Jimat Eros Djarot
Oleh: Moh Mahfud MD Akhir pekan lalu, tanpa berjanji dan tanpa sengaja, dalam penerbangan Yogya-Surabaya saya duduk dalam satu deret kursi berdampingan dengan Eros Djarot. Itu lho, seniman dan budayawan kita yang mencipta lagu Badai Pasti Berlalu dan menyutradarai film Tjoet Nya Dhien. Namanya sudah sangat beken karena dia juga tercatat sebagai politikus yang sangat vokal. Pada awalawal Reformasi Eros pernah aktif di PDI Perjuangan untuk kemudian mendirikan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). Sebagai kawan lama kami ngobrol ngalor ngidul. Intinya, dada kami sesak melihat perkembangan keadaan bangsa dan negara. ”Ngeri, Mas, negara ini sudah dikuasai oleh mafia, di manamana korupsi yang sudah berjaringan kuat. Di sektor tertentu misalnya, kalau ditindak bonggolnya, keseluruhan mekanisme pengelolaan sektor itu bisa macet karena korupsinya sudah sistemik,” kata Eros. Saya langsung paham itu karena selain memang menjadi perhatian saya, keluhan berat seperti itu baru dikemukakan juga oleh Presiden. ”Ya, Mas. Kemarin juga Presiden Jokowi menyatakan kekagetannya karena ternyata mafia dan korupsi ada di semua lini. Hukum kita pun tumpul karena sistemiknya mafia dan korupsi itu juga sudah masuk ke mafia hukum,” kata saya menanggapi. ”Aku ngelus dhodho, lho, Mas,” sambung Eros lagi. Dia lalu menjelaskan, betapa jutaan petani di desa-desa menanam bibit padi, jagung, bawang, cabai secara satu per satu dan merawatnya setiap hari selama berbulan-bulan. Begitu juga pekerja tambang, nelayan, dan lain-lain bekerja siang malam. Mereka hanya mendapat sedikit rupiah yang untuk makan dan menyekolahkan anak saja tak mencukupi, sedangkan mafioso dan koruptor langsung bisa mencaplok ratusan miliar bahkan triliunan. Parahnya lagi, banyak di antara kita yang tahu itu, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa secara cepat karena mafianya sudah sangat dan sangat sistemik. Jika yang satu ditindak, yang menindak itu dipatok beramairamai oleh jaringan mafia yang lain seperti serangan lebah yang membabi buta. Jaringan mafia itu bukan hanya melibatkan pengusaha hitam, tetapi sudah melibatkan orang-orang birokrasi, pejabat pemerintah, dan politikus. ”Terus bagaimana, Mas? Kalau kita diam saja keadaan akan semakin buruk, tapi kalau mau berbuat juga tak bisa ngapa-ngapain,” ujar saya. Eros memberi jawaban yang agak memukau saya. ”Kalau saya terus saja berjuang sebisanya, sesuai dengan kapasitas yang saya miliki. Saya memakai jimat yang diberikan kakek saya,” sebut Eros. Jimat? Eros memakai jimat? Jimat apa? Berceritalah Eros Djarot bahwa dirinya adalah keturunan keluarga penghulu yang mengajarkan dan menjaga agama Islam di keraton. Sejak kecil dirinya sudah dibiasakan melaksanakan ajaran agama seperti salat, mengaji, berpuasa, dan lainlain. Pada suatu hari, saat remaja, dia dipanggil oleh kakeknya untuk diberi jimat agar hidupnya selamat dan kuat. Setelah menghadap sang kakek Eros disuruh duduk dengan takzim serta khusuk dan pemberian jimat pun dimulai. Sang kakek menuntun Eros membaca ”bismillaahirrahmaanirrahim” sebanyak tiga kali untuk kemudian beranjak pergi. Eros agak kaget dan bertanya. ”Lho, Kek, mana jimatnya?” tanya Eros. Sang kakek pun mendorong jidat Eros dengan telunjuknya sambil berkata. ”Bodoh kamu. Itu tadi jimat. Selalu membaca bismillah tiap melangkah, itulah jimat,” kata sang kakek. Kalau kita selalu membaca bismillah dengan penuh penghayatan, maka kita akan selamat dan tidak berputus asa dalam menghadapi apa pun dalam hidup ini. ”Terus terang, Mas. Saya mungkin tidak tekun beribadah, jarang beribadah bersama- sama karena lebih banyak menghayati ibadah sendirian, tapi saya selalu melindungi diri dengan selalu membaca bismillahirrahmaanirrahim. Saya sangat yakin akan kemahakuasaan dan kemahakasihsayangan Allah. Maka saya terus saja berbuat sebisa mungkin,” kata Eros. Bahwa Eros Jarot termasuk orang yang cukup menjaga dan melaksanakan ajaran agama saya tahu sudah lama meskipun kadang kala penampilannya terkesan agak nyentrik. Beberapa kali saya pernah ditanya sesuatu oleh Eros Djarot melalui sandek (SMS) dan ketika saya balik bertanya dia ada di mana, ternyata dia sedang beribadah umrah. Dia mengirim SMS saat berada di Masjidilharam, Mekkah. Artinya, dari kesan tentangnya yang agak badung sebagai seniman, dia masih selalu menghadap Allah dengan bismillahirrahmaanirrahim. Yang menarik dari Eros adalah konsep jimat atau azimat yang diceritakannya kepada saya. Ternyata jimat itu bukanlah benda-benda yang dikeramatkan seperti keris, cincin atau kayu tertentu yang baru bisa diperoleh dengan cara yang aneh-aneh. Jimat itu adalah ketundukan total kepada Allah Sang Pencipta dengan payung bacaan basmalah yang dihunjamkan ke dalam kalbu. Senyampang awal bulan Ramadan, mungkin ada baiknya kita ambil hikmah dari cara Eros memilih jimat dalam hidup. Kita bisa meniru atau menguatkan kembali pada diri kita bahwa jimat yang terbaik itu adalah perlindungan dan bimbingan dari Allah. Dengan keyakinan bahwa Allah Mahakuasa, Pengasih, dan Penyayang dan dengan selalu memohon perlindungan serta bimbingan-Nya melalui bismillaahirrahmaanirrahim, kita akan selalu melangkah dalam hidup ini dengan tenang, tidak dalam ketakutan. Selamat beribadah puasa. [] Koran SINDO, 20 Juni 2015 Moh Mahfud MD | Guru Besar Hukum Konstitusi -- http://harian-oftheday.blogspot.com/ "...menyembah yang maha esa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, mengasihi sesama..."