Importir Jaelangkung dan Kiriman Setoran di Hotel

Sejak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengobark-abrik kantor Pelayanan Utama 
Ditjen Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Mei 2008, imbasnya sampai di Bea 
Cukai Tanjung Perak Surabaya. Pejabat Bea Cukai Tanjung Perak yang dipimpin 
Choirul, ditenggarai masih memiliki sejumlah importir dan eksportir binaan. 
Bagaimana dan dimana importir dan eksportir binaan itu dilakukan, berikut 
penelusuran Surabaya Pagi, yang berbulan-bulan keluar masuk kantor pelayanan BC 
Tanjung Perak dan bergaul dengan sejumlah eksportir-importir.

Ternyata, sampai Juli 2010 ini, masih ada percikan buat sang oknum Bea dan 
Cukai (BC) Tanjung Perak dalam mengutip upeti, sogokan dan suap. Mainnya makin 
rapi. Ada eksportir-importir yang
 dibidik dan ada yang dielus-elus. Mereka selain bermain golf juga bepergian ke 
luar kota dan negeri. Goalnya tetap sama yaitu memainkan pos tarif barang 
ekspor dan impor. Cuma, sekarang selektif. Di Tanjung perak, dikenal Eksportir 
dan Importir binaan.

Salah seorang ekspedisi yang ditemui di terminal peti kemas Surabaya (TPS), 
menuturkan, permainan itu belakangan lebih rapi, bukan lagi dilakukan di arena 
pelabuhan, antara petugas ekspedisi dan oknum bea cukai atau petugas 
ekspor-impor dengan oknum Bea Cukai, seperti sebelum KPK mengobok-obok Bea 
Cukai Tanjung Priok.

”Sekarang di Bea Cukai Tanjung Perak rapi mas, banyak permainan dilakukan di 
rumah makan atau di lobi hotel yang tempatnya sudah disepakati antara oknum Bea 
Cukai dan petugas ekspedisi,” tutur sumber saat bincang-bincang di TPS, Tanjung 
Perak.

Kerapian permainan itu, agar hubungan Bea dan Cukai dengan importir binaan, 
tetap terjaga. Sebetulnya importir atau ekspedisi
 (perusahaan yang mengeluarkan barang impor) itu masuk kelompok importir nakal. 
Namun seolah sudah mendapat legitimasi dari oknum Bea Cukai. Sehingga setiap 
pekerjaan dia selalu mulus, meski harus bermain-main.

Permainan itu untuk memuluskan perjalanan barang impor yang masuk jalur merah. 
Jalur merah umumnya diberlakukan terhadap importer bermasalah, yakni importer 
yang diduga terbiasa melakukan pelanggaran aturan kepabeanan. Tindakan 
melanggar hukum yang biasa dilakukan importir atau pihak ekspedisi adalah 
melaporkan barang yang mereka impor tidak sesuai tarifnya atau ada kesamaan 
nama di pos tarif, namun fisiknya beda.

Selain itu, laporan juga menyebutkan, mutu barang impor tersebut di bawah 
kenyataan sebenarnya. Dengan melaporkan barang impornya lebih sedikit dari yang 
sebenarnya serta mutunya di bawah nyata, maka mereka berharap bea masuk yang 
harus disetorkan kepada negara melalui Ditjen Bea Cukai adalah lebih rendah 
dari yang
 seharusnya atau "under invoice". Sehingga keuntungan impor bisa bertambah 
melalui pemberian laporan palsu. Tetapi setelah memberikan sosgokan ke oknum 
BC, barang lancer terkendali sampai di luar daerah kepabeanan.

Umumnya yang dimainkan pos tarifnya barang impor dari China, utamanya 
elektronik, alas kaki, tekstil dan produk tekstil, mainan anak-anak, dan 
makanan minuman, bersamaan dengan digelindingkannya ACFTA (Asia China Free 
Trade Area). Bahkan dalam Permendag 56/2008 disebutkan lima produk tertentu 
yaitu alas kaki, elektronik, tekstil dan produk tekstil, mainan anak-anak, dan 
makanan minuman, hanya melalui lima pelabuhan. Yakni, Pelabuhan Belawan Medan, 
Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan 
Soekarno Hatta Makasar, dan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

Perdagangan barang eks China belakangan ini sempat booming lewat Pelabuhan 
Tanjung Perak. Bahkan dari pintu pelabuhan itulah lalu lintas barang
 langsung membanjiri pasar, dengan harga sangat murah. Jatuhnya harga 
barang-barang China di pasaran murah diduga imbas dari permainan tarif impor. 
”Kan masih banyak importir nakal yg melakukan under invoice value, meski Bea 
Cukai telah melakukan standarisasi harga” ujarnya.

Dalam penghimpunan daya yang dihimpun Surabaya Pagi, kini ada sekitar 350 
perusahaan ekspor dan impor yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Perak, dengan 
rincian perusahaan eksportir 150 dan perusahaan importir 200. menariknya, PT 
Pelindo III Cabang Tanjung Perak, menyebut, masih banyak importir dan eksportir 
’’jailangkung” yang beroperasi di sana.

Mereka itulah yang sering ’membeli’ oknum Bea Cukai yang bertugas memberi 
pelayanan di jalur merah dan hijau. Pelaku usaha kelas jailangkung atau sebut 
saja pedagang antar negeri yang nakal itu, sering bermain di pos tarif dengan 
oknum Bea Cukai. Untuk eksportir jailangkung itu barang yang di ekspor pada 
umumnya
 kayu yang dokumennya disulap jenis barang lain. Atau mutunya tidak sesuai 
dengan fisiknya.

Menurut sumber di pelabuhan, oknum Bea Cukai yang diajak bermain biasanya 
bagian hanggar (gudang). Proses penyogokan yang dilakukan perusahaan importir 
terhadap petugas-petugas Bea Cukai yang bertindak sebagai petugas terdepan 
bidang pelayanan terhadap dokumen-dokumen barang impor. n 

http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=52294



Penyelundup Tanjung Perak Pakai Alamat Fiktif, BC Tutup Mata

Pelabuhan Tanjung Perak sebagai jalur pintu penyelundupan barang ekspor-impor, 
tidak bisa dibantah. Bahkan, Bea dan Cukai tak mampu membendung para 
penyelundup. Anehnya, mereka malah merapat ke oknum pejabat Bea Cukai, meski 
dengan cara sembunyi-sembunyi.

Sejumlah pihak sempat menyesalkan, mengapa Bea Cukai Tanjung Perak masih bisa 
ditembus oleh pelaku
 penyelundupan. Dan jangan kaget jika pelaku penyelundupan di pelabuhan Tanjung 
Perak, banyak menggunakan alamat fiktif. Hal ini diketahui sejumlah petugas BC. 
‘’Petugas BC tutup mata dengan modus operandi administratif, sebab itu adalah 
nyamikannya,’’ kata seorang ekspedisi di Perak Timur, Surabaya.

”Dulu ada pelaku penyelundupan ekspor menggunakan alamat palsu, masak dalam 
dokumen ekspor barang/PEB disebutkan alamatnya bengkel service sepeda motor 
yang sudah tidak aktif lagi,” kata Mts, salah satu pegawai ekspedisi di 
Pelabuhan Tanjung Perak.

Pelaku ekspor dengan alamat fiktif itu, lanjut dia, diduga hanya ingin mendapat 
fasilitas pembebasan bea. Ini sering dilakukan oleh ekspotir dan importer 
kecil, dan pada akhirnya negara yang dirugikan. ”Di Tanjung Perak itu 
sebetulnya banyak kasus penyelundupan, namun minim terbongkar atau diselesaikan 
secara hukum,” ujarnya.

Lebih jauh dia mencontohkan lagi, dari barisan kasus
 penyelundupan tekstil asal Singapura, Korea, dan China, terbukti hanya sedikit 
kasus yang bisa diungkap Bea Cukai. Misal kasus penyelundupan 12 kontainer 
tekstil melalui Pelabuhan Tanjung Perak sekitar 7 tahun lalu tak jelas 
jluntrungnya.

Modus kasus penyelundupan tekstil melalui Tanjung Perak, masuk dengan 
menggunakan fasilitas importir produk tekstil. Ini berarti, bahan tekstil 
tersebut dinilai boleh dibawa langsung dari pelabuhan ke pabrik si importir, 
karena akan diolah kembali untuk dijadikan produk tekstil siap jual.

Namun, petugas Bea Cukai tak percaya, dua kontainer itu diikuti, ternyata 
dibawa ke pusat perdagangan diangkut KA dari Surabaya ke Jakarta, untuk 
kemudian dilepas di pasaran di Mangga Dua dan Cempaka Mas. Modus penyelundupan 
itu dengan memalsu dokumen impor.

Menurut dia, kasus penyelundupan kelas teri ini ”makanan empuk” bagi oknum Bea 
Cukai untuk bisa dipakai proyek 86 (istilah damai). Akibatnya jarang kasus
 penyelundupan adminitratif itu sampai bisa jera hingga ke meja hijau. Hal itu 
lantaran tidak semua kasus penyelundupan diselesaikan dengan mengajukan 
tersangka ke ranah hukum. Bea Cukai masih menggunakan kacamata berbeda dengan 
institusi penegak hukum lainnya, misal polisi atau kejaksaan.

Sesuai dengan peraturan kepabeanan tidak semua kasus penyelundupan masuk dalam 
rana tindak pidana. Bea Cukai mempunyai dua kacamata, yakni penyelundupan fisik 
muaranya diajukan ke meja hijau dan penyelundupan administratif pada akhirnya 
sanksinya hanya denda.

Selain menjadikan makanan empuk pelaku penyelundupan kelas teri, informasi yang 
dihimpun dari berbagai sumber di pelabuhan mengungkapkan, masalah biaya tambah 
bayar Bea dan Cukai Tanjung Perak, bisa dimainkan oleh oknum bagian penafsiran 
pajak ekspor – impor. Oknum itu sengaja mempertinggi biaya tambah bayar, supaya 
pengusaha tersebut mengajukan keringanan pajak. Dari keluarnya surat keringanan
 pajak itulah oknum Bea dan Cukai menerima upeti dari pengusaha ekspor impor 
yang besarnya fluktuatif, tergantung dari besar kecil pajak yang bisa 
dibebaskan.

Kantor BC Sepi
Sementara itu pemandangan di ruang tunggu pelayanan jasa kepabeanan di Kantor 
Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak sampai kemarin (7/7), utamanya di loket 
bagian pelayanan terlihat sepi. Hanya beberapa orang pengurus hilir mudik di 
depan loket. Suasana ini tidak seperti tempo dua tahun lalu.

Menurut petugas senior Bea dan Cukai Tanjung Perak, sejak diobok-obok KPK di 
Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta, sekarang institusinya banyak 
perubahan.Uutamanya di pintu pelayanan jasa kepabeanan. Langkah itu untuk 
memperbaiki citra dan kinerja institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 
(DJBC). Karena pelaku bisnis yang terlibat dengan perdagangan internasional 
membutuhkan administrasi kepabeanan yang memberikan ”pelayanan prima” 
(excellent service with swift, transparent,
 and immediate response) dan pelayanan cepat dan murah (faster, cheaper, and 
better).

Karena itulah, sekarang ada petugas dari DJBC Pusat langsung memantau kinerja 
Bea Cukai di lapangan. ”Dan jangan heran apabila pekerjaan Bea Cukai di hanggar 
sekarang diawasi oleh petugas DJBC Pusat,” katanya. n

http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=52349


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to