Kepingan Neraka di Surga

Oleh: Ahmad Syafii Maarif




Karena perhatian disedot oleh masalah dalam negeri, nasib rakyat di
beberapa negeri Arab yang dilanda krisis berat, agak terlupakan. Artikel
Bassel Oudat dari Damaskus di bawah judul “Syria’s Impasse” dalam harian
Al-Ahram, 25 Agustus 2015, telah memukul batin saya tentang betapa parahnya
krisis yang melanda Suria ini. Seakan-akan sebuah kepingan neraka sedang
diciptakan di sana oleh para aktornya: lokal, regional, dan global. Pada
tingkat lokal melibatkan rezim al-Assad, kelompok Negara Islam (ISIS), dan
kelompok Islamis lainnya yang baku hantam berebut pengaruh di negara gagal
itu. Islam sebagai agama perdamaian telah berhenti jadi rujukan dalam
penyelesaian konflik, dibuang jauh entah ke mana. Para elite yang terlibat
dalam konflik berdarah-darah ini semuanya memahami dan bercakap dalam
Bahasa Arab, Bahasa Alquran, tetapi nurani mereka telah tersumbat untuk
menerima petunjuk.




Pada tataran regional, Iran terus saja memasok senjata dan bantuan lainnya
kepada rezim al-Assad dengan tujuan memperkuat pengaruhnya dengan
mengorbankan bangsa yang oleng itu. Tentu saja Iran dalam berebut hegemoni
politik dengan Saudi Arabia di kawasan kacau itu ingin memperagakan
taringnya dengan menguasai Suria sejauh mungkin. Perkara rakyat Suria
bermain dengan maut setiap saat tidak perlu dipertimbangkan. Inilah corak
kekuasaan biadab atas nama agama. Oudat menulis: “Ia [Iran] menyebut Suria
sebagai perluasan dari tanahnya sendiri dan sekaligus memanfaatkan konflik
itu untuk mendorong posisi tawar yang keras dalam pembicaraan nuklirnya
dengan pihak Barat.”




Di sini definisi kepentingan nasional tidak ada lagi kaitannya dengan
prinsip-prinsip moral Islam. Pada kutup lain Saudi Arabia merasa ringan
saja bekerja sama dengan Israel dalam menghadapi Iran. Teologi sunni-syi’ah
sama-sama dieksploitasi semata-mata bagi tujuan kekuasaan duniawi. Apa yang
disebut bangunan solidaritas Arab sudah lama runtuh. Rezim al-Assad yang
Arab, tetapi brutal itu, merasa lebih nyaman berdampingan dengan Iran, demi
kelangsungan kekuasaannya. Pergolakan rakyat yang semula damai untuk
menuntut kebebasan telah berubah menjadi konflik bersenjata yang tidak
jelas ujung-pangkalnya. Kota-kota di seluruh negeri yang nahas itu telah

hampir rata dengan tanah.




Di awal kolomnya, Oudat  menulis: “Meskipun merupakan salah satu tragedi
kemanusiaan terburuk di abad ini, krisis Suria tampaknya telah terjerembab
melalui keretakan diplomasi internasional. Dielakkan oleh Amerika,
disabotase oleh Rusia, dan dizalimi oleh Iran, negeri itu telah jadi korban
rezim brutal, milisia sektarian, pasukan upahan dan kelompok jihadis dalam
berbagai aliran, dan menjadi mangsa diplomasi pura-pura tetapi tidak ada
pengaruhnya…Ia [krisis Suria] telah jadi sumber keuntungan bagi kelompok
jihad global, peluang politik bagi Teheran dan Moskow, dan kutukan bagi
rakyat jelata.” Perang saudara selama empat setengah tahun ini telah
merenggut ratusan ribu nyawa, ratusan ribu jadi pengungsi dengan segala
penderitaan dalam perjalanan ke berbagai negara. Presiden Bashar al-Assad
dengan dukungan Tehran dan Moskwa tampaknya rela melihat Suria jadi puing
perang daripada berdamai dengan lawan-lawan politik domestiknya.




Omar Kosh, peneliti oposisi Suria berkata: “Tampaknya Amerika, Rusia, dan
Iran punya satu persamaan: syahwat untuk menghancurkan Suria.” Tambahan
lagi bagi Amerika, dengan hancurnya Suria, Israel pasti akan mendapatkan
keuntungan yang besar. Saya hampir kehabisan kosa-kata untuk menggambarkan
tentang betapa moral internasional, termasuk dunia Islam, telah tiarap
dalam mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang diderita rakyat Suria.
Memang Amerika masih mengirim bom untuk menghancurkan kekuatan ISIS, tetapi
tidak berbuat apa-apa untuk menurunkan rezim brutal al-Assad yang telah
membawa negeri itu bertekuk lutut k epadanya yang dulu telah dimulai oleh
bapaknya Hafez al-Assad yang sama kejamnya dengan menggunakan Partai Baath
Suria sebagai kekuatan penindas.




Sekarang seluruh kota Suria telah binasa, masa depan rakyatnya
gelap-gulita, sementara dunia membisu membiarkan drama maut ini berlangsung
terus. Ya, Allah, mohon tampakkan keberpihakan Engkau untuk menolong
hamba-hambaMu yang menjadi korban para elite yang mabuk dunia dan gila
kekuasaan. Rakyat Suria dibiarkan sendiri menanggulangi nasibnya dalam
kepungan penderitaan yang nyaris tanpa batas. Oleh sebab itu, ya Allah,
dengarlah jeritan tangis mereka, karena Engkau Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui! []






REPUBLIKA, 08 September 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Reply via email to