menurut antum, siapa yang men-skenariokan itu, tadz?
salam, ananto 2014-11-28 17:14 GMT+07:00 Raflis amin aminraflis2...@yahoo.com [keluarga-islam] <keluarga-islam@yahoogroups.com>: > > > Mungkin ada skenario terselubung dibalik usaha untuk menghilangkan kolom > agama di KTP. Untuk mengakomodasi keinginan minoritas, dengan mengorbankan > mayoritas. Padahal yang ngurusin KTP itu ngakunya juga Islam, tapi mungkin > ISLAM KTP YA. Makanya baru saja jadi pejabat yang di ucek-ecek dulu KTP. > HEBAAAAAT PEJABATNYA. > > > ------------------------------ > *From:* "Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]" < > keluarga-islam@yahoogroups.com> > *To:* keluarga-islam@yahoogroups.com > *Sent:* Thursday, November 27, 2014 11:04 AM > *Subject:* [keluarga-islam] Agama KTP > > > > Mau agama apa pun, mau paham apa pun, saatnya mengisi kolom agama dalam > KTP. Silakan yang punya paham kejawen ditulis paham kejawennya, Sunda > wiwitan ditulis Sunda wiwitannya. Pengikut Dayak Benoa ditulis paham > keyakinannya. Kelompok Dayak Segandu berhak menjadi penduduk Indonesia. > > Termasuk kalau yang merasa tidak bertuhan atau ateis, silakan mencantumkan > keyakinannya. *Sok we ari wani mah... meh sarerea apal.* (silakan saja > kalau berani... biar semua orang tahu). Itu pun kalau ada yang berani > mencabut Tap MPR-nya. Saya tunggu nyalinya !!! > > > salam, > ananto > ===== > > Agama KTP > Oleh: Dedi Mulyadi > > Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa religius, memiliki sistem > keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang sudah berlangsung sejak seluruh > pelataran Nusantara dihuni oleh nenek moyang kita. > > Penamaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki keragaman yang didasarkan > pada dialektika bahasa, ada yang menyebutnya Sang Hyang Widiwase, ada yang > menyebutnya Sang Hyang Tunggal , ada pula yang menyebutnya Sunan Ambu, > Hyang Murbeng Alam, Pangeran Nu Maha Kawasa, dan dalam sistem keyakinan > agama Islam menyebutnya dengan Asma Allah *Subhanahu WataAllah Subhanahu > Wataala*. > > Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor geografis Arab sebagai tempat > diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Keyakinan terhadap asma Sang > Mahakuasa melahirkan dua kutub yang berbeda. Ada yang beranggapan bahwa > asma bagi Tuhan di luar asma yang diajarkan dalam kitabnya adalah bukan > Tuhan, tetapi ada juga yang beranggapan bahwa seluruh nama-nama itu lambang > dari esensi Kemahakuasaan dan Kemahatunggalan yang memiliki kekuasaan di > luar jangkauan manusia. > > Prinsip yang dianut dalam berketuhanan bukan hanya didasarkan pada nama, > tetapi yang lebih tinggi derajatnya dari itu adalah sistem keyakinan yang > bernama agama. Orang Sunda menganggap agama adalah ageman /cecekelan hirup > (pegangan/pedoman hidup) yang ada dalam hati dan pikiran setiap manusia > untuk menata hidup agar memiliki keteraturan yang sejalan dengan kehendak > Yang Maha Mengatur. > > Sistem pengajaran agama mengatur dua hal, mana yang semestinya dilakukan > oleh manusia dan mana yang semestinya ditinggalkan oleh manusia, yang dalam > bahasa sederhananya agama mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk. > > Keragaman pemahaman terhadap sistem keyakinan atau agama lebih banyak pada > aspek yang bersifat tata cara manusia untuk menyembah Tuhannya secara > langsung atau yang disebut dengan sistem ritual. Bukan hanya antaragama, > melainkan juga dalam satu sistem agama sekalipun telah melahirkan keragaman > pemahaman. > > Keragaman tersebut sangat dipengaruhi oleh pandangan para ahli keagamaan > sejak wafatnya Nabi yang menjadi pemegang otoritas wahyu orisinal. Setelah > meninggalnya Nabi, tumbuhlah para pemegang otoritas kebenaran agama yang > mulai beragam. Keberagaman tersebut sangat dipengaruhi oleh domisili, > budaya, tingkat kecerdasan masyarakat, bahkan kekuasaan yang berkembang > pada saat itu. > > Jadi kalau kita berbeda, tidak perlu berselisih. Kita tidak perlu pula > merasa paling tahu atau paling benar, karena kita tidak mengalami sendiri > keadaan jaman itu, karena semuanya adalah ”katanya” yang diilmiahkan. > > Agama itu kekuatannya pada keyakinan. Yang membuat kita dekat dengan Tuhan > adalah keyakinan kita dan keyakinan sangatlah individual. Kini perkara > individual itu berubah menjadi perkara yang bersifat karena sistem > keyakinan itu mewarnai peranti kenegaraan yang diatur oleh peraturan > perundang-undangan. > > Sebagai contoh, dalam ajaran Islam, sistem perkawinan masyarakat yang > menganut agama Islam diatur dalam Undang-Undang Pokok Perkawinan. Nah, > dalam urusan kawin ini saya bingung. Perkawinan itu peristiwa ritual atau > peristiwa administrasi kependudukan? Kalau memang ritual, kenapa dicatat? > Kalau memang peristiwa administrasi kependudukan, kenapa dicatatnya oleh > KUA, bukan oleh Disdukcapil? > > Karena saudara saya yang nonmuslim, perkawinannya dicatat oleh > Disdukcapil. Kan sama-sama mencatat perkawinan, kan sama-sama bangsa > Indonesia, kenapa dibedakan? Ditambah lagi banyak daerah yang menggratiskan > Sistem Pencatatan Pernikahan yang dilayani oleh Disdukcapil, sedangkan yang > dicatat oleh KUA masih bayar. > > Ini adalah diskriminasi pencatatan perkawinan yang harus dibahas secara > serius oleh para aktivis HAM, karena yang lebih serius lagi adalah loba > dulur kuring (banyak saudara saya) yang kawinnya tidak dicatatkan, karena > tidak punya uang untuk bayar. Akibatnya anak-anaknya kesulitan memiliki > akta kelahiran. Sangat diskriminatif. Ini betul-betul perkara serius. > Urusan pencatatan perkawinan bukan hanya urusan bayar saja, tetapi juga > urusan jumlah pencatat yang terbatas, sedangkan kawin teh musim-musiman. > > Pada waktu musim kawin, calon pengantin harus nunggu lama karena jumlah > yang dikawinkan sangat banyak. Bayangkan, bedak yang dari subuh dipakai, > kepanasan sampai meleleh. Baju pengantin yang harum, basah dengan keringat > menunggu datangnya sang pencatat perkawinan. Rombongan pengantar pedih > menahan lapar, karena berangkat dari rumahnya subuh mengantar raja sehari. > > Selesai musim panen dan perkawinan, nanti akan tiba musim paceklik dan > perceraian. Entah di daerah mana itu, saya tidak tahu. Dampaknya, lahirlah > para janda yang kemudian berurbanisasi ke pusat-pusat kota dan pusat-pusat > keramaian yang mengisi tempat-tempat hiburan malam. > > Duh , menyedihkan... Siapa yang harus bertanggung jawab? Masih masalah > urusan beragama, ternyata ketika kita beragama kita masuk pada sistem > pemahaman yang merujuk pada satu pandangan paham keagamaan yang diyakini > kebenarannya oleh kita sebagai pengikut. Paham keagamaan tersebut dikelola > menjadi kelembagaan keagamaan. Secara umum, saat ini dikelompokkan menjadi > organisasi agama. > > Kita mengetahui sangat banyak jumlah organisasi keagamaan di negara kita, > baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar dalam sistem tata > administrasi negara kita. Jadi, kalau kita ngomong kolom agama dalam KTP > maka kita berbicara pada dua hal, apakah kolom agama itu adalah keyakinan > individual yang ada dalam setiap hati dan pikiran manusia atau kolom agama > itu adalah paham keagamaan yang bersifat administrasi organisasi? > > Kalau kata saya, kan yang namanya keyakinan itu nggak bisa dibaca dengan > bahasa tulisan dan tidak bisa diidentitaskan, sebab adanya di dalam hati > dan pikiran. Yang hafalnya pun tentu yang menguasai hati dan pikiran, bukan > petugas Dinas Kependudukan. Sistem keyakinan itu akan terlihat dalam > perilaku sosial beragama dalam kehidupan keseharian, baik dalam ucapan > maupun perbuatan. > > Nah, bagaimana kita bisa menyimpulkan bahwa dia itu beragama? Kan tidak > ada pencatat ucapan, pencatat amal perbuatan, hayooo... sedangkan pencatat > kebaikan dalam sistem keyakinan, secara umum ajaran agama menyebutnya > malaikat. Kumaha tah menta laporanana? (Gimana tuh minta laporannya?) Kan > sulit mengidentifikasinya, karena kita tidak mungkin bertanya pada > malaikat. > > Yang paling logis, kalau kita ingin bertanya perilaku beragama seseorang, > maka kita harus bertanya pada lingkungan terdekatnya baik di keluarga > maupun masyarakat, baru bisa dilaporkan ke Dinas Kependudukan bahwa dia > dalam kesehariannya beragama. Masalah yang berikutnya, jujur atau nggak > laporannya? > > Karena tidak mungkin seorang istri menjelekkan suaminya, atau bapak > menjelekkan anaknya atau ketua RT menjelekkan warganya. Tah, lamun kitu mah > agama urang salila ieu teh agama KTP. (Nah , kata teman saya di kampung, > agama kita ini agama KTP, sebab kita beragama hanya dalam KTP). > > Jadi, menurut saya, orang kampung bau lisung jauh ka bedug anggang ka > dulag , kita harus jujur, bahwa beragama kita ini adalah berpaham keagamaan > yang berafiliasi pada satu golongan paham yang sudah teradministrasi dalam > bentuk organisasi keagamaan. > > Tak ada salahnya biar kita jujur pada diri kita, kolom di KTP yang > dicantumkan adalah paham atau organisasi keagamaan kita sehingga tidak > terjadi perdebatan yang terus menerus karena ingin menciptakan satu paham > agar diterima oleh semua. Nanti kita tidak mengalami lagi ada lebaran dua > hari, atau ada lebaran dimusyawarahkan bahkan divoting, kan bukan pemilihan > alat kelengkapan dewan (AKD). > > Tetapi nanti kita bisa ikut paham kita masing-masing tanpa harus ngurusin > paham orang lain. Yang Paham A, lebarannya hari Jumat, yang Paham B > lebarannya hari Sabtu, kan tidak capek, daripada malam takbiran harus > menunggu pengumuman, padahal di rumah sudah bikin opor. Jangan sampai > lebaran ditunda sehari, bisa bikin marah ibu-ibu sabab angeun cabena haseum > (sebab sayur cabenya basi). > > Tapi yang pusing yang beragamanya tidak punya paham atau sailu-iluna (ikut > ke sana kemari), giliran puasa ikut sama yang belakangan puasanya, giliran > lebaran ikut sama yang duluan lebarannya, setiap paham diambil yang > nyenangin saja, nah, yang begitu mah dimasukkan ke KTP, paham sangeunah > karepna .... (paham seenaknya). > > Saatnya kita bermimpi, tak ada lagi penghancuran tempat ibadah dan > pengusiran sebuah golongan karena dianggap mencemari atau mencederai sebuah > keyakinan agama, karena kita sudah memahami paham dan rujukan kita > masing-masing. Mimpi kita ini memang tidak mungkin diwujudkan dalam waktu > dekat, karena perlu perubahan undang-undang yang mengatur tentang kebebasan > beragama di Indonesia, yang di dalamnya mengakui seluruh paham dan > keyakinan yang ada di seluruh Persada Bumi Nusantara, sehingga kolom agama > dalam KTP tidak perlu dikosongkan. > > Mau agama apa pun, mau paham apa pun, saatnya mengisi kolom agama dalam > KTP. Silakan yang punya paham kejawen ditulis paham kejawennya, Sunda > wiwitan ditulis Sunda wiwitannya. Pengikut Dayak Benoa ditulis paham > keyakinannya. Kelompok Dayak Segandu berhak menjadi penduduk Indonesia. > > Termasuk kalau yang merasa tidak bertuhan atau ateis, silakan mencantumkan > keyakinannya. *Sok we ari wani mah... meh sarerea apal.* (silakan saja > kalau berani... biar semua orang tahu). Itu pun kalau ada yang berani > mencabut Tap MPR-nya. Saya tunggu nyalinya !!! [] > > *KORAN SINDO, 24 November 2014* > Dedi Mulyadi *; * *Bupati Purwakarta* > > > -- > http://harian-oftheday.blogspot.com/ > > "...menyembah yang maha esa, > menghormati yang lebih tua, > menyayangi yang lebih muda, > mengasihi sesama..." > > > > -- http://harian-oftheday.blogspot.com/ "...menyembah yang maha esa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, mengasihi sesama..."