*Fasal Zakat Profesi*


Pertanyaan:



Assalamu'alaikum. Ustadz saya mau bertanya. Saya bekerja tiap bulan gajian.
Apakah ada zakatnya? Ketentuaannya bagaimana? Kalau ada zakatnya dikasihkan
kemana?



(Ahmad Fathoni, Jakarta)



Jawaban:

Wa'alaikum salam wr. wb. Penanya yang terhormat, semoga kita semua selalu
mendapatkan rahmat Allah swt dan selalu mendapatkan hidayah-Nya. Bahwa
persoalan zakat gaji memang tidak diketemukan penjelasannya dalam ketentuan
fiqih klasik. Ketiadaan keterangan dalam ketentuan fiqh klasik bukan
berarti bahwa gaji tidak wajib dizakati. Para ulama seperti Syekh Muhammad
al-Ghazali, Dr. Yusuf al-Qaradlawi telah melakukan upaya untuk memecahkan
persoalan ini dengan mencari cantolan atau rujukan dalam fiqh klasik.


Misalnya, ijtihad yang dilakukan Syaikh Muhammad al-Ghazali bahwa orang
yang bekerja dengan penghasilan yang melebihi petani wajib mengeluarkan
zakat penghasilannya. Ini berarti, zakatnya gaji diqiyaskan dengan zakatnya
pertanian.



إن مَنْ دَخْلُهُ لَا يَقِلُّ عَنْ دَخْلِ الْفَلَّاحِ الَّذِي تَجِبُ
عَلَيْهِ الزَّكَاةُ يَجِبُ أَنْ يُخْرِجَ زَكَاةً؛ فَالطَّبِيْبُ،
وَالْمَحَامِي، وَالْمُهَنْدِسُ، وَالصَّانِعُ، وَطَوَائِفُ الْمُحْتَرِفِيْنَ
وَالْمُوَظَّفِيْنَ وَأَشْبَاهُهُمْ تَجِبُ عَلَيْهِمُ الزَّكَاةُ، وَلَابُدَّ
أَنْ تُخْرَجَ مِنْ دَخْلِهِمْ الكَبِيْرِ --محمد الغزالي، الإسلام وأوضاعنا
الإقتصادية، مصر-دار النهضة، الطبعة الأولى، ج، 1، ص. 118



“Sesungguhnya orang yang pemasukkannya tidak kurang dari petani yang
diwajibkan zakat, maka ia wajib mengeluarkan zakat. Karenanya, dokter,
pengacara, insinyur, pengrajin, para pekerja professional, karyawan, dan
sejenisnya, wajib zakat atas mereka. Dan zakatnya harus dikeluarkan dari
pendapatan mereka yang besar”. (Muhammad al-Ghazali, al-Islam wa Audla’una
al-Iqtishadiyyah)


Pandangan ini setidaknya didasari atas dua alasan. Pertama adalah keumumam
firman Allah swt:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ --
البقرة:267



“Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 267)


Kedua, secara rasional, Islam telah mewajibkan zakat atas petani. Jika
petani saja yang penghasilannya lebih rendah dari mereka diwajibkan zakat,
apalagi mereka yang penghasilannya lebih tinggi dari petani.


Sedangkan Dr. Yusuf al-Qardlawi sampai pada kesimpulan bahwa gaji atau
pendapatan yang diterima dari setiap pekerjaan atau keahlian profesional
tertentu yang halal wajib dizakati. Hal ini disamakan dengan zakat al-mal
al-mustafad (harta yang diperoleh seorang muslim melalui satu jenis proses
kepemilikan yang baru dan halal).



 فَالتَّكْيِيْفُ الفِقْهِيُّ الصَّحِيْحُ لِهَذَا الْكَسْبِ أَنَّهُ مَالٌ
مُسْتَفَادٌ --يوسف القرضاوي، فقه الزكاة، بيروت-مؤسسة الرسالة، ط، 3،
1393هـ/1983 م، ج، 1، ص. 490



“Zakat diambil dari gaji atau sejenisnya. Sedang cantolan fiqhnya yang
sahih terhadap penghasilan ini adalah mal mustafad (harta perolehan)”
(Yusuf al-Qaradlawi, Fiqh az-Zakat, Bairut-Mu`assah ar-Risalah, cet ke-3,
1393 H/1983 M, juz, 1, h. 490)


Sedangkan mengenai nishab gaji adalah sama dengan nishabnya uang. Demikian
ini karena banyak orang yang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk
uang, karenanya yang paling baik adalah menentapkan nishab gaji berdasarkan
nishab uang yang setara dengan nilai 85 gram emas. Dan zakat tersebut
diambil dari gaji atau pendapat bersih. Dalam soal zakat gaji tidak
disyaratkan adanya haul, tetapi zakatnya harus ditunaikan ketika gaji itu
diterima sebesar 2,5 %.



