Nilai-nilai Pancasila pada Saat Tahlilan

Jumat, 26/06/2015 02:06






[image: Nilai-nilai Pancasila pada Saat Tahlilan]






Surabaya, *NU Online*
Wakil Gubenur Jawa Timur H Syaifullah Yusuf menjelaskan filosofi tahlilan
yang sering dilakukan warga NU ketika ada yang meninggal. Menurut amaliyah
yang sering jadi sasaran bid’ah kelompok lain itu mencerminkan praktik
ber-Pancasila.


Jauh sebelum bangsa ini merdeka, kata dia, para kiai berdebat dengan para
tokoh pendiri Republik ini. Indonesia ini mau dijadikan negara Islam atau
negara sekuler. Nah, akhirnya Bung Karno memutuskan negara Pancasila.


Pancasila, lanjut pria yang akrab disapa Gus Ipul, mengutip ungkapan

seorang kiai yang pidatonya mirip sekali dengan Bung Karno. "Ini rawahu
Kiai Harun Ismail, saya kutip" kata Gus Ipul pada halaqoh Majelis Alumni
IPNU di Hotel The Alana, Surabaya (6/6).


Kalau ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar dan tepat maka
lihatlah orang tahlilan. Inilah filosofi Pancasila yang berada di Tahlilan
ala NU. Satu, orang tahlil itu pasti baca surat Al-Ikhlas yang berbunyi
Qulhu Allahu ahad Allahus shomad. Itulah Ketuhanan yang Maha Esa dan di
dalam tahlil pasti baca itu. Yang artinya Tuhan itu satu.


Kedua, orang tahlil di lingkungan NU itu, siapa pun boleh datang dan ikut,
tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan, "kamu bisa tahlil enggak? Kalau
enggak bisa, disuruh keluar. Di NU tidak seperti itu,” katanya.


Bahkan nonmuslim pun boleh masuk dan orang yang membid'ah-bid'ahkan tahlil
pun dipersilakan ikut, kalau mau. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah
kemanusiaan yang adil dan beradab.


Dan kalau dilihat di kampung-kampung, orang tahlil itu duduknya bersila
semua. Tidak dibedakan duduknya seorang pejabat, kiai, santri dan orang
biasa. Semuanya sila, rata. Itulah persatuan Indonesia terdapat dalam sila
ke tiga pancasila. Duduknya sila semua.


“Setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka
saling tuding menuding. Satunya bilang jenengan saja yang mimpin dan yang
lainnya juga bilang jenengan yang lebih pantas,” ungkapnya.



Di sanalah terjadi musyawarah kecil-kecilan mencari seorang pemimpin
tahlil. Setelah kepilih satu yang memimpin tahlil. Itulah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan.


Setelah tahlil selesai, berkat nya keluar. Semuanya mendapatkan berkat yang
sama tanpa ada berbedaan baik tampilan dan isinya semuanya sama. Itulah
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. *(Rofi’i Boenawi/Abdullah
Alawi)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,60415-lang,id-c,nasional-t,Nilai+nilai+Pancasila+pada+Saat+Tahlilan-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke