Merekam Hilal
Oleh: Hendro Setyanto Apabila kita merujuk kepada nash Al-Qur’an dan juga hadits Nabi Muhammad SAW yang mensyaratkan terlihatnya hilal maka dapat dipahami bahwa hilal merupakan sebuah benda (bagian dari sabit bulan) yang dapat dilihat dengan mata. Pada zaman Rasulullah, hilal merupakan obyek yang sudah umum dikenal oleh masyarakat arab sangat mudah dikenali. Sehingga dapat dibilang, tidak mungkin masyarakat Arab saat itu keliru mengenali hilal bahkan seorang Arab Badui sekalipun. Sehingga kesaksian seorang Arab Badui diterima oleh Rasulullah SAW. Sabit hilal dapat dikenali oleh seorang arab Badui dan juga rombongan pedagang dikarenakan posisi hilal saat itu telah tinggi dan dapat dipastikan di atas 5 derajat bahkan mungkin 10 derajat. Karena ketika rukyat di Buraydah saya melihat pengaruh debu padang pasir mencapai ketinggiaan sekitar 5 derajat. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam pergerakan benda langit manusia mulai dapat melokalisir tempat terlihatnya hilal sehingga hilal semakin mudah dilihat. Meski demikian ketinggian hilal secara umum berkisar 10 derajat. Dengan ditemukannya teleskop serta kontrol geraknya yang akurat menjadikan hilal dapat lebih mudah dan cepat dikenali. Dengan menggunakan teleskop optic, hilal dengan ketinggian 5 - 7 derajat dapat dikenali ketika matahari tenggelam. Kini dengan detektor digital, keberadaan sabit hilañ tentunya lebih mudah dikenali. Misalnya pada tanggal 17 Juni 2015, sejumlah titik pengamatan berhasil merekam hilal awal Ramadhan meskipun terkadang hilal tetap tidak dikenali dengan mata. Pengamatan yang dilakukan bersama dengan sejumlah Dosen dan Peneliti di Menara UPI Bandung memberikan beberapa catatan antara lain: 1. Sabit Hilal sudah dapat dideteksi keberadaan bahkan sesaat sebelum matahari tenggelam. 2. Detektor yang digunakan dapat mengenali dan merekam hilal sebelum mata mengenali. Bahkan untuk kasus di UPI, hilal tidak dapat dikenali hingga waktunya tenggelam. Hal ini sangat beralasan karena disamping faktor kepekaan detektor juga medan pandang mata jauh lebih luas dibandingkan teleskop. 3. Peralatan yang sederhana dan murah sudah mencukupi untuk melihat hilal. Dari catatan tersebut sudah selayaknya sekira dalam kegiatan rukyat hilal dipersyaratkan adanya bukti rekaman hilal. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mempersulit adanya kesaksian hilal melainkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam mengenali hilal. Terlebih saat ini sering muncul adanya nada satir akan adanya kesaksian hilal dengan ketinggian dibawah 5 derajat. Hal ini karena para perukyat sendiri sudah menyadari betapa sulitnya melihat hilal yang berketinggian 10derajat sekalipun. Perlu menunggu 5-10 menit untuk dapat mengenali hilal tersebut. Disamping itu istilah kesaksian pesanan juga sering mengemuka. Semoga hal tersebut sekedar rumor semata karena jika hilal pesanan tersebut merupakan kenyataan hal tersebut disamping sebuah kebohongan juga akan semakin menjauhkan rasa percaya masyarakat kepada pemangku pemerintahan. Oleh karenanya, mereka yang mengaku melihat hilal hendaknya berkenan untuk dikonfirmasi oleh masyarakat, terutama para ahli di bidang hisab dan rukyat. Dengan pelaksanaan rukyat yang semakin baik dan berkualitas diharapkan dapat segera dicapai kesepakatan bersama akan adanya kriteria tunggal bagi penanggalan hijriyyah Nasional. Perbedaan dalam menggawali dan mengakhiri piasa Ramadhan, jika itu terjadi, merupakan sebuah keniscayaan tanpa adanya kalender hijriyyah Nasional. Oleh karenanya pemerintah perlu lebih intens dalam mengupayakan kelahiran kalender hijriyah Nasional dimana pemerintah merupakan otoritas tunggal dalam penyusunan kalender tersebut. Karena perbedaan tetap akan terjadi karena hal tersebut berakar pada keyakinan dalam beribadat. Oleh karenanya sekira terjadi perbedaan hendaknya saling menghargai. Tidak perlu merasa paling benar namun lakukanlah yang paling benar dalam menjalani keyakinannya masing-masing. [] Hendro Setyanto, Wakil Ketua Lajnah Falakiyah PBNU -- http://harian-oftheday.blogspot.com/ "...menyembah yang maha esa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, mengasihi sesama..."