Surat Terbuka Untuk Fitrajaya*

‘Tra, selamat yo! Awak gak kaget, wis kudune, wis wayahe!



Sebagian mungkin sedang mengelu-elukanmu sebagai “from zero to hero”.
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap mereka yang tulus memberikan
penghargaan itu padamu, menurutku atribut itu (dapat) menyesatkan. Aku
punya dua alasan. 



Pertama, jalan yang pernah kita tempuh telah menancapkan suatu anti-hero 
attitude di benak kita sebagai suatu kesadaran. Satu-satunya lakon atau hero
dalam gerakan pro-demokrasi dan reformasi adalah rakyat! Masih ingat
prinsip ini ‘kan? Kita sering mendiskusikannya di warkop pinggir
jalan,di kantin, lorong, dan parkiran berbagai kampus di Surabaya dan
kota-kota lainnya, di rumah Bratang, serta di rumah Klampis. Kita juga
mempercayainya sebagai pendekatan dalam pendampingan dan advokasi. Kita
memupuknya sebagai suatu metode anti elitisme, menolak tunduk pada
oligarki politik, mendorong inklusifitas dan partisipasi, serta menjaga
akal sehat. Aku percaya, kamu masih menghayatinya. Bukankah kamu saat
ini bisa menjadi Cawali tanpa perlu menghiba tiket dari parpol karena
didukung ratusan elemen dan komunitas masyarakat yang tergabung dalam
Konsolidasi Arek Suroboyo (KAS)? Aku yakin, bagimu, atribut di atas
lebih tepat dialamatkan ke mereka. 



Kedua, jika personifikasi kepahlawanan kolektif warga itu dilekatkan padamu, 
istilah “from zero to hero”
tetap kurang presisi. Bagi semua yang pernah berinteraksi dengan kamu
atau kamu dampingi- kawan lama, masyarakat daerah kasus, musibah, dan
sengketa, kelompok-kelompok yang pernah teraniya rejim Orde Baru
(termasuk didalamnya mereka yang saat ini jadi petinggi-petinggi
parpol), komunitas-komunitas pencerahan melalui media keilmuan,
kewirausahaan, kebudayaan, dan keagamaan – saya kira akan menyebutmu a long 
time hero. Warga biasa, bekas mahasiswa yang kumus-kumus,
namun tidak takut berpikir besar dan memberinya kaki supaya bisa
berjalan, melakukan ketidaklaziman, melawan kemustahilan, bahkan siap
‘membayar’ mahal dalam memperjuangkan gagasan. Those are traits of a hero! 
Jadi, istilah yang lebih pas untuk kamu adalah “from a hero to a greater hero”. 



Setelah resmi tercatat sebagai Cawali dari calon independen, tantangan
dan godaannya nya tentu lebih besar. Kalau kamu bisa mengatasinya
dengan baik, bagiku, kamu sudah menjadi a greater hero,
meski mungkin nanti kalah. Aku pikir, godaan pertama yang mungkin akan
segera kamu hadapi adalah usaha untuk membelimu: dengan tunai atau
dengan menghembuskan angin surga untuk nanti mendapat konsesi-konsesi
proyek-proyek pasca Pilwali! 



Sudah jamak, sebuah usaha kecil dengan gagasan besar ala hi-tech start-up
yang berprospek, sudah pasti akan dilirik oleh perusahaan besar. Jika
kamu berhenti sekarang sebelum berjuang mati-matian sampai peluit
panjang dibunyikan, apalagi kalau hanya karena memilih untuk
“mengijonkan sawah”, menggadaikan prospek dan potensi karena jerih pada
ketidakpastian, tentu ini akan mengecewakan banyak ketulusan dukungan.
Tapi aku percaya, kamu mampu mengamankan dirimu dan lingkaran
sukarelawan yang saat ini bertarung di gelanggang pertempuran (Salam
kangen dan respek untuk Muhaji, Gunardi, Udin Wig, Wawan Kemplo, dan
yang lain-lain). 



