Mengurai Konflik Keagamaan





[image: Mengurai Konflik Keagamaan]






Judul                : Manajemen Konflik Keagamaan, Analisis Latar Belakang
Konflik Keagamaan Aktual


Penulis             : Abdul Jamil Wahab, M.Si


Penerbit            : PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia Jakarta


Tahun               : Cetakan I, 2014


Tebal                : xx + 244 hlm


Ukuran              : 14,8 X 21 cm


ISBN                 : 978-602-02-4553-9


Peresensi          : A Musthofa Asrori, *penikmat buku, tinggal di Ciganjur
Jakarta*






Konflik keagamaan hadir di kehidupan kita searah tarikan nafas. Setiap
jengkal langkah yang kita tempuh, acapkali —untuk tak menyebut sering— kita
jumpai konflik berlatar agama. Padahal semua agama mengajarkan kebaikan dan
kedamaian, bukan keburukan dan konflik berkepanjangan. Penyebabnya tentu
banyak hal. Bisa jadi satu hal menjadi irisan bagi hal lain.




Sekedar menyebut sebuah konflik keagamaan, Perang Salib (1096-1271) adalah
konflik antara Islam-Kristen terbesar sepanjang sejarah. Jika dikaji lebih
jauh, konflik ini pun tidak semata-mata murni terkait agama. Di dalamnya
juga terdapat unsur-unsur perebutan kekuasaan, aneka sumber daya, dan
sumber sekuler lainnya.




Jika ditarik ke konteks Indonesia, konflik keagamaan yang pecah di sejumlah
wilayah seperti Ambon, Poso, Maluku, disebut-sebut juga dipicu perebutan
kekuasaan lokal dan sumber daya terbatas. Sayangnya, konflik itu seperti
diarahkan agar menyeret isu agama serta melibatkan warga berdasar segregasi
agama. (hlm. 11)




Abdul Jamil Wahab, sang penulis buku, hendak mengetengahkan satu hal yang
menjadi penyebab sukar terurainya sebuah konflik keagamaan. Ia menyebut
teori sosiologi konflik belum banyak digunakan oleh para praktisi keagamaan
saat ini. Mereka umumnya justru banyak menggunakan pendekatan teologis,
sehingga cenderung tidak bersikap netral dalam menangani konflik.




Menariknya, dalam buku ini penulis tidak hanya mengulas penyebab konflik,
namun juga pelbagai dinamika yang mengiringinya sehingga buku ini sangat
informatif. Buku ini penting dibaca karena menginformasikan konflik
keagamaan yang terjadi belakangan yang melibatkan beberapa paham dan
gerakan keagamaan. Sebut saja Ahmadiyah, Syiah, Islam radikal, Islam
liberal, dan paham salafi dakwah, serta seputar pendirian rumah ibadah.




Ditilik dari optik akademik, buku ini kaya akan data lapangan yang didapat
langsung penulisnya dari sumber primer (lokasi peristiwa). Meski demikian,
informasi tersebut sengaja ditulis simpel demi menghindari tebalnya halaman
buku. Untuk menepis keraguan dan memantapkan keyakinan, penulis membuka
diri bila data-data primer maupun sekunder tersebut dipertanyakan oleh

sidang pembaca.




Data lapangan tersebut diperoleh Jamil Wahab ketika bertugas sebagai
peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Tak heran jika ia
menyebut bahwa buku ini lahir dari pengamatannya sebagai peneliti kehidupan
keagamaan yang ditunjang laporan hasil penelitian beberapa rekan peneliti
di instansi pemerintah tersebut. Diskusi, seminar, dan literatur lainnya
kian memperkaya tulisan berbasis riset ini.




Bahkan, isu konflik keagamaan aktual itu menjadi bab khusus yang mengupas
habis masing-masing ormas terkait mulai sejarah perkembangan dan
kemunculannya, masuknya ke Indonesia, hingga konflik dan penyerangan
terhadap mereka. Analisis kritis pun makin menggemukkan pembahasan pada bab
III buku ini. Ya, sisik melik dan siku-liku ormas-ormas Islam tersebut
dikupas habis berdasar riset lapangan yang ia lakukan.




Misalnya soal konflik Ahmadiyah di Tasikmalaya, Jamil Wahab menuding hanya
tiga orang yang diajukan ke pengadilan. Padahal pengajuan terhadap para
pelaku kekerasan ke ranah hukum penting dilakukan guna memberi peringatan
kepada yang lain agar tidak melakukan hal serupa di kemudian hari. Melalui
riset lapangan tersebut, ia mendapat informasi bahwa dalam kasus tersebut
aparat kepolisian memiliki rekaman video yang berisi aksi kedatangan
kelompok penyerang. Tak ayal, wajah para penyerang dan perusak itu dengan

mudah dapat diidentifikasi. (hlm. 61)




Yang menarik, saat membahas tentang Islam radikal penulis buku ini juga
menyinggung soal gerakan radikalisme Islam di Timur Tengah. Ia mulai dari
sejarah singkat lahirnya radikalisme Islam yang sudah muncul pada akhir
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu, kondisi politik tidak stabil
lantaran pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan. Singkat cerita, pertempuran
sengit tiga hari yang terkenal dengan sebutan Perang Shiffin itu berujung
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh kaum Khawarij yang kecewa lantaran
menantu Rasulullah SAW itu menerima *tahkim *(arbitrase) yang diajukan kubu
Muawiyah. (hlm. 94)




Beberapa peneliti menyatakan fenomena radikalisme dewasa ini merupakan
kelanjutan episode Khawarij yang lahir dari Peristiwa Tahkim itu. Mereka
menggunakan doktrin *takfir *demi melawan penguasa yang sah. Ada juga yang
mengaitkan radikalisme dengan munculnya seruan purifikasi yang dimotori
Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) di semenanjung Arabia. (hlm. 96)




Sayangnya, penulis buku ini hanya menyebut dua ormas yang muncul sebagai
penggerak radikalisme di Timur Tengah: Ikhwanul Muslimin (IM) dan Jemaah
Islamiyah (JI) yang notabene merupakan sempalan IM yang didirikan Umar
Abdurrahman pada 1973. Al-Qaeda yang terkenal pascatragedi *Nine Eleven *(11
September 2001) dan Gerakan Taliban di Afghanistan bahkan tidak disinggung
sama sekali. Jika peluncuran buku ini pada menit-menit terakhir menjelang
kelahiran ISIS, cuplikan pembahasan tentang Negara Islam Irak-Suriah ini
sudah tentu bakal menambah lezat buku ini.




Meski demikian, informasi penting terkait konflik keagamaan yang terjadi
secara terstruktur, sistematis, dan masif di berbagai penjuru Tanah Air
termuat dalam buku ini. Memang, publik membutuhkan informasi utuh tentang
pelbagai paham, aliran, dan gerakan keagamaan yang ada di Indonesia,
khususnya terkait konflik yang melibatkan mereka.




Faktanya, terkait konflik keagamaan aktual, masyarakat mengetahuinya hanya
dari pemberitaan media massa yang sudah tentu kurang memadai. Mereka
menerima informasi terjadinya konflik namun tidak paham siapa yang
berkonflik dan mengapa mereka berkonflik. Dengan membaca utuh buku ini,
diharapkan publik dapat melihat secara integral konflik yang terjadi,
sehingga pemahaman mereka proporsional dan lebih objektif melihat konflik
keagamaan yang mewabah. Selamat membaca! (*)






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke