*Lelaki Beristri Mengaku Belum Beristri*





Pertanyaan:






Assalamu’alaikum wr. wb. Saya punya kakak perempuan, suaminya diam-diam
ternyata telah menikah dengan perempuan lain hingga punya anak. Ternyata
suami kakak perempuan saya berbohong dengan mengaku belum punya istri.
Kakak perempuan saya benar-benar terpukul. Yang ingin saya tanyakan, apa
akibat hukum pengakuan suami kakak perempuan saya yang mengaku belum punya
istri dalam pandangan agama? Apakah bisa berarti menceraikannya?
Terimakasih atas penjelasan pak ustad. Wassalamu’alaikum wr. Wb.






Agus/Kendal


Jawaban:


Assalamu’alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati

Allah swt. Kasus-kasus serupa, dimana seorang lelaki mengaku belum punya
istri agar bisa menikahi perempuan yang disukainya memang kerap terjadi.
Ketika ditanya ngakunya masih single, padahal sebenarnya sudah memiliki
istri dan anak, bahkan kadang istrinya lebih dari satu.




Kami bisa memahami perasaan seorang istri yang mengetahui suaminya menikah
lagi dengan perempuan lain. Apalagi keberadaannya sebagai istri seolah-olah
dinafikan. Hatinya pasti tersayat-sayat, suami yang diyakini hanya
mencintai dan menyayangi dirinya ternyata diam-diam menikah lagi.




Sedang perempuan yang dinikahi suaminya tentu juga mengalami kekecewaan
yang luar biasa karena ternyata suaminya itu sebenarnya sudah mempunyai
istri. Padahal menurut pengakuannya masih single.




Klimkasnya, dua-duanya merasa dibohongi, ditipu, dan dikhianati sehingga
acapkali mereka menuntut cerai. Bahkan bukan hanya mereka berdua yang
mengalami kekecewaan, tetapi keluarga mereka juga sudah pasti kecewa.




Dan kebohogan tersebut jelas tidak diperbolehkan. Namun apakah dengan
pengakuan palsunya, yaitu mengatakan belum beristri padahal sebenarnya
sudah beristri mengakibatkan jatuhnya perceraian dengan istri pertamanya?




Untuk menjawab hal ini maka pertama-tama yang harus dipahami adalah bahwa
salah satu rukun perceraian adalah lafad atau kata yang digunakan. Menurut
madzhab syafi’i, dalam konteks ini terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan
kata sharih dan kinayah. Yang dimaksud dengan kata sharih adalah bahwa kata
tersebut tidak mengandung makna lain kecuali cerai. Maka dalam konteks ini
tidak diperlukan niat. Seperti kata ath-thalaq (cerai), al-firaq (pisah),
as-sarah (lepas). Contohnya adalah thallaqtuki (saya menceraikanmu), anti
thaliq (kamu adalah orang yang tertalak), dan sarrahtuki (saya
melepaskanmu).




Sedang yang kedua adalah kata kinayah. Yang dimaksudkan adalah bahwa kata
tersebut mengandung kemungkinan makna cerai atau selainnya. Karena itu
ketika diungkapkan membutuhkan niat dari pihak yang mengucapkan.






وَهُوَ صَرِيحٌ وَهُوَ مَا لَا يَحْتَمِلُ ظَاهِرُهُ غَيْرَ الطَّلَاقِ فَلَا
يَحْتَاجُ إلَى نِيَّةٍ وَكِنَايَةٌ وَهِيَ مَا يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ
وَغَيْرَهُ فَهِيَ تَحْتَاجُ إلَى نِيَّةٍ فَالصَّرِيحُ الطَّلَاقُ
وَالسَّرَاحُ... وَالْفِرَاقُ...."






“Yaitu yang sharih adalah kata yang zhahirnya tidak mengandung makna selain
talak atau cerai, dan dalam hal ini tidak diperlukan niat. Dan kinayah
yaitu yang mengandung kemungkinan makna talak dan selainnya, dan  dalam
konteks ini membutuhkan niat. Maka kata yang sharih adalah talak, lepas…
dengan difatha, dan pisah…” (lLihat, Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib
Syarh Raudl ath-Thalib, tahqiq: Muhammad Muhammad Tamir, Bairut-Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, 3, h. 269).




Jika penjelasan ini ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, dimana
seorang seorang laki-laki yang sebenarnya sudah beristri mengaku kepada
perempuan lain atau pihak keluarganya bahwa dirinya tidak punya istri alias
masih single, maka pengakuan tersebut sebenarnya bersifat kinayah.




Sebab pernyataan tersebut bisa mengandung makna menceraikan istrinya dan
pengertian lain. Dalam hal ini yang terpenting adalah niat si lelaki
tersebut. Jika dengan pengakuannya ia berniat menceraikan istrinya, maka
jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika tidak maka talak tidak jatuh.






وَإِنْ قَالَ لَهُ رَجُلٌ أَلَكَ زَوْجَةٌ؟ فَقَالَ “لاَ” فَإِنْ لَمْ يَنْوِ
بِهِ الطَّلاَقَ لَمْ تُطَلَّقْ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِصَرِيْحٍ وَإِنْ نَوَى
بِهِ الطَّلاَقَ وَقَعَ  لِأَنَّهُ يَحْتَمِلُ الطَّلاَقَ






“Seandainya seseorang bertanya kepada orang yang sudah beristri, apakah
kamu sudah punya istri? Lantas ia menjawab “tidak”. Jika ia tidak berniat
menceraikan istrinya maka istrinya tidak menjadi orang yang diceraikan atau
(tertalak), karena ucapannya tidak jelas mengacu pada perceraian. Namun
jika ia berniat menceraikan, maka jatuhlah perceraian karena ucapannya
mengadung kemungkinan perceraian” (Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fi
Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 2, h. 82).




Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga kehidupan rumah tangga
kakak perempuan Anda selalu baik, diberi kesabaran lebih dan bisa
menyelasaikan semua problem rumah tangganya dengan kedamaian.




Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,


Wassalamu’alaikum wr. Wb






Mahbub Ma’afi Ramdlan


Tim Bahtsul Masail NU






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke