligiositas dengan gigih berupaya merebut massa
kalangan profesional. Mereka dengan bangga akan mengatakan ke hadapan
publik bahwa kader dan simpatisannya merupakan kalangan terpeelajar dan
profesional.



Kalangan awam di pedesaan terpencil juga merupakan sasaran empuk. Taktik
yang dipakai mirip misionaris. Menyantuni kaum miskin sambil menyebarkan
pahamnya. Baik di perumahan maupun kawasan terpencil NU relatif bergerak.
Di perumahan kaum urban, NU relatif sulit didekati karena longgarnya basis
soliditas antar warga. Kaum urban juga terkadang sinis terhadap para kiai
dan ustadz NU yang dianggap konservatif dan tradisional. Di kawasan
terpencil, NU terkena stigma sebagai pelindung kaum abangan. Posisi NU di
kawasan terpencil kadang kalah gesit dengan ormas lokal Hidayatullah dan
DDII. Dalam beberapa kasus sering dijumpai kalau gerakan Islam
transnasional bisa berkembang karena memanfaatkan massa Islam modernis yang
lebih dulu ada.



Bagi kalangan urban, para tokoh NU yang berstatus akademisi atau mereka
yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi wajib didayagunakan. Kombinasi
antara kiai salaf dengan kiai universitas wajib dilakukan demi dakwah di
kota-kota. Tanpa dukungan akademisi, dakwah NU akan diminorkan kaum urban.
Di desa terpencil, NU harus lebih kreatif dalam melindungi kaum abangan
diantaranya dengan perbaikan syariat secara perlahan. Sebabnya, Kaum
transnasional sering mendudukkan kaum abangan sebagai sasaran dakwah.
Simpati terhadap Dakwah salafi-wahabi sebenarnya lebih banyak berasal dari
kalangan abangan, bukan nahdliyyin. Kaum abanganlah penyumbang terbesar
kader salafi-wahabi di Indonesia.



Petroreligiositas adalah fakta global abad ini. Meskipun terlihat kuat dan
tangguh, namun petroreligiositas rapuh di dalam karena digerakkan berdasar
uang. Petroreligiositas juga rapuh karena berdasar kombinasi antara dakwah
dan politik. []



Syarif Hidayat Santoso, alumni hubungan internasional FISIP UNEJ, warga NU
Sumenep.



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Reply via email to