Kalau nanti benar-benar jadi Walikota, harapan masyarakat tentu juga
akan lebih besar. Apalah artinya sebutan Walikota dari jalur independen
kalau kualitas penabdirannya, orientasi pembangunannya, dan moral
kepemimpinan politiknya tidak lebih bagus? Jika kamu bisa, atribut a greater 
hero
tentu juga akan dialamatkan ke kamu (meski aku tahu, kamu tidak peduli
soal ini). Di tangan walikota independen, dinamika ekonomi dan kualitas
multi dimensi hidup warga, harus lebih baik. 

  



Kriwul, ente memang bonek! Ngluruk tanpo bondo! 



Sebagian lagi mungkin saat ini sedang mencibirmu sebagai Don Quixote!
Tenang saja, tidak perlu marah, tidak perlu sakit hati. Sarkasme
semacam itu hanya muncul dari mereka yang merasa terganggu hegemoninya.
Karena pongahnya, tidak sadar bahwa rakyat tidak buta, lantas kaget
ketika otoritasnya digoyang oleh gerakan warga. Buruk rupa, dicermin
dibelah. Karena cerminnya buram, kamulah yang di-Don Quixote-kan! :)



Bagiku jelas kamu beda dengan Don Quixote. Dia mencari glory dan grand 
adventure,
sedangkan kamu adalah aktor yang dipilih untuk meneruskan pencapaian
cita-cita kolektif. Ingat bukan, sejak 1992, saat Suharto masih
ngangkangin Indonesia, mahasiswa Surabaya secara terbuka telah
menyatakan menolak budaya calon tunggal pada pemilihan presiden. Dalam
skala kota, saat ini, KAS mampu menjaganya dan memberi pemaknaan baru
pada aspirasi itu. Tidak seperti laiknya parpol yang meminta uang
mahar, kamu lolos mekanisme fit and proper test KAS tanpa
sepeser uang pun. Tidak seperti Don Quixote yang ganjen petualangan,
KAS adalah harapan baru bagi kegelapan, kepengapan, dan keputus-asaan
rakyat terhadap peran dan kinerja partai politik. 



Mungkin saja yang men di-Don Quixote-kan kamu itu tidak pernah baca
atau sengaja memungkiri kisah-kisah para Nabi yang harus diteladani:
memperjuangkan perubahan! Mungkin saja mereka tidak pernah mengenal
pemikiran besar Schumpeter tentang “creative destruction”. 



Imitasi dan hinaan merupakan bentuk termurni dari sebuah pujian. Dengan
dikatakan sebagai orang yang berusaha “melukis di air”, anggap saja itu
sebagai pernyataan “Fitrajaya adalah Muhammad Yunus tanpa PhD, tanpa
Nobel”. Hahaha, keren bukan? 



Dalam satu ceramahnya yang sempat kuhadiri langsung, dia berbagi resep
rahasia sukses Grameen Bank: “Ketika hendak mendirikan Grameen Bank,
saya mengamati bagaimana bank-bank konvensional beroperasi. Setelah
paham bagaimana mereka bekerja, yang saya lakukan untuk Grameen Bank
adalah kebalikan dari semua yang dilakukan oleh bank-bank konvensional
itu!” Yang KAS lakukan adalah kebalikan dari parpol. Suatu pendekatan
yang sama seperti yang dilakukan Muhammad Yunus. 



Maju terus kawan! Semoga yang dilangit memilihmu, dan yang dibumi mendukungmu!



Best, 





AIR

Urbana, 03/19/10

1:01 am
airawa...@yahoo.co.uk
hicaka...@gmail.com
http://hicakandi.blogspot.com



*Lebih jauh tentang Fitrajaya dapat ditemui di grup Facebook berikut: 

- kembali ke “Fitrah Surabaya Jaya”

- vote for fitrajaya (calon walikota independen)


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke