Membantu Salim A. Fillah Mentarjih dan Menjawab Ulil Abshar Abdalla tentang 
Natal


Setelah menyebutkan adanya perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya 
mengucapkan selama Natal, Saudara Salim A. Fillah menutup kultwit-nya dengan 
ucapan,


“Demikian bincang Natal. Semoga tak kecewa karena jawabnya tak satu. Sebab 
Salim, terlalu bodoh untuk lancang mentarjih ikhtilaf Ulama.”


Adapun Ulil Abshar Abdalla dengan tegas menyatakan dalam tweet-nya,


“Sekali lg tak ada larangan mengucapkan Selamat Natal di Quran atau hadis. Yg 
mengharamkannya, menurut saya, keliru.”
“Sama dengan umat Kristen yg mengucapkan Selamat Idul Fitri bukan berarti 
langsung mengakui doktrin tauhid ala Islam.”
“Mengucapkan Selamat Natal bukan berarti menyetujui doktrin agama Kristen.”
“Islam adalah agama “salam”, damai. Sudah selayaknya umat Islam menyelamati 
umat agama lain. Selamat berasal dari bhs Arab: damai.”
[Sekian nukilan]


Tanggapan:


Pertama: Peryataan Ulil bahwa, “Tak ada larangan mengucapkan Selamat Natal di 
Quran atau hadis”, sepintas dapat dipahami bahwa seorang muslim memang harus 
berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, apa yang diperintahkan oleh 
keduanya hendaklah diamalkan dan apa yang dilarang hendaklah ditinggalkan, apa 
yang dikabarkan hendaklah diimani dan apa yang diingkari hendaklah juga 
diingkari, tentunya saya berharap inilah maksud Ulil, karena tidak diragukan 
lagi bahwa setiap muslim hendaklah berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits 
untuk meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat.


Maka dari itu saya ingin memanfaatkan pernyataan ini untuk mengingatkan kepada 
diri saya dan semua pembaca yang budiman, bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah telah 
mengajarkan kepada kita beberapa hal tentang orang-orang kafir yang harus kita 
imani dan amalkan, baik Yahudi, Nasrani atau kaum musyrikin secara umum, 
sebagaimana akan kami sebutkan diantara penegasan dan pernyataan Al-Qur’an dan 
Al-Hadits tersebut pada poin kedua.
Kedua: Benarkah Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak melarang untuk mengucapkan 
Selamat Natal?


Jawabannya perlu dirinci:


1) Jika yang dimaksudkan adalah teks khusus seperti, “Janganlah kalian 
mengucapkan Selamat Natal” memang tidak ada, dan ini sama saja dengan teks 
khusus, “Jangan menkonsumsi narkoba”, “Jangan merokok”, tidak ada dalam 
Al-Qur’an dan Al-Hadits, apakah berarti hukum narkoba dan rokok tidak terlarang 
atau bahkan tidak ada dalam Islam?!


2) Jika yang dimaksudkan tidak ada satu pun dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang 
mengandung larangan mengucapkan Selamat Natal maka jelas keliru, karena hal itu 
sangat banyak. Sebelum saya sebutkan dalil-dalilnya insya Allah dan penjelasan 
ringkas sisi pendalilannya, terlebih dahulu perlu dipahami apa hakikat perayaan 
Natal, disebutkan dalam Wikipedia:


“Natal (dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) adalah hari raya umat 
Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 
Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam 
kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 
Desember.”


Maka jelaslah, Natal adalah hari perayaan atas kelahiran Yesus Kristus, 
pertanyaannya apakah perayaan tersebut atas dasar beliau sebagai seorang Nabi 
atau “Tuhan”?


Apabila atas dasar beliau sebagai seorang Nabi maka sama dengan perayaan maulid 
Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, termasuk kategori bid’ah, 
mengada-ada dalam agama yang tidak beliau contohkan dan telah beliau larang, 
serta mengandung tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan berbagai 
kemungkaran lainnya.


Tidak diragukan lagi, mereka merayakannya atas dasar beliau sebagai “Tuhan” 
mereka bukan sebagai Nabi, dengan kata lain atas dasar kesyirikan dan kekufuran.


Berikut dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mengandung larangan 
mengucapkan Selamat Natal: 



Mereka adalah mahkluk terjelek dan kekal di neraka. Allah subhanahu wa ta’ala 
berfirman,


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ 
جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ


“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan 
orang-orang musyrik AKAN MASUK NERAKA JAHANNAM, mereka kekal di dalamnya. 
Mereka adalah SEBURUK-BURUK MAKHLUQ.” [Al-Bayyinah: 6]


Sisi pendalilan: Mereka adalah makhluk yang hina dan dimurkai Allah, apakah 
patut seorang yang beriman kepada-Nya memuliakan dan menghormati yang Dia 
hinakan dan murkai dengan mengucapkan Selamat Natal?!


Mereka lebih sesat dari hewan ternak. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا 
كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا


“Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? 
Mereka itu tidak lain hanyalah seperti BINATANG TERNAK, bahkan mereka LEBIH 
SESAT jalannya (dari binatang ternak itu).”[Al-Furqon: 44]


Sisi pendalilan: Mereka lebih sesat dari binatang ternak karena menganggap Nabi 
yang manusia biasa sebagai “Tuhan”, bahkan mereka merayakan kelahirannya, 
mereka tahu dia lahir sama seperti manusia yang lainnya juga lahir dari rahim 
seorang ibu, apakah kita mengucapkan Selamat atas kesesatan mereka?!


Dosa yang mereka lakukan termasuk sebab terbesar malapetaka yang menimpa umat 
manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ 
السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ 
هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا


“Dan mereka (orang-orang Kristen) berkata, “(Allah) Yang Maha Penyayang 
mempunyai anak.”Sesungguhnya (dengan perkataan itu) kamu telah mendatangkan 
suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan 
itu, dan bumi terbelah, serta gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan 
Allah Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” [Maryam: 88-91]


Sisi pendalilan: Mereka berkata bahwa Yesus adalah anak Allah yang kelahirannya 
mereka rayakan, dengan sebab itu Allah murka kepada mereka, apakah patut 
setelah itu kita mengucapkan Selamat atas kemurkaan Allah atas mereka?!


Pernyataan tegas tentang kafirnya Nasrani. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ


“Sungguh telah kafir orang-orang (Kristen) yang mengatakan bahwa Allah adalah 
‘Isa Al-Masih bin Maryam.” [Al-Maidah: 17]


Sisi pendalilan: Mereka kafir karena menganggap Yesus sebagai sesembahan 
mereka, bukankah yang mereka rayakan hari lahirnya?! Patutkah kita mengatakan 
Selamat atas kekafiran Anda?!


Penegasan tentang batilnya aqidah Trinitas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


لَقَدْ كَفَرَ الَّذِين قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ 
إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ


“Sungguh telah kafir orang orang (Kristen) yang mengatakan bahwa Allah adalah 
satu dari yang tiga, dan tidaklah sesembahan itu kecuali sesembahan yang satu 
(Allah subhaanahu wa ta’ala).” [Al-Maidah: 73]


Sisi pendalilan: Mereka kafir karena meyakini Trinitas, salah satu oknum 
Trinitas itulah dasar perayaan Natal mereka, Patutkah kita mengatakan Selamat 
atas perayaan kekafiran ini?!


Penegasan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang mereka, sesuai dengan 
ayat-ayat di atas, beliau bersabda,


وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَد مِنْ هَذِهِ 
الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى 
أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ


“Demi Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun dari umat 
ini yang pernah mendengarkan tentang aku, apakah ia seorang Yahudi atau 
Nasrani, kemudian ia mati sebelum beriman dengan ajaran yang aku bawa, kecuali 
termasuk penghuni neraka.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu’anhu]


Sisi pendalilan: Mereka dipastikan sebagai penghuni neraka dikarenakan 
menyekutukan Allah dengan Yesus yang mereka peringati hari lahirnya. Jika 
ayat-ayat dan hadits yang telah sangat jelas akan kekafiran dan kejelakan 
mereka, kemudian kita masih mengucapkan Selamat Natal dan mencari-cari alasan 
pembenarannya, sungguh sangat layak kita bertanya kepada diri kita, masihkah 
tersisa iman dalam diri kita?!


Harapan: Semoga ayat-ayat dan hadits di atas menjadi renungan untuk mereka yang 
memiliki keyakinan kufur dan syirik liberal dan pluralisme: “Semua agama sama”, 
atau membenarkan agama selain Islam, atau tidak mengkafirkan non muslim. Karena 
hakikatnya meyakini hal itu sama saja dengan kekafiran; mendustakan ayat-ayat 
Allah subhanahu wa ta’ala dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa 
sallam.


Ketiga: Seluruh kaum muslimin sepakat, jika seorang muslim sekali pun, apabila 
ia melakukan dosa, maka tidak patut kita ucapkan selamat atasnya karena telah 
melakukan dosa itu. Jika seseorang minum khamar atau melakukan korupsi 
misalkan, maka tidaklah patut kita katakan kepadanya, “Selamat Minum Khamar” 
atau “Selamat Korupsi.” Padahal dosa merayakan natal yang mengandung kesyirikan 
dan kekafiran jauh lebih besar dibanding minum khamar dan korupsi.


Allah ta’ala berfirman,


إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ 
لِمَنْ يَشَاءُ


“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, 
dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang 
dikehendaki.” [An-Nisa’:  48, 116]


Rasulullah shallallahhu’alaihi wa sallam bersabda,


ألا أنبئكم بأكبر الكبائر ثلاثاً قلنا بلى يا رسول الله قال الإشراك بالله وعقوق 
الوالدين


“Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa yang paling besar? Kami (sahabat) 
berkata, “Tentu wahai Rasulullah”, lalu beliau bersabda: (Dosa yang paling 
besar) adalah menyekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tua.” [HR. 
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu]


Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,


اجتنبوا السبع الموبقات قالوا يا رسول الله وما هن قال الشرك بالله والسحر وقتل 
النفس التي حرم الله إلا بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف 
المحصنات المؤمنات الغافلات


“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Mereka (sahabat) berkata: Wahai 
Rasulullah apakah tujuh perkara yang membinasakan itu? Beliau bersabda: 
“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan 
haq, memakan harta anak yatim, memakan riba’, lari dari medan perang (jihad), 
menuduh berzina wanita baik-baik lagi beriman serta tidak tahu menahu (dengan 
zina tersebut).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]


Pertanyaanya apakah Perayaan Natal mengandung kesyirikan dan kekafiran atau 
tidak? Hanya orang yang buta atau sengaja menutup mata atau menutup akal 
sehatnya yang mengatakan tidak ada. Kesyirikan dan kekafirannya terdapat pada 
dua sisi:


1) Sisi yang paling mendasar, yaitu merayakan kelahiran “Tuhan”, yang 
sebetulnya manusia yang mereka anggap sesembahan mereka selain Allah, bahkan 
juga mereka anggap sebagai “anak” Allah. Maha suci Allah dari apa yang mereka 
sifatkan.


2) Ritual-ritual yang mereka adakan untuk merayakannya, seperti disebutkan 
dalam Wikipedia: “Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 
Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember.” Perhatikan kata kebaktian 
dalam keterangan tersebut, tidak lain adalah ritual kesyirikan dan kekafiran 
mereka, yaitu menyembah seorang manusia.


Terserah Anda mengatakan bahwa, “Mengucapkan Selamat Natal bukan berarti 
menyetujui doktrin agama Kristen.” Tapi apakah patut seorang muslim yang 
beriman kepada Allah mengucapkan selamat atas perbuatan yang paling Allah 
murkai?! Bukankah akal sehat Anda tidak bisa menerima untuk mengucapkan Selamat 
Korupsi?! Dan kalau benar Anda tidak setuju dengan korupsi mengapa Anda 
mengucapkan Selamat Korupsi?!


Al-Imam Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,


وَهُوَ بِمَنْزِلَةِ أَنْ يُهَنِّئَهُ بِسُجُودِهِ لِلصَّلِيبِ، بَلْ ذَلِكَ 
أَعْظَمُ إِثْمًا عِنْدَ اللَّهِ وَأَشَدُّ مَقْتًا مِنَ التَّهْنِئَةِ بِشُرْبِ 
الْخَمْرِ وَقَتْلِ النَّفْسِ وَارْتِكَابِ الْفَرْجِ الْحَرَامِ 
وَنَحْوِهِ.وَكَثِيرٌ مِمَّنْ لَا قَدْرَ لِلدِّينِ عِنْدَهُ يَقَعُ فِي ذَلِكَ، 
وَلَا يَدْرِي قُبْحَ مَا فَعَلَ، فَمَنْ هَنَّأَ عَبْدًا بِمَعْصِيَةٍ أَوْ 
بِدْعَةٍ أَوْ كُفْرٍ فَقَدْ تَعَرَّضَ لِمَقْتِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ


“Mengucapkan Selamat terhadap perayaan orang kafir sama saja dengan mengucapkan 
Selamat kepadanya atas sujudnya kepada salib, maka itu lebih besar dosanya dan 
kemurkaannya di sisi Allah daripada mengucapkan Selamat Minum Khamar, Membunuh 
Jiwa, Berzina dan yang semisalnya. Dan banyak orang yang tidak memiliki 
pemuliaan terhadap agama (Islam) melakukan hal tersebut, sedang ia tidak 
mengetahui kejelekan perbuatannya itu, padahal siapa yang mengucapkan Selamat 
terhadap seseorang karena satu kemaksiatan, kebid’ahan atau kekafiran maka 
sungguh ia telah mengantarkan dirinya kepada kemurkaan dan kemarahan Allah.” 
[Ahkaam Ahli Dzimmah, 3/441]


Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,


وإنما كانت تهنئة الكفار بأعيادهم الدينية حراما، وبهذه المثابة التي ذكرها ابن 
القيم؛ لأن فيها إقرارا لما هم عليه من شعائر الكفر، ورضا به لهم، وإن كان هو لا 
يرضى بهذا الكفر لنفسه، لكن يحرم على المسلم أن يرضى بشعائر الكفر، أو يهنئ بها 
غيره؛ لأن الله تعالى لا يرضى بذلك، كما قال الله تعالى: إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ 
اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا 
يَرْضَهُ لَكُمْ


“Hanyalah mengucapkan Selamat terhadap perayaan-perayaan orang-orang kafir itu 
diharamkan –sebagaimana yang disebutkan Ibnul Qoyyim- karena padanya terkandung 
persetujuan dan keridhoaan terhadap simbol-simbol kekafiran mereka, meski ia 
tidak ridho dirinya melakukan kekafiran ini, akan tetapi tetap diharamkan atas 
seorang muslim meridhoi atau mengucapkan Selamat kepada orang lain dengan 
simbol-simbol kekafiran tersebut, karena Allah tidak meridhoinya, sebagaimana 
firman Allah,


إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ 
الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ


“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia 
tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia 
meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (Az-Zumar: 7) [Majmu’ Al-Fatawa war Rosaail, 
3/45]


Keempat: Benarkah ada perbedaan pendapat dalam masalah ini?


Jawabannya: Ulama yang lebih luas ilmunya dan tidak diselisihi oleh ulama di 
masanya, telah lama menukil adanya ijma’; kesepakatan ulama atas haramnya 
membantu, turut hadir dan mengucapkan Selamat atas perayaan orang-orang kafir, 
tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini, tidak ada ulama yang 
membolehkan sebelumnya.


Al-Imam Al-‘Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menukil ijma’ ulama 
tersebut,


وَكَمَا أَنَّهُمْ لَا يَجُوزُ لَهُمْ إِظْهَارُهُ فَلَا يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِينَ 
مُمَالَاتُهُمْ عَلَيْهِ وَلَا مُسَاعَدَتُهُمْ وَلَا الْحُضُورُ مَعَهُمْ 
بِاتِّفَاقِ أَهْلِ الْعِلْمِ الَّذِينَ هُمْ أَهْلُهُ


“Sebagaimana tidak boleh bagi kaum musrikin untuk menampakkan perayaan mereka, 
demikian pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk membantu, menolong dan ikut 
hadir dalam perayaan mereka berdasarkan kesepakatan ahlul ‘ilmi (ulama) yang 
benar-benar ahli.” [Ahkaam Ahli Dzimmah, 3/1245]


Tidak diragukan lagi, mengucapkan selamat apalagi ikut hadir termasuk dalam 
ketegori ta’awun, membantu mereka dalam kebatilan, maka sepakat ulama 
melarangnya.


Al-Imam Al-‘Allaamah Ibnul Qoyyim rahimahullah juga menukil ijma’ ulama,


وَأَمَّا التَّهْنِئَةُ بِشَعَائِرِ الْكُفْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ فَحَرَامٌ 
بِالِاتِّفَاقِ مِثْلَ أَنْ يُهَنِّئَهُمْ بِأَعْيَادِهِمْ وَصَوْمِهِمْ، 
فَيَقُولَ: عِيدٌ مُبَارَكٌ عَلَيْكَ، أَوْ تَهْنَأُ بِهَذَا الْعِيدِ، 
وَنَحْوَهُ، فَهَذَا إِنْ سَلِمَ قَائِلُهُ مِنَ الْكُفْرِ فَهُوَ مِنَ 
الْمُحَرَّمَاتِ


“Adapun mengucapkan Selamat terhadap simbol-simbol kekafiran yang merupakan 
ciri khususnya, maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan (ulama), seperti 
seseorang mengucapkan Selamat terhadap hari raya orang-orang kafir dan puasa 
mereka, contohnya ia mengatakan: Semoga Hari Raya ini menjadi berkah bagimu, 
atau Semoga engkau bahagia dengan Hari Raya ini, dan yang semisalnya. Maka 
dengan sebab ucapannya ini, andai ia selamat dari kekafiran maka ia tidak akan 
lepas dari perbuatan yang haram.” [Ahkaam Ahli Dzimmah, 1/441]


Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,


تهنئة الكفار بعيد الكريسمس أو غيره من أعيادهم الدينية حرام بالاتفاق


“Memberi Selamat kepada orang-orang kafir dalam Perayaan Natal atau perayaan 
agama mereka yang lainnya adalah haram menurut kesepakatan (ulama).” [Majmu’ 
Al-Fatawa war Rosaail, 3/45]


Maka apabila ada ulama setelahnya kemudian menyelisihi ijma’ tersebut, tidak 
boleh bagi kita mengikuti penyelisihan itu, karena ijma’ adalah hujjah dalam 
agama, telah pasti kebenarannya, sebagaimana yang menyelisihinya pasti keliru. 
Allah ta’ala berfirman,


وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ 
غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ 
وَسَاءَتْ مَصِيرًا


“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan 
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa 
terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam 
Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa: 115]


Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,


وقد استدل بهذه الآية الكريمة على أن إجماع هذه الأمة حجة وأنها معصومة من الخطأ.
ووجه ذلك: أن الله توعد من خالف سبيل المؤمنين بالخذلان والنار، و {سبيل المؤمنين} 
مفرد مضاف يشمل سائر ما المؤمنون عليه من العقائد والأعمال. فإذا اتفقوا على إيجاب 
شيء أو استحبابه، أو تحريمه أو كراهته، أو إباحته – فهذا سبيلهم، فمن خالفهم في 
شيء من ذلك بعد انعقاد إجماعهم عليه، فقد اتبع غير سبيلهم.


“Dalam ayat yang mulia ini terdapat pendalilan bahwa ijma’ umat ini adalah 
hujjah, dan bahwa ia maksum (terjaga) dari kesalahan.


Sisi pendalilannya: Bahwa Allah telah mengancam siapa yang menyelisihi jalan 
kaum mukminin dengan kehinaan dan neraka, dan jalan kaum mukminin dalam ayat 
ini dalam bentuk mufrod mudhof (satu kata yang disandarkan) sehingga maknanya 
mencakup seluruh keyakinan dan amalan kaum mukminin, apabila mereka telah 
sepakat untuk mewajibkan sesuatu, atau mensunnahkannya, atau mengharamkannya, 
atau memakruhkannya, atau membolehkannya maka itulah jalan mereka, barangsiapa 
menyelisihi satu perkara saja setelah terjadinya ijma’ maka ia telah mengikuti 
selain jalannya kaum mukminin.” [Taisirul Kaarimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil 
Mannan, hal. 202]


Andai kita terima bahwa memang dalam masalah ini ada khilaf yang mu’tabar 
sekali pun, maka dalil-dalil atas keharamannya lebih jelas sisi pendalilannya 
daripada yang membolehkan, sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya.


Kelima: Saudara Salim A. Fillah juga mengawali Kultwitnya tersebut dengan 
berkata, “Natal ini, terkenang ujaran Allahu yarham KH Abdullah Wasi’an 
(kristolog Jogja -red); “Saudara-saudaraku Nashara terkasih…”


Nasihat kami: Wahai Akhi semoga Allah memberikan hidayah kepadaku dan kepadamu, 
mengatakan orang-orang Kristen sebagai saudara sangat bertentangan dengan 
ajaran Islam. Allah ta’ala berfirman,


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ


“Hanyalah orang-orang mukmin itu bersaudara.” [Al-Hujurat: 10]


Allah ta’ala juga befirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى 
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ 
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan 
Nasrani menjadi wali-wali(mu); sebahagian mereka adalah wali bagi sebahagian 
yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka 
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak 
memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” [Al-Maidah: 51]


Allah ta’ala juga berfirman,


لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوادُّونَ مَنْ 
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كانُوا آباءَهُمْ أَوْ أَبْناءَهُمْ أَوْ 
إِخْوانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمانَ 
وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا 
الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولئِكَ 
حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari 
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan 
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau 
saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah 
telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan 
pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga 
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida 
terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. 
Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah 
itulah golongan yang beruntung.” [Al-Mujadilah: 22]


Dan setiap orang kafir adalah penentang Allah dan Rasul-Nya. Al-Imam Ibnu 
Katsir rahimahullah berkata,


يقول تعالى مخبرًا عن الكفار المعاندين المحادين لله ورسوله


“Allah ta’ala berfirman (dalam ayat ini) seraya mengabarkan tentang orang-orang 
kafir yang memusuhi lagi menentang Allah dan Rasul-Nya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 
8/53]


Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,


لا يحل للمسلم أن يصف الكافر أيا كان نوع كفره؛ سواء كان نصرانيا، أم يهوديا، أم 
مجوسيا، أم ملحدا لا يجوز له أن يصفه بالأخ أبدا، فاحذر يا أخي مثل هذا التعبير، 
فإنه لا أخوة بين المسلمين وبين الكفار أبدا، الأخوة هي الأخوة الإيمانية كما قال 
الله عز وجل إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ


“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyebut orang kafir dengan ‘saudara’. 
Orang kafir apa pun sama saja, apakah ia seorang Nasrani, Yahudi, Majusi atau 
Ateis, tidak boleh baginya untuk menyebut orang kafir itu sebagai ‘saudara’ 
selama-lamanya. Berhati-hatilah wahai saudaraku dengan ungkapan seperti ini, 
karena sesungguhnya tidak ada persaudaraan antara kaum muslimin dan orang-orang 
kafir (non muslim) selama-lamanya. Ukhuwah adalah persaudaraan iman, 
sebagaimana firman Allah ta’ala, “Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara.” 
(Al-Hujurat: 10)” [Majmu’ Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin 
rahimahullah, 3/43, no. 402]


وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


Sumber:
http://sofyanruray.info/membantu-salim-a-fillah-mentarjih-dan-menjawab-ulil-abshar-abdalla-tentang-natal-bag-1/
http://sofyanruray.info/membantu-salim-a-fillah-mentarjih-dan-menjawab-ulil-abshar-abdalla-tentang-natal-bag-2/

Kirim email ke