Assalamu’alaikum
wr.wb

Shahabat saya yang baik, semoga hari ini
menjadi penentu keberhasilan kita. Melalui karya dan pahatan
sejarah yang kita bekas kan kepada alam semesta. Sehingga hukum ketertarikan
yang nyata ada didunia, meiyakan dalam wujud amin, terhadap doa dan usaha kita.

 

Tadi siang tepatnya
jam 11.00 wib. Saya masuk ke sebuah Bank di dramaga Bogor. Saya disapa ramah
oleh pak Satpam. Kemudian, saya diberikan form dan no antrian. No antrian yang
dilaminating kertas berwarna kuning, tetulis rapi hasil printing, font times
new roman 118. Setelah saya mengisi
no rek adik saya yang di Aceh, kemudian sambil menunggu giliran, saya mencari
kursi kosong yang disediakan buat nasabah.

 

Terdengar suara
teller memanggil ”no antrian seratus tiga belas (113)”. Dalam hati saya,
alhamdulillah tidak lama lagi. Panggilan antrian pun terus berlanjut. Hingga ke
116. Berdirilah seorang kakek, umurnya mungkin sudah diatas 70. kulitnya sudah
mengeriput. Rambutnya telah menunjukan perubahan warna menjadi putih. Memakai 
baju
kemeja putih, dan celana bahan cokelat. Kepala nya tertutup kopiah hitam.

 

Pak Satpam menyapa ”Ada
yang bisa saya bantu pak?” sang kakek mengeluarkan surat berukuran
setengah A4, terlaminating, dari kejauhan saya dapat melihat ada pas photo
backround merah dan berkopiah hitam, serta baju putih, dalam foto tersebut. 
”saya
mau ambil pensiunan”.

 

Pak satpam kemudian
bertanya kepada atasannya, apakah bisa melalui bank ini? Karena kakek tersebut
juga membawa buku nasabah atas nama beliau sendiri pada bank itu. Kemudian buku
tabungan beliau di cek oleh teller. Karena si kakek mau tau berapa uang
ditabungan beliau, sebab anaknya bilang sering transfer (tabung kata kakek)  
kerening
kakek itu.

 

”Antrian seratus
delapan belas (118)” teller satunya lagi
memanggil no antrian saya. Saya menuju meja teller, menyerahkan form transfer
yang telah saya isi berserta dengan uangnya. Sekarang saya semakin dekat
berdiri dengan kakek, sehingga terdengar pembicaraan teller dengan kakek.

”Bapak mohon maaf,
uang ditabungan bapak tinggal (... tidak
terdengar suara siteller) (saya tidak tau berapa persisnya, yang
pasti tidak ada yang bisa diambil). Sikakek bilang ”Anak saya bilang dia sering
nabung ke no rekening saya”. Teller kemudian menjelaskan ”Bapak,
anak bapak bukannya menabung, tapi malah melakukan penarikan lewat ATM”. Teller
kembali melanjutkan ”ini tanda penarikan lewat ATM, 1 jt,1jt,500,50,75,700 
...(sampai
halaman terkhir) dan ini sisanya”.

 

Sang kakek terdiam
kaku, beliau sudah sangat tua. Berbicara saja terengah-engah, suara nya sudah
tak terdengar. Teller menanyakan lagi ”ATM bapak siapa yang pegang?” kakek
menjawab ”Anak saya, dulu saya pernah minta bantuan dia untuk mengambilkan uang
satu juta”. ”Anaknya dimana sekarang?” Kakek hanya diam, dan terus
bernafas.

 

”Terima kasih
bapak, uang nya telah terkirim, masih ada yang bisa dibantu” Teller yang
melayani transaksi saya, menyodorkan kertas warna kuning untuk saya simpan.
Saya pun meninggalkan Bank tersebut, sambil melihat kepada sang kakek yang
dipenuhi wajah kesedihan.

 

Sampai diluar, saya
tidak langsung pulang, tapi duduk ditangga teras bank tersebut, membuka Netbook
untuk cari tau info no telf travel perjalanan Bogor – Bandung. Beberapa saat
kemudian, sang kakek keluar dan duduk ditangga juga, 2 meter dari kanan saya.
Beliau sampil memasukkan surat-surat dan KTP nya, dalam sebuah amplop. Kepala
nya menunduk, melihat keatas, kiri dan kanan.

 

Saya tinggalkan
fokus dengan informasi di situs travel yang sedang saya cari, Dan saya lakukan
konekting dengan sang kakek, untuk merasakan dan memahami apa yang beliau
fikirkan. Saya langsung merasa (cepat konekting, mungkin karena didalam sudah
saya lakukan sebelumnya) ”Perasaan sedih
hadir dalam diri saya, mata saya berkaca-kaca, dan butiran bening mengaburi
pandangan saya. Selain itu yang muncul dalam diri saya, sebuah pertanyaan
mengapa seperti ini dan mengapa t.e.g.a”.

 

Sang kakek kemudian
berdiri dan melankah menuju keluar halaman bank. Dan naik ankot menuju laladon
/ bubulak. 

 

Ada kesedihan,
haru, kasihan dan juga diselimuti marah dalam diri saya. Kesedihan merasakan
apa yang dirasakan oleh sang kakek. Kasihan, usia nya yang sungguh sangat dan
bukan lagi bisa dikatakan muda, uang yang mungkin bisa beliau nikmati dimasa
tua habis. 

 

Sementara kemarahan
dalam diri, karena : Bagaimana bisa terjadi, bagaimana bisa t.e.g.a seorang
anak berperilaku kepada bapaknya seperti itu? Tapi saya sadar, kemarahan kepada
anak si kakek itu, tidak wajar saya marah kepadanya. Karena, pasti ada hal  
(informasi) yang belum lengkap saya dapatkan,
untuk segera saya sikapi demikian. 

 

Saya duduk dan
terdiam sejenak. Memory saya kembali kemasa saat-saat detik terakhir bersama
keluarga sebelum tsunami. Setelah itu saya melakukan perenungan, bahkan muncul
pertanyaan dalam diri, bagaimana dengan kehidupanku saat aku tua seperti beliau
kelak? Ada pelajaran dan hikmah yang tersirat dalam diri. Sebuah pesan singkat,
bertebaran berupa suara ”Jadilah orang
baik”.

 

Shahabat, mari kita
kirimkan doa untuk si kakek, mudah-mudahan masalah yang sedang beliau alami
saat ini, segera terbuka pintu penyelesaiannya. Semoga Allah mengangkat
derajat, keimanan, ketaqwaan, terampuni dosa, dan diterima amal ibadah beliau,
juga kita.. Amin ya Rabbal’alamin.

 

Bogor 26 mei 2010.



RAHMADSYAH, CM.NLP
 Motivator & Mind-Therapist I 081511448147  YM;rahmad_aceh  
 www.facebook.com/rahmadsyah 












[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke