Website sebagai Media Pembelajaran dan Pencitraan Pesantren

Oleh: Mas Sopo Nyono






Perkembangan zaman telah membawa manusia ke alam yang dinamis, bermuara
pada tatanan praktis dan efektifitas pada setiap aktifitasnya. Salah

satunya dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi
lokomotif terjadinya perubahan.






Hal ini merupakan dampak positif iklim globalisasi zaman yang menuntut
manusia berperan lebih kreatif dan inovatif untuk melahirkan kesetaraan
pengetahuan dan berbagi pengalaman dalam bidangnya tersendiri. Baik
meliputi ranah pemerintahan, badan swasta, maupun lembaga sosial tidak
melewatkan sistem pemanfaatan kemajuan TIK dalam pelayanannya. semisal
e-banking, e-government dan lain-lainnya. Dan tidak ketinggalan pula
lembaga pendidikan juga ikut andil memanfaatkan TIK sebagai wahana
peningkatan kualitas dan proses pembelajaran.






Dengan daya power TIK, semisal jaringan internet. Internet merupakan
jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar
diseluruh dunia. Jaringan ini mencakup jutaan pesawat komputer yang
terkoneksi satu dengan yang lainnya—memanfaatkan jaringan telepon dengan
kabel atau gelombang elektromagnetik. Internet singkatan dari
interconnected-networking ialah sisitem global dari seluruh jaringan yang
ada lewat dan terhubung dengan menggunakan standar Intener Protocol Suite
(TCP/IP). Dalam kemajuan ini, lembaga pendidikan formal berupaya
meningkatkan jaringan komunikasi sebagai jalinan relasi saling tukar ilmu
melalui jaringan internet. Contoh situs atau Wibesite
http://www.pendidikan.net yang menyajikan sumber umum serta jaringan
komunikasi (forum) bagi administraror sekolah, para pendidik dan para
peminat lainnya. Pada intinya ialah sebagai wahana untuk relasi timbal
balik yang dapat menampung semua sektor utama pendidikan.






Dari paparan diatas setidaknya menjadi stimulus bagi lembaga pendidikan
secara umumnya. Dengan pemanfaatannya tepat guna TIK untuk membangun
generasi kedepan lebih unggul dan berdikari. Sehingga paradigma pemanfaat
internet tidak sekedar sebagai hiburan dan wahana berbisnis tapi juga
menjadi sarana pembelajaran bagi pendidikan baik formal maupun non-formal.






Merujuk pada filosofi tindakan Tuhan dalam memberikan mu’jizat kepada
rasul-rasul-Nya yang relevan dan up to date dengan permasalahan kemanusian
pada masanya, begitu juga seharusnya Pesantren sebagai lembaga pendidikan
membekali dirinya dalam proses pengembanganya. Akselerasi perubahan dan
dinamika kehidupan sosial tentunya harus disikapi secara dinamis dan
kontekstual oleh pesantren. Seperti halnya zaman Nabi Ibrahim harus
membekali diri dengan kekuatan argumentasi pemikiran, hal itu dimaksudkan
untuk keseimbangan kaumnya yang memiliki tradisi berfikir yang kuat, Nabi
Musa dengan kemampuan magic karena kaumnya gemar dalam perdukunan, bagi
nabi Isa dengan keahlihan pengobatan, dan Nabi Muhammad dengan kemampuan
sastra karena orang Arab memiliki kelebihan dalam tata bahasa. Melihat
realitas sejarah yang konteks dizaman para rasul, setidaknya hal ini
menjadikan mawas diri bagi Pesantren dalam pengembangan sarana TIK
khususnya pemanfaatan Website.






Seharusnya pendaya-fungsian jaringan internet perlu dimaksimalkan sebagai
wahana untuk menyebarluaskan pengetahuan pendidikan terutama pesantren.
Sebab website sebagai kumpulan halaman yang menampilkan informasi data
teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan gabungan
dari semuanya. Baik bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu
rangkain bangunan yang saling terkait dan terhubung dengan
jaringan-jaringan halaman—hyperlink (wikipedia, 2015) —akan menjadi daya
tarik tersendiri dalam membangun visi dan misi Pesantren. Selaras dengan
Zamakhsyi (2011: 41) dimana Pesantren merupakan lembaga non formal yang
bersifat tradisional dan lembaga pendidikan asli Indonesia, yang pada saat
ini merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang.






Terutama dalam akses teknologi, lembaga pendidikan pesantren yang berbasis
tradisonal mau tidak mau harus melakukan langkah berdiaspora dan akselerasi
dalam teknologi informasi dan komunikasi. Artinya terjadi perkawinan secara
mutlak antara tool—TIK—dengan subtansi—pesantren—untuk membanguan pesantren
yang berdimensi kultural dan pesantren sebagai soko guru karakter
pendidikan di Indonesia. Sebab pendidikan pesantren pada hakikatnya tidak
semata-mata utuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan,
tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat,
menghargai spiritual dan kemanusian, mengajarkan sikap dan tingkah laku
yang jujur dan bermoral. Menyiapkan para murid diajar mengenai etika agama
di atas  etika-etika yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukan untuk
mengejar kepentingan kekuasaaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi
menanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan
pengabdian kepada Tuhan (Zamakhsyi, 2011: 45).






Setidaknya dalam kemajuan TIK akan membawa wawasan Pesantren dalam
perkembangannya untuk melahirkan konstitusi kader santri yang mumpuni
menjawab tantangan zaman. Berbagai keuntungan akan pengembanagn TIK bagi
pesantren sangatlah dinamis baik secara internal maupun ekternal. Secara
internal pesantren, pertama ialah tamaddun—memajukan pesantren—dalam proses
pembelajaran bagi keberadaan pesantren harus teruji betul dalam
pengembangan pengetahuannya secara luas yang selama ini hanya tergantung
mutlak pada seorang tokoh kiai. Semisal saja para santri dalam melakukan
kajian kitab tidak merujuk pada sumber primer saja—kitab klasik—namun juga
di imbangi dengan sumber skunder yang medukung materi tersebut, semisal di
website. Sama halnya seorang murid telah melakukan dialog personal dengan
teks dan dunia maya yang di selaraskan bahkan bertolak belakang dari sumber
pokok. Disinilah terjadi dinamika untuk mengkaji ulang sumber skunder dan
dihadapkan dengan sumber primer.






Kedua, tsaqafah, yakni bagaiman memberikan langkah pencerahan kepada umat
Islam agar kreatif-produktif, dengan tidak melupakan orisinalitas ajaran
islam dalam pesantren. Artinya sebagai seorang santri yang membawa lembaga
pendidikan pesantren tentunya tidak rela jika pengolahan dan penjabaran
suatu kajian keagaman diselewengkan dari kitab aslinya atau bahkan jauh
dari kaidah. Dalam sisi ini pesantren membuka cakrawala baru untuk
membangun nilai daya tawar yang menjaga nilai-nilai budaya dan tradisi
lokal sebagai manifestasi dalam rangka mengawal ketergerusan indentitas
bangsa, seiring kemajuan dan kebingunan kalangan intelektual modernis akan
penancapan modernitas ternyata banyak terserabut dari akar tradisinya
sekedar sebagai kepanjangan dari nilai-nilai Barat.






Ketiga, hadharah yakni membangun budaya, sebab pengelolaan website yang
fleksibel dan terjangkau, pesantren tidak hanya melakukan pengembangan
kancah intelektual semata, namun secara tidak langsung telah membangun
varian budaya keislaman dalam kancah website. Melalui gagasan dan cara yang
masih membawa tradisi dan nilai-nilai yang dituangkan dalam website,
pesantren diharap akan mampu mengembangkan dan mempenagruhi tradisi yang
brsemangat Islam di tengah hembusan dan dampak negatif globalisasi yang
berupaya menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknologi.






Sedangkan secara ekternal, keberadaan website akan menjadikan pesantren
lebih optimal dalam pengembangan penyeberan dan dokumentasi subtansi nilai
dan tradisi materi pesantren. Varian tradisi pesantren yang membangun ruang
diskusi—kelas musyawarah—bisa menjadi wahana dalam pengembangan
intelektualistas pesantren dalam masyarakat secara umumnya. Melahirkan
pemahaman-pemahaman keagamaan yang kontekstual dalam studi kasus dan
persoalan sesuai perkembangan zaman. Namun masih disayangkan jika prodak
keilmuan yang dilahirkan dikancah Pesantren masih dikonsumsi oleh kalangan
pesantren sendiri  dan tidak terseberluaskan serta menjadi konsumsi publik.
Walaupun soal pro-kontra merupakan konsekuensi logis yang sudah menjadi
hukum alam.






Setidaknya dengan publikasi isu-isu pesantren kedalam dunia website akan
membangkitkan semangat ke-pesantrenan dalam upaya menegakkan misi
moralitas. Diakui atau tidak dengan hadirnya pesantren ke dalam dunia maya
akan membantu pesantren dalam eksistensinya sebagai lembaga pendidikan
tradisional yang mengakar di masyarakat. Meciptakan pesantren yang memiliki
daya saing dan real dapat diakses sepanjang masa oleh masyarakat melalui
koneksi internet. Sehingga citra lembaga pesantren tidak kolot dan terkesan
“ndeso”. Sebagaimana diungkapkan oleh Deliar Noer (1980) yakni menyebutkan
bahwa komunitas pesantren adalah komunitas kampungan, sarungan dan sulit
menerima perubahan. Sebaliknya, Pesantren akan tetap eksis sebagai lembaga
pendidikan Islam yang mempunyai visi mencetak manusia-manusia ungul. Kita
perlu menilik kembali pada prinsip pesantren; al muhafadzah ‘ala al qadim
as shalih, wa al akhdzu bi al jadid al ashlah, yaitu tetap memegang tradisi
yang membangun, dan mengimbangi dengan mengambil hal-hal baru yang lebih
membangun dalam aplikatif pemanfaatab website.






Melalui website Pesantren akan mudah dikenal diseluruh lapisan masyarakat
bahkan di seluruh dunia. Masyarakat akan di untungkan dengan keberadaan
pesantren yang menyediakan berbagai informasi keislaman maupuan
kelembagaanya sendiri. Masyarakat secara mudah untuk mengkaji pesantren dan
melihat karakteristiknya tidak sekedar mengamati, namun juga menanyakannya
langsung.






Disamping itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memasyarakat,
melalui keterpaduan dan penggunaan website paling tidak mampu
menyelenggarakan pendidikan di daerah-daerah terpencil, misalnya dengan
model pendidikan jarak jauh. Hal ini merupakan peluang untuk lebih
meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Sehingga
diharapkan terjadi peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
peserta didik pesantren. Dan setidaknya bagi pesantren lebih mudah untuk
melakukan requitment-requitment bagi masyarakat melalui tampilan website.
Dalam sisi lain, keberadaan website yang dikelola oleh Pesantren,
masyarakat awam atau secara umum mudah untuk mengikuti belajar agama secara
mudah. Dan simple dalam mengakses kebutuhan akan kekeringan ilmu-ilmu agama.






Maka dari pemanfaatan TIK, khususnya penggunaan Website sebagai tool
pencitaraan positip bagi pesantren, tentu akan berdampak positip pula.
Pembentukan citra yang positip oleh pesantren pada stakeholders-nya ialah
hal yang harus secara berkesinambungan diupayakan, karena citra dapat

membangun kepercayaan dan dukungan bagi Pesantren. Sehingga terbentuknya
kepercayaan publik terhadap pesantren dapat meningkatkan profibilitas dan
eksistensi. Dengan bertujuan menghindari kesalahpahaman, mengevaluasi
kebijaksanaan, dan meningkatkan daya tarik khalayak atau publik.
Pencitraaan yang berasaskan tradisi dan nilai moralitas bukan sekedar
memenuhi persaingan industri dan kapitalisasi pendidikan. Sebab pencitraan
menurut Kolter (2009: 299) merupakan sebagai seperangkat keyakinan, ide dan
kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatau objek. Dan sikap dan tindakan
seseorang terhadap suatu objek sangat dikondisikan oleh citra objek
tersebut.






Dengan demikian, dalam upaya membangun citra pesantren tidak ada salahnya
jika memanfaatkan website sebagai wahana eksplorasi tradisi dan nilai-nilai
pesantren tanpa merusak kultur, keunikan dan kekhasan dunia pesantren.
Meskipun pesantren sebagai bagian khazanah lembaga pendidikan islam tertua
di Nusantara, tapi masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengenalnya
secara mendalam.  Sehingga opini dan pendapat masyarakat tentang pesantren
masih mudah terpancing oleh isu-isu yang sepihak dengan akses melalui
website. Sehingga pesantren akan lebih ramah dengan teknologi pemanfaatan
website sebagai tool gerak untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya di
masyarakat, benar-benar mencerahkan dan memudahkan bagi kalangan pada
umumnya untuk mengakses informasi serta keterkaitannya dengan pesantren. []






Mas Sopo Nyono, penulis ialah pegiat wayang samin






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,

mengasihi sesama..."

Kirim email ke