Makna Penting Hubungan NU dengan Ulama Afganistan

Oleh: H. As’ad Said Ali






--Sejak peringatan hari lahir atau harlah ke-85 NU di Gelora Senayan
Jakarta, tepatnya pada Juli 2011 lalu, PBNU mulai menjalin silaturrahim
dengan ulama Afganistan, dimulai dari kunjungan ulama Afganistan ke
Indonesia. Setelah itu, secara bergantian delegasi NU juga berkunjung ke
Afganistan. PBNU bahkan pernah mengirim tiga kali delegasi ke Afganistan.






Delegasi PBNU pertama ke Afganistan dipimpin oleh Rais Syuriyah, KH
Saifuddin Amsir. Kedua saya sendiri yang memimpin delegasi yang lebih
besar. Nah pada pertemuan kedua ini kita bertemu ulama-uama yang mewakili
empat provinsi di Afganistan, baik dari pihak yang pro atau oposisi
terhadap pemerintah setempat. Waktu itu, perprovinsi diwakili 3-4 delegasi
ulama. Lalu, setelah Rapat Pleno PBNU di Wonosobo, akhir 2013 ada delegasi
ketiga dari PBNU yang berangkat ke Afganistan, KH Ishomuddin dan KH Yahya
Staquf, untuk memantapkan kerjasama.






Ulama Afganistan, termasuk salah seorang menterinya juga pernah berkunjung
ke PBNU, yaitu menteri di bidang amar makruf nahi munkar. Diantara mereka
yang pernah datang ke NU juga ada mantan Mujahidin Afganistan dan mantan
Taliban. Setelah itu, mereka juga telah mengirimkan 23 mahasiswa untuk
kuliah di salah satu universitas NU yang sekarang masih berlanjut.






Nah dalam pertemuan terakhir di Indonesia sebagai pegembangan
pertemuan-perteuan sebelumnya, mereka semakin mendalami NU, baik struktur
organisasi, ajaran, maupun program dan kegiatan-kegiatannya. Mereka juga
meninjau berbagai aktivitas pesantren dan menyatakan ingin mengadopsi
sistem pendidikan pesantren. Dalam kunjungan terakhir inilah terungkap
keinginan untuk mendirikan organisasi NU di Afganistan. Sama seperti NU di
Indonesia, organisasi yang akan didirikan ini juga berada di luar jalur
politik, untuk memfasiltasi ulama dalam menyelesaikan berbagai konflik di
sana.






Jadi intinya, mereka sepakat bahwa alim ulama harus berjuang baik sebelum
maupun setelah kemerdekaan, dan bisa dilakukan melalui ormas, tidak harus
partai politik. Ulama berperan sebagai katalisator, dinamisator, atau
penggerak, dan meletakkan landasan bernegara sesuai dengan Islam dan budaya
nasional. Maka ulama Afganistan yang bermusyawarah di Kabul pada bulan Mei
yang lalu sepakat membentuk NU Afganistan yang akan dilanjutkan pertemuan
berikutnya setelah Idul Fitri 1435 H.


Apa makna penting hubungan NU dengan ulama Afganistan? Dalam berbagai
pertemuan terungkap bahwa ulama Afganistan ingin meneladani pengalaman
perjuangan para ulama NU, yakni bagaimana memerankan ulama dalam
pembangunan bangsa dan masyarakat dengan berdasarkan pada ajaran yang
rahmatan lil alamin dan bersumber pada budaya dan tradisi.






Kedua, bahwa ulama Afganistan menyadari cara yang ditempuh ulama Indonesia
bisa mengisi kekosongan atau kevakuman peran ulama akibat dominasi dari
politik yang dilakukan para ulama ulama sendiri. Jadi selama ini ulama di
Afganistan berpolitik praktis yang menyebabkan mereka menjadi bagian dari
pihak-pihak yang berkonflik itu sendiri, tidak bisa menjadi penengah.






Ketiga, bahwa ulama Afgan juga menyadari satu pola yang tidak dijumpai di
negara Timur Tengah dan Asia Selatan. Di Indonesia ulama terlibat aktif
dalam dalam penyelesaian konflik melalui ormas-ormas Islam. Para ulama
Afganistan melihat bahwa ulama Indonesia khususnya NU yang menerapkan
ajaran tasamuh atau toleransi bisa menjadi referensi dalam menyelesaikan
problem mereka.






Secara doktrin keagamaan mereka pun mirip kita. Dalam hal akidah mereka
mengikuti Al-Asy’ari dan Maturidi, sementara dalam hal fiqih mereka
mengikuti Imam Hanafi, dan dalam hal tasawuf mayoritas mereka mengikuti
thariqah Naqsabandi di sana.






Namun meskipun secara doktriner agama muslim Afganistan sama dengan kita,
namun kenapa mereka menjadi terjerembab dalam pertikaian dan kekerasan
sejak 1979? Pertama, karena kondisi sosial ekonomi yakni perebutan
kepentingan antara Soviet dan Amerika Serikat. Lalu ada Iran dan Saudi
serta Pakistan pasca runtuhnya Soviet. Negara Barat juga ingin menguasai
minyak dan gas bumi.






Ada juga masalah ideologi, meskipun mereka seperti kita, tetapi mereka
terpengaruh ajaran Ibnu Taimiyah yang memudahkan mengkafirkan orang lain,

terutama kepada pemerintahan yang tidak 100 persen mengikuti Islam ketat.
Jadi pemikiran Ibnu Taimiyah tidak dipahami secara sempurna seperti itu.
Dengan mempelajari Islam di Indonesia, pemahaman persepsi yang salah
seperti itu akan diluruskan kembali.






Apa makna penting hubungan ulama Afganistan bagi ulama Indonesia? Bagi
Indonesia, khususnya NU merupakan suatu titik awal untuk melakukan kiprah
membantu masyakat dunia menuju suatu perdamaian sebagai sesama muslim.
Indonesia juga bisa meniru keteguhan mereka memegang teguh identitas
keafganistanan.






Hubungan antara NU dan ulama Afganistan yang terus berlanjut juga bisa
dimanfaatkan untuk pemerintah Indonesia kalau sewaktu-waktu diperlukan,
termasuk dalam pengiriman pasukan perdamaian. Indonesia akan diterima
dengan baik oleh kelompok Mujahidin maupun Taliban. Dari perspektif
Indonesia, kita juga bisa mengambil pelajaran agar tidak terjebak konflik,
dimana pengaruh asing baik dari timur dan barat harus disikapi dengan
kedaulatan kemandirian dan keteguan.






Hubungan antara NU dan ulama Afganistan ini sekaligus mengulang sejarah
awal masuknya Islam dari Timur Tengah lalu ke Asia Selatan, lalu ke Asia
Tenggara sampai ke Indonesia. Proses masuknya Islam itu tidak terlepas dari
hubungan kultural dan perdangangan melalui negara yang punya pantai
samudera Hindia dengan mengikuti pelayaran yang tetap; satu pola pelayaran
yang mengikuti arah angin dengan siklus April-September dan Oktober-Maret.






Jadi hubungan NU dan ulama Afganistan ini semacam pengulangan sejarah
kembali dan akan mejadi semacam titik awal hubungan negara-negara yang
dekat dengan Samudera India terutama di bidang perdagangan: Dari Tanzanisa,
Somalia Persia, Pakistan, India sampai ke Asia Selatan sampai ke Asia
Tenggara. Misalnya dulu damar dan kemenyan dihasilkan Oman sama Yaman.
Kemudia dari Indonesia ada rempah-rempah. Dari Zanzibar ada gading dan batu
mulia, dan seterusnya.






Jadi kaitan antara bisnis dan dakwah ke depan akan menjadi satu pilar di
kawasan ini. Hubungan ini juga akan memberi pengaruh politik bagi ASEAN dan
AFTA, bahkan juga merambah ke Asia Selatan, Asia Tengah dan negara
perbatasan samudera Hindia. []







H. As’ad Said Ali, Wakil Ketua Umum PBNU






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Reply via email to