KH Saifuddin Zuhri dan Pertempuran Ambarawa (2-habis)





Dalam pertempuran Ambarawa, lahir seorang panglima pertempuran yang gagah
berani, yang membuktikan kecakapannya dalam strategi dan operasi tempur.
Panglima itu, menurut KH Saifuddin Zahri dalam buku Berangkat dari
Pesantren adalah Soedirman, Komandan Divisi TKR Banyumas yang berpangkat
kolonel.




Dalam pertempuran Ambarawa, Kol. Soedirman memimpin langsung dengan
menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua
sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Tujuannya adalah memutus rantai
komunikasi dan logistik antara Sekutu dengan induknya.




Untuk itu, Kolonel Sudirman membutuhkan dukungan banyak tentara. Tidak
mungkin ia menggunakan taktik itu jika mengandalkan tentara reguler, yaitu
TKR. Kedatangan laskar-laskar rakyat menjadi sangat penting, karena akan
menjadi elemen penting untuk mengefektifkan taktik supit urang.




Salah satu laskar rakyat yang paling terorganisasi dan terlatih adalah
Hizbullah. Komandan Divisi Hizbullah Jawa Tengah saat itu, KH Saifuddin
Zuhri harus bekerja keras agar taktik yang telah digariskan Sudirman dapat
berhasil dengan baik.




Menjelang pertempuran, KH Saifuddin Zuhri harus memobilisasi laskar
Hizbullah dalam jumlah besar, karena tektik supit urang membutuhkan pasukan
yang sangat banyak karena menyerang musuh dari dua arah.




Selanjutnya, dalam pertempuran Komandan Hizbullah juga harus menjaga
disiplin dan ritme pertempuran agar sampai pada titik penyerangan secara

bersamaan dengan pasukan yang berada di arah sebaliknya. Percuma, jika
pasukan dari zona utara datang duluan, sementara pasukan dari zona selatan
masih di perjalanan. Jika hal itu terjadi, maka tentara Sekutu akan mudah
melumpuhkan perlawanan.




Pertempuran Ambarawa memberikan pelajaran penting, yaitu: pertama jika
seluruh rakyat bersatu, dengan senjata yang minimal pun mampu mengalahkan
musuh dengan persenjataan modern. Kedua, kemenangan bangsa Indonesia dalam
pertempuran Amarawa merupakan pernyataan penting bahwa seluruh rakyat
Indonesia mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI. Ketiga, perang Ambarawa
merupakan pesan penting bahwa Sekutu tidak boleh melibatkan diri membantu
Belanda yang ingin berkuasa kembali.




Karena keterlibatan aktif, sungguh-sungguh, dan penuh kepahlawanan dari KH
Safuddin Zuhri dalam Pernag Ambarawa dan perang gerilya lainnya, malka
Presiden/Panglima Tertinggi Angkata Bersenjata Republik Indonesia
menganugerahkan “Tanda Kehormatan Bintang Gerilya”, sesuai dengan SK
Presiden Republik Indonesia No. 2/Btk/165 tanggal 4 Januari 1965.




Tanda Kehormatan Bintang Gerilya adalah tanda yang dikeluarkan untuk setiap
warga negara RI yang menunjukkan keberanian, kebijaksanaan, dan kesetiaan
yang luar biasa dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia semasa
revolusi antara tahun 1945-1950.  Mereka yang menerima Tanda Kehormatan
Bintang Gerilya berhak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. []






Ditulis ulang dari, “Riwayat Perjuangan dan Pengabdian Prof KH Saifuddin
Zuhri untuk Negara dan Bangsa”






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Reply via email to