Saatnya Melatih Diri di Bulan Suci

Oleh: Said Aqil Siradj






BULAN Ramadan kembali tiba. Untuk kali kesekian kita diberi kesempatan
untuk merasakan nikmatnya berpuasa. Dengan berpuasa, kita bisa lebih
merasakan arti seteguk air bagi tenggorokan yang kering. Dengan puasa, kita
jadi lebih tahu manfaat sepiring nasi bagi perut yang lapar. Bukankah hanya
dengan kelaparan kita mengetahui apa itu kenyang dan hanya dengan kehausan
kita mengetahui apa itu kesegaran?






Puasa tidak hanya berurusan dengan kenyang dan lapar. Jika ditelusuri lebih
jauh, kata sha-wa-ma yang berarti menahan juga merujuk pada aktivitas
batiniah. Artinya, puasa juga bermakna menahan hati dari berbagai hal
negatif yang bisa merusak jiwa seperti iri, dengki, sombong, riya, ujub,
dan penyakit hati yang lain. Karena itu, dalam berpuasa, seorang muslim
sebenarnya dilatih untuk menyinergikan antara dua eksistensi yang berbeda,
yaitu jasmaniah dan rohaniah. Sebab, di dalam rohani kita terdapat ide-ide
kebaikan yang nanti diejawantahkan oleh jasmani dengan sikap hidup
keseharian.






Lapis Batin






Manusia pada dasarnya diciptakan sebagai makhluk yang baik. Allah memberi
manusia komponen diri untuk digunakan sebagai penjaga kemuliaan diri seraya
terus membangun kedirian menuju derajat yang lebih baik. Karena hidup nyata
di muka bumi, manusia lalu mengalami pergulatan hidup. Banyak tantangan dan
godaan yang akan selalu menelingkupi kehidupan manusia. Dunia memang
tidaklah hampa, melainkan jamak dengan berbagai warna. Justru kebinekaan
hidup itulah yang kemudian mendorong manusia bergulat dengan kehidupan. Di
situlah sesungguhnya ’’lahan’’ menyemai bagi manusia untuk mewujudkan
dirinya sebagai khalifatullah. Rasulullah mewanti, ’’dunia adalah tempat
menyemai bagi kelak kehidupan di akhirat.’’






Dalam pelatihan batin, lazim dikenal beberapa instrumen pelatihan dalam
rangka memberdayakan kedirian manusia. Ibaratnya dalam membangun sebuah
usaha, sudah tentu seseorang memerlukan ’’manajemen’’ agar usahanya bisa
berjalan baik dan lancar. Demikian halnya, lebih-lebih ikhtiar
memberdayakan diri.






Dewasa ini memang sudah cukup banyak upaya pelatihan diri. Kenyataan itu
menjadi petunjuk bahwa manusia sekarang sudah begitu sadar untuk
meningkatkan potensi dirinya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan
praktis. Lagi-lagi, semua itu karena yang menjadi inti pemberdayaan
sesungguhnya harus bertumpu pada manusianya, bukan terfokus pada sistemnya.
Bila manusianya berkarakter unggul, sistem apa pun akan mudah dirancang dan
dikerjakan.






Dalam jagat rohaniah, manusia mempunyai beberapa ornamen. Di antaranya,
qalb dan dlamir. Biasanya qalb diartikan dalam bahasa Indonesia dengan
hati. Tetapi, makna sebenarnya bukanlah merujuk pada segumpal daging yang
terletak di dalam rongga tubuh manusia, namun lebih menunjuk pada sesuatu
yang bersifat rohani yang metafisik dan bukan jasmaniah. Qalb itulah yang
juga sering disebut mata hati (eye of heart) atau bashirah. Bashirah
mempunyai potensi untuk melihat kebaikan dan keburukan. Bashirah adalah
ruang dalam diri manusia yang dapat memilah antara yang baik dan yang
buruk. Bashirah merupakan alat pendeteksi yang dianugerahkan Allah untuk
manusia.






Apabila bashirah hanya bisa melihat dan memilah antara yang baik dan yang
buruk, dlamir berfungsi memotivasi manusia untuk berbuat kebaikan dan
menjauhi hal-hal yang buruk. Karena itu, dlamir juga dapat diartikan
sebagai moral. Dengan demikian, jika dilihat dari sisi kualifikasi,
konteks, dan batasannya, dlomir (moral) dapat dibagi menjadi tiga. Pertama,
dlamir ijtima’i, yakni moralitas yang terbentuk karena lingkungan dan
bersifat sosial. Di sini moralitas lahir sebagai kesepakatan secara sosial.
Kedua, dlamir qonuni adalah moralitas yang terbentuk karena norma-norma dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku serta bersifat legal. Ketiga, dlamir dini,
yakni moralitas berdasar petunjuk agama.






Pribadi Berkarakter






Pada era modernisasi saat ini, kesadaran untuk senantiasa melatih segi
batiniah justru perlu ditingkatkan. Secara nyata, hal itu berkaitan dengan
pemberdayaan diri guna menghasilkan masyarakat yang berdisiplin, santun,
serta peduli. Puasa Ramadan bisa menjadi momentum tepat untuk melatih diri.






Nah, puasa pada dasarnya merupakan pekerjaan dlamir, baik dlamir ijtima’i,
qanuni,maupun dlamir dini. Di dalam puasa terkandung berbagai aspek yang
tidak terbatas pada masalah keagamaan saja, namun juga norma dan sosial.
Ketika kita berpuasa, berniat saat malam untuk menahan diri dari makan dan
minum serta berbagai hal-hal yang keji hanya karena Allah, secara otomatis
kita telah ikut menjaga kestabilan lingkungan, keamanan, dan ketertiban.






Ramadan kali ini bertepatan dengan ’’tahun politik’’. Berbagai tingkah
politik telah dipertontonkan. Ada kampanye negatif, kampanye hitam, atau
tawuran antar pendukung. Memilih pemimpin semestinya dilakukan dengan cara
yang santun dalam suasana demokratis. Nah, saatnya untuk berbenah diri
dalam bulan suci ini demi melahirkan pribadi-pribadi yang berintegritas
moral yang tinggi. Jangan sampai kita gagal dalam membangun manusia yang
berkarakter. Negara yang berperadaban luhur (madinah al-fadhilah)
sesungguhnya adalah tempat berkumpulnya pribadi-pribadi unggul yang
berkarakter. []






JAWA POS, 28 Juni 2014


Said Aqil Siradj ; Ketua Umum PBNU






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke