KPK dan Jokowi-JK

Oleh: Adnan Pandu Praja






MASIH terngiang dalam ingatan kita ketika Joko Widodo mengatakan, ”Anggaran
KPK akan ditingkatkan 10 kali lipat,” di Gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi, 26 Juni lalu, pada saat klarifikasi kekayaannya. Korupsi di
Indonesia memang sungguh memprihatinkan. Sejak KPK berdiri 10 tahun yang
lalu, pengaduan yang masuk sebanyak 69.773 kasus, tetapi yang ditangani
langsung oleh KPK tidak sampai 500 kasus.






Berdasarkan pengamatan, ada kecenderungan semakin dewasa usia seseorang,
semakin permisif terhadap korupsi. Begitu pula dengan tingkat pendidikan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin permisif terhadap
korupsi. Oleh karena itu, Revolusi Mental yang diusung Jokowi pada masa
kampanye lalu menjadi sangat relevan.






Kikis mental korup






Pernyataan Jokowi yang akan meningkatkan anggaran KPK sepuluh kali lipat
dapat ditafsirkan sebagai dukungan Jokowi terhadap KPK dalam mengikis
mental korup. Agar janji tidak sekadar janji, seperti yang selalu terjadi
pada setiap masa kampanye pemilihan presiden dan selalu tersurat dalam
visi-misi para calon akan berjuang paling depan dalam pemberantasan
korupsi, kiranya Jokowi-JK perlu didaulat di hadapan seluruh rakyat
Indonesia ketika para calon presiden dan calon wakil presiden sedang
mengumumkan kekayaannya yang diliput semua stasiun televisi nasional. Maka,
ditandatanganilah 7 Butir Komitmen Pemberantasan Korupsi pada 1 Juli 2014
di Gedung Komisi Pemilihan Umum.






Padanan kata mental dalam terminologi pemberantasan korupsi adalah
integritas. Pada butir 5 komitmen disebut dengan jelas: ”Mewujudkan adanya
tes integritas dalam proses rekrutmen dan promosi di kementerian dan
lembaga”. Selama ini baru KPK dan segelintir lembaga yang konsisten
menggunakan integritas sebagai faktor dominan dalam seleksi dan promosi.
Unsur penting tes integritas: clean, clear, dan hebat.






Pertama, clean berarti tak tersandera masa lalu. Misalnya, perkara korupsi
yang belum dipertanggungjawabkan, kewajiban pajak yang tertunggak,
pengaduan masyarakat yang belum terselesaikan, rekening gendut, dan
pelanggaran hak asasi manusia.






Tes integritas tidak dimaksudkan mencari malaikat, tetapi yang
permasalahannya terukur dan masih dapat ditoleransi. Figur yang bersih
diharapkan dapat membersihkan lingkungan yang kotor. Bersih tidak berkaitan
dengan ketokohan seseorang. Beragam kasus yang ditangani KPK telah
membuktikan tokoh yang sangat disegani masyarakat justru menjadi auktor
intelektualis, dalang tindak pidana korupsi. Selama ini KPK selalu diminta
masukan dalam pemilihan Kapolri dan Panglima TNI, tetapi tidak sedikit yang
diabaikan presiden. Sebagai perbandingan, Malaysian Anti-Corruption Agency
(MACA) selalu dilibatkan dalam setiap promosi di Malaysia.






Kedua, clear, dimaksudkan asal-usul harta kekayaannya dapat dijelaskan
secara gamblang. Apabila ada yang berasal dari hibah, penjelasannya harus
masuk akal. Butir pertama komitmen ”untuk menolak dan melaporkan segala
bentuk gratifikasi” sulit diharapkan jika tidak dapat menjelaskan asal
perolehan hartanya sebelum menjabat. Dalam kaitan ini, peran keluarga
penting diperhatikan. Korupsi berjemaah melibatkan keluarga. Kasus
Hambalang, kasus Al Quran, dan putusan MK menunjukkan keluarga bagian dari
konspirasi.






Segala daya upaya dilakukan untuk memperkaya diri dan keluarga dengan cara
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Untuk tidak memberi ruang
kepada keluarga agar dapat mengakses dana yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (butir 6 komitmen) dan menutup munculnya
faktor nepotisme dan kolusi dalam pelaksanaan keperintahan (butir 7
komitmen), diperlukan pohon keluarga sampai derajat ketiga seperti yang
berlaku di Korea Selatan.






Ketiga, hebat, yaitu orang yang berani jujur di lingkungan yang korup.
Banyak orang jujur tapi tidak berani memperjuangkan kejujurannya, bahkan
tidak bersedia menanggung risiko. Hebat berarti juga berani menolak
intervensi. Rimba raya birokrasi yang sulit dicegah adalah intervensi di
lingkungan eksekutif ataupun oleh legislatif, apalagi oleh mereka yang
merasa punya andil besar seperti partai politik yang mensponsorinya.
Singkat kata, diperlukan orang yang hebat: berani jujur dan tidak takut
kehilangan jabatan.






Partisipasi istri






Para calon pembantu presiden harus berkomitmen hanya loyal kepada presiden
yang harus didukung oleh ketua partainya agar terhindar dari loyalitas
ganda. Banyaknya kasus korupsi di KPK yang melibatkan partai politik dan
terkonsentrasi di Badan Anggaran DPR telah melatarbelakangi putusan
Mahkamah Konstitusi yang membatasi kewenangan Badan Anggaran DPR. Belum ada
mekanisme efektif untuk mengendalikan perilaku menyimpang oknum pengurus
partai politik.






Komitmen integritas para pembantu presiden tidak sempurna apabila tidak
ikut ditandatangani para istri karena sangat berpotensi mendorong atau
mencegah korupsi. Sejak rezim Soeharto, banyak kisah yang menggambarkan
peran istri dalam mengintervensi jabatan suami. Kasus terakhir
tertangkapnya suami-istri penguasa di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, oleh
KPK mengindikasikan peran dominan istri dalam menetapkan besar uang suap.






Puncak dari komitmen presiden mendukung pemberantasan korupsi adalah
terselenggaranya Koordinasi Nasional Pemberantasan Korupsi antara KPK dan
presiden secara berkala agar hasil KNPK dipatuhi para pembantu presiden.
KPK seyogianya bukan subyek pendukung kebijakan presiden. Banyak hal yang
tidak bisa dilakukan presiden, tetapi sukses dilaksanakan KPK (Kompas,
13/8/2014) .






Revolusi Mental dalam pemberantasan korupsi harus dengan cara revolusioner,
dimulai dengan tes integritas para calon pembantu presiden dan mengumumkan
semua calon pembantu presiden untuk membuka partisipasi publik seperti yang
telah dilakukan selama ini. Jargon ”Indonesia Hebat” yang diusung Jokowi-JK
pada pilpres lalu hanya akan tercapai apabila para pembantu presiden
memiliki unsur penting integritas: clean, clear, dan hebat. KPK dipastikan
secara konsisten akan mengawal komitmen pemberantasan korupsi kabinet
Jokowi-JK. []






KOMPAS, 26 Agustus 2014
 Adnan Pandu Praja ; Komisioner KPK






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Reply via email to