وَأَوْلَى مِنْ ذَلِكَ أَنْ يَكُونَ نِصَابُ النُّقُودِ هُوَ الْمُعْتَبَرُ
هُنَا, وَقَدْ حَدَّدْنَاهُ بِمَا قِيْمَتُهُ 85 جِرَامًا مِنَ
الذَّهَبِ...وَإِذَا كُنَّا قَدِ اخْتَرْنَا القَوْلَ بِزَكَاةِ الرَّوَاتِبِ
وَالأُجُورِ وَنَحْوِهَا فَالَّذِي نُرَجِّحُهُ أَلَّا تُأْخَذَ الزَّكَاةُ
إِلَّا مِنَ "الصَّافِي" ... فَالَّذِي إِخْتَارَهُ أَنَّ الْمَالَ
الْمُسْتَفَادَ كَرَاتِبِ الْمُوَظَّفَ وَأَجْرِ الْعَامِلِ وَالْمُهَنْدِسِ
وَدَخْلِ الطَّبِيبِ وَالْمَحَامِي وَغَيْرِهِمْ مِنْ ذَوِي الْمِهَنِ
الْحُرَّةِ وَكَإِيرَادِ رَأْسِ الْمَالِ الْمُسْتَغَلِ فِى غَيْرِ
التِّجَارَةِ كَالسَّيَّارَاتِ وَالسُّفُنِ وَالطَّائِرَاتِ وَالْمَطَابِعِ
وَالْفَنَادِقِ وَدُوَرِ الْلَهْوِ وَنَحْوِهَا لَا يُشْتَرَطُ لِوُجُوبِ
الزَّكَاةِ فِيْهِ مُرُورُ حَوْلٍ بَلْ يُزَكِّيهِ حِيْنَ يَقْبِضُهُ ((يوسف
القرضاوي، فقه الزكاة، بيروت-مؤسسة الرسالة، ط، 3، 1393هـ/1983 م، ج، 1، ص.
513، 517، 505



“Yang paling utama dari semua itu adalah bahwa nishab uang merupakan yang
mu’tabar (yang dijadikan patokan) dalam konteks ini (nishab gaji atau
pendapatan). Dan kami telah menentukan nilainya setara dengan nilai 85 gram
emas…..Dan ketika kami telah memilih pendapat (yang mewajibkan) zakar gaji,
upah dan sejenisnya, maka pendapat yang kami kuatkan adalah bahwa zakatnya
tidak diambil kecuali dari pendapatan bersih…. Maka pendapat yang saya
pilih bahwa harta perolehan seperti gaji pegawai, gaji karyawan, insyinyur,
dokter, pengacara dan yang lainnya yang mengerjakan profesi tertentu dan
juga seperti pendapatan yang diperoleh modal yang investasikan di luar
sektor perdangan seperti kendaraan, kapal laut, kapal terbang, percetakan,
perhotelan, tempat hiburan dan yang lain, itu tidak disyaratkan bagi
kewajiabn zakatnya adanya haul, tetapi zakat dikeluarkan ketika ia
menerimanya (gaji)” (Yusuf al-Qaradlawi, Fiqh az-Zakat, Bairut-Mu’assah
ar-Risalah, cet ke-3, 1393 H/1983 M, juz, 1, h. 513, 517, 505)


Kenyataan yang ada para pemerintah dan perusahaan mengatur gaji pegawainya
beradasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan perbulan karena kebutuhan
pegawai yang mendesak. Berdasarkan hal itu zakat penghasilan bersih seorang
pegawai dan golongan profesi dapat diambil dalam setahun penuh, jika
pendapatan bersih mencapai satu nishab.


Dari penjelasan di atas setidak dapat ditarik gambaran sebagai berikut.
Jika pendapatan bersih seorang pekerja selama setahun seperti dokter atau
karyawan sebuah perusahaan atau pegawai pemerintahan mencapai nishab yang
telah ditentukan maka ia wajib mengeluarkan zakatnya. Sedang zakatnya
dikeluarkan ketika menerima pendapatan tersebut. Contohnya jika seseorang
selama setahun memperoleh pendapatan bersih sekitar 48 juta, dengan asumsi
ia menerima pendapatan bersih setiap bulan 4 juta. Maka ia harus
mengeluarkan zakat setiap bulannya 2,5 % dari 4 juta tersebut, yaitu
sebesar 100 ribu. Jadi selama setahun ia mengeluarkan zakat sebesar 1,2
juta.


Selanjutnya mengenai zakat gaji tersebut bisa langsung diberikan kepada
golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana firman Allah swt:



إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ
عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ--التوبة: 60



“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang
miskin, amil-amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At-Taubah [9]:
60)


Atau bisa melalui lembaga zakat yang terpecaya seperti LAZISNU (Lembaga
Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama). Dan semoga dengan berzakat,
harta anda menjadi bersih dan barakah. Amin. []



(Mahbub Ma’afi Ramdlan)



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke