Kadin Berencana Laporkan Soal Pipa Kodeco ke Ranah Hukum karena Kodeco Energy, Ltd ke ranah hukum menyusul adanya dugaan penyimpangan terhadap Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 tertanggal 7 September 2007 dan Siapkan skim kompensasi terhadap kerugian pelaku usaha di Tg. Perak
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur semakin tegas sikapnya terhadap keberadaan pipa gas bawah laut milik operator Kodeco Energy, Ltd yang diketahui telah memotong alur pelayaran barat Surabaya dan telah memicu timbulnya kekuatiran akan bahaya serta ekonomi biaya tinggi. Dalam sikapnya asosiasi tempat berhimpunnya para pelaku usaha yang kini diketuai La Nyalla Mattalitti itu berencana akan membawa persoalan pemasangan pipa gas bawah laut yang memotong alur pelayaran barat Surabaya milik Kodeco Energy, Ltd ke ranah hukum menyusul adanya dugaan penyimpangan terhadap Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 tertanggal 7 September 2007. Disisi lain, Kadin mendesak operator pipa gas itu untuk memberikan kompensasi kepada kalangan pelaku usaha, karena dengan keberadaan pipa gas bawah laut yang tidak ditanam itu telah memicu ekonomi biaya tinggi sehingga berdampak kerugian bagi sejumlah pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Sejumlah sikap Kadin itu merupakan bentuk dukungan terhadap 9 asosiasi di Pelabuhan Tanjung Perak yang terkena imbas keberadaan pipa gas itu. Ke-9 asosiasi itu terdiri INSA, GPEI, GINSI, Gafeksi, Organda, APBMI, Pelra, Adepi dan Gapasdap. Recananya sikap itu akan dilaporkan kepada Presiden RI agar segera mendapatkan proses penyelesaian. Pada kesempatan lain, pemerintah telah memastikan bila pipa gas bawah laut dari On Shore Receiving Facility (RTF) di Gresik ke Poleng Proscessing Platfroms sepanjang 66 km itu hanya bersifat sementara yaitu berdurasi satu tahun sejak pertama kali dialiri gas pada 1 Juni 2009 hingga 1 Juni 2010. pasca satu tahun, pihak operator diminta untuk mengalihkan jalur gas serta pipa yang telah tergelar. Ketua Umum Kadin Jatim Periode 2009-2014 La Nyalla Mattalitti menegaskan rencana untuk membawa kasus Kodeco itu ke ranah hukum. “Kadin Jatim berserta 9 asosiasi di Pelabuhan Tg. Perak menilai ada regulasi yang tidak dipenuhi oleh Kodeco terkait proses pemasangan pipa yang menjamin tingkat keamanan dan keselamatan untuk di alu pelayaran. Karena bila menilik SK Dirjen Hubla itu maka pipa gas atau apapun yang dipasangan memotong alur mesti ditanam -30 meter low water spring [LWS],” kata La Nyalla kepada pers seusai diterima Gubernur Jatim untuk membicarakan pipa Kodeco, belum lama ini. Dia menerangkan dalam SK itu yang ditanam tidak hanya yang memotong alur, tetapi regulasi itu juga mengatur pipa yang sejajar maupun berada di tepi alur. “Semuanya ternyata mesti ditanam, bila sejajar ditanam -16 meter LWS dan untuk diluar alur ditanam -2 meter LWS. Lha kok ini memotong alur pelayaran malah tidak ditanam. Ini khan jelas merugikan kalangan pemakai jasa pelayaran akibat muatan kapalnya mesti dikurangi, apalagi dengan adanya SE Adpel Perak tentang pembatasan draft kapal 7-8,5 meter yang dibolehkan,” ungkapnya. Lebih jauh dia menjelaskan setidaknya ada tiga pihak yang akan dipersoalkan terkait regulasi pipa Kodeco itu, ketiga pihak itu Departemen Perhubungan khususnya Direktorat Jendral perhubungan laut dan Badan Pelaksana Usaha Hulu Migas (BP Migas) keduanya selaku regulator dan pemilik pipa yaitu Kodeco..“Bisa saja dibawa ke ranah Tata Usaha Negara, karena terkait regulasi yang menyimpang. Dan bisa juga ke pengadilan umum karena merugikan banyak pihak dan memiliki ancaman bahaya yang tinggi bagi keselamatan dunia usaha,” tegasnya. Minta Kompensasi Kadin Jatim beserta 9 asosiasi (INSA, GPEI, GINSI, Gafeksi, Organda, APBMI, Pelra, Adepi dan Gapasdap) berencana merumuskan perhitungan terkait ekonomi biaya tinggi yang disebabkan pemasangan pipa gas Kodeco yang memotong alur. “Penghitungan itu nantinya akan digunakan untuk mengajukan klaim kerugian untuk Kodeco, karena operator itu telah memaksa menggunakan alur pelayaran melalui pipa gasnya dan pasti diuntungkan. Sedangkan kalangan pelaku usaha akibat pipa gas itu menjadi merugi, sehingga wajar bila nantinya menerima kompensasi kerugian dari Kodeco,” tegasnya. Dari data yang dihimpun Kadin Jatim, lanjut dia, setiap penurunan 1 cm draft kapal setara dengan bobot 100 ton. “ Karena ada SE Adpel yang mengatur bila draft kapal mesti 8,5 meter dari semula 9,5 meter [kedalaman alur] maka bobot yang mesti dikurangi untuk kapal berdraft 9,5 meter keatas 1 meter yang equivalent dengan 10.000 ton. Selain itu penurunan beban muatan itu ditenggarai menyebabkan biaya angkut naik 20%-30%,” tegasnya. Berdurasi Satu Tahun Departemen Perhubungan memastikan penggelaran pipa gas bawah laut milik operatormigas Kodeco Energy, Ltd yang memotong alur pelayaran barat Surabaya (APBS) hanya sementara dengan durasi satu tahun sejak beroperasi 1 Juni 2009, sehingga operator migas itu pada tahun depan (1 Juni 2010) diminta memindahkan pipa gas itu. Disisi lain, pemerintah berencana melakukan revitalisasi alur pelayaran Selat Madura dengan diperlebar dari 100 meter menjadi 200 meter serta memperdalam dari 9,5 meter menjadi 14 meter. Proyek itu akan dimulai 2010 dengan lama pengerjaan 14 bulan. Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengungkapkan kebijakan pemerintah tidak berubah bahwa pipa gas milik Kodeco yang telah digelar itu hanya berdurasi satu tahun. “Persoalan pipa Kodeco kini tengah dirapatkan. Sedangkan posisi pipa sedang disurvei dengan melakukan penyelaman dan sudah berlangsung dalam beberapa hari. Kodeco juga akan dipanggil untuk menjelaskan keberadaan pipa tersebut. Pipa Kodeco tetap bersifat sementara hanya untuk satu tahun, jadi setelah satu tahun mesti dipindah,” kata Jusman kepada pers, seusai peluncuran Kapal Dharma Feri IX milik PT Dharma Lautan Utama di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, belum lama ini. Jusman menambahkan bila dari survei serta masukan kondisi pipa ternyata membahayakan alur pelayaran maka akan diambil tindakan. “Bila membahayakan jelas akan diambil tindakan,” ujarnya. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Sunaryo mengaungkapkan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sejunmlah stakeholder pelayaran serta Badan Pelaksana Usaha Hulu Migas dan Kodeco Energy, Ltd guna membahas persoalan pipa gas yang memotong alur. “Dari rapat itu telah ada sejumlah kesimpulan, yang pertama posisi pipa kini tengah disurvei dengan melakukan penyelaman dan kini prosesnya telah berlangsung selama tiga hari. Survei itu untuk landasan bagi proses pemasangan rambu lalu lintas laut agar kapal yang melintas dapat mengetahui secara pasti posisi pipa gas itu,” kata Sunaryo kepada pers di Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemarin. Kedua, lanjut Sunaryo, pemasangan pipa telah ditetapkan hanya berlangsung satu tahun sejak beroperasi pada 1 Juni 2009. “Jadi hanya sementara sehingga pada 1 Juni 2010, operator Kodeco mesti memindahkan atau tidak lagi menggunakan pipa gas tersebut. Kesepakatan ini setujui oleh semua pihak yang hadir.” Revitalisasi Alur Menhub menerangkan pihaknya berencana akan melakukan revitalisasi alur pelayaran Selat Madura khususnya yang digunakan kapal untuk masuk ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Biayanya dari APBN, namun bisa saja ditenderkan ke pihak swasta yang berminat. Revitalisasi itu akan segera dilakukan,” kata Jusman. Dirjend Hubla menambahkan proyek revitalisasi alur itu belum bisa dilakukan hingga 2010, karena masih terhambat dengan keberadaanm pipa gas Kodeco. “Proyek revitalisasi alur itu kini tengah dikaji, intinya alur akan diperdalam dari 9,5 meter menjadi 14 meter agar bisa menampung kapal generasi ke-3 dan ke-4. Alur juga akan diperlebar dari 100 meter menjadi 200 meter sehingga perlintasan kapal dapat dua arah dari semula hanya one way traffic,” ungkapnya. Proyek revitalisasi alur itu, kata Sunaryo, diprediksi akan dimulai 2010 dengan lama pengerjaan 14 bulan. “untuk pendalaman diper kirakan hanya perlu delapan bulan sedangkan pelebaran perlu lebih lama sehingga totalnya 14 bulan,” terangnya. Sikap Kadin Sementara itu sikap Kadin Jatim terhadap pipa gas Kodeco lebih jelasnya termuat dalam keterangan pers berikut ini. 1. Sikap Kadin Jatim tetap menolak keberadaan proyek pipa gas bawah laut milik Kodeco yang diketahui memotong alur pelayaran barat Surabaya. Sikap Kadin Jatim itu merupakan bentuk dukungan terhadap sikap 9 asosiasi yang bergerak di pelabuhan Tanjung perak Surabaya yang terkena dampak langsung atas keberadaan proyek itu. Dalam pertemuan dengan Gubernur Jatim, kadin beserta 9 asosiasi meminta masukan dan saran serta berharap dukungan pemerintah Provinsi Jatim terkait persoalan pipa gas Kodeco itu. Harapannya Gubernur Jatim bersama kadin dapat merumuskan sikap terkait pipa gas Kodeco itu dan melaporkannya kepada Presiden RI. 2. Kadin beserta 9 Asosiasi Tg. Perak akan menanyakan kepada pemerintah terkait dasar kebijakan proyek pipanisasi Kodeco yang memotong alur pelayaran tersebut. Kadin Jatim menilai ada dugaan kolusi terkait proses pengambilan kebijakan dalam proyek pipanisasi gas milik Kodeco tersebut, ini didasari bila menilik kronologis proses pengajuan perijinan pipa Kodeco dimana rekomendasi Adpel Tg. Perak yang mengusulkan agar pipa gas itu tidak memotong alur tidak diindahkan serta bila mengacu Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 pada 7 September 2007, dimana bila ada proses pemasangan pipa di alur pelayaran mesti ditanam -30 meter Low Water Spring (LWS) bila memotong alur, sejajar alur ditanam -16 meter LWS dan untuk diluar alur ditanam -2 meter LWS. Dan tebukti regulasi dirjen hubla itu sama sekali tidak ditaati. Sikap Kadin Jatim, bila memang ditemukan adanya unsur kolutif dan ditengarai menyebabkan adanya kerugian khususnya memicu ekonomi biaya tinggi, maka Kadin Jatim berniat akan mengajukan hal itu ke ranah hukum. 3. Kadin Jatim mengetahui bila operator Kodeco ternyata telah memiliki jalur pipa gas lain dari On Shore Receiving Facility (RTF) di Gresik ke Poleng Proscessing Platfroms di Laut Jawa yang telah ada. Jalur pipa itu sama sekali tidak memotong alur pelayaran alias sejajar dengan alur. Pertanyaannya kenapa sekarang Kodeco malah memilih membangun pipa gas bawah laut yang memotong alur pelayaran. Sikap Kadin menghendaki penyaluran gas yang kini telah dimulai dapat dihentikan pada jalur pipa yang memotong alur, Kodeco bisa menggunakan jalur pipa lama agar tidak membahayakan pelayaran dan membuat ekonomi biaya tinggi. Pipa gas itu bisa dipakai bila jalur pipa itu telah ditanam sesuai Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 pada 7 September 2007. 4. Bila pemerintah dan Kodeco memilih tetap menggunakan jalur pipa gas yang memotong alur meskipun hanya sementara waktu yaitu selama satu tahun terhitung 1 Juni 2009 – 1 Juni 2010 , maka Sikap Kadin Jatim sebagai berikut: Pertama, meminta Kodeco untuk bertanggung jawab atas kerugian para pelaku usaha akibat adanya penambahan biaya ongkos produksi terkait adanya kebijakan pembatasan draft kapal. Kompensasi itu mesti diper hitungkan selama pemakaian pipa gas yang merugikan kalangan pelaku usaha di Tg. Perak. Karena logikanya, Kodeco sangat diuntungkan dengan memakai jalur pipa yang motong alur itu dari pada Kodeco membangun pipa sejajar dengan pipa lama, dan cukup wajar akibat keuntungan itu beban kerugian kalangan pelaku usaha di Tg. Perak dapat ditanggung juga oleh Kodeco. Kadin Jatim menilai ini sebagai langkah yang sangat adil, yang satu menyebabkan biaya ekonomi tinggi tapi mendapat keuntungan, sedangkan sisi lain ada yang dirugikan sehingga perlu mendapat kompensasi. Kedua, Kodeco mesti membuat pernyataan kesanggupan untuk menanggung semua biaya bila terjadi accident yang menyebabkan alur pelayaran barat Surabaya mengalami kendala/hambatan, bahkan hingga kemungkinan terburuk terjadi ledakan gas sehingga alur menjadi tertutup Catatan : Hasil Notulensi Rapat tentang Expose PT Kodeco Energy Co. Ltd. untuk Pemendaman Pipa Gas Bawah Air di APBS, 24 Agustus 2010, ada dua agenda utama, yaitu : (1) Cek administrasi yg berkaitan dg perizinan. (2) Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan Rapat dipimpin Adpel Tg. Perak, Erwin Rosmali. Pimpinan rapat mengkonfirmasi kesiapan kontraktor pelaksana yg ditunjuk, disampaikan : a) Kontraktor hanya memiliki Surat Izin Pekerjaan Bawah Air dr Ditjen Hubla. b) Kontraktor tdk memiliki Surat Perintah Kerja Bawah Air (SPK-BA) krn Kapal yg sedianya melakukan pekerjaan pd 27 Agustus 2010 tdk memenuhi syarat, salah satunya tdk memiliki perangkat ‘hazaard warning sensor’ yg mampu mendeteksi kebocoran gas. c) Kodeco Co. Ltd. belum menyiapkan Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan Karena maksud dan tujuan pertemuan sudah tidak terpenuhi, maka wakil dr Kadin Jatim keluar dr ruang pertemuan dengan mengemukan pendapat : 1) Pertemuan sdh tidak sesuai dg tujuan yg akan dicapai. 2) Kontraktor yg ditunjuk oleh Kodeco tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi utk melakukan pekerjaan penanaman lbh dalam pipa gas. 3) Kodeco Co. Ltd belum menyiapkan Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan Dalam rapat juga berkembang usulan dan pendapat dr peserta rapat : A) Pelindo III meminta ada kepastian kapan dimulainya pekerjaan, jangan ditunda tapi tdk ada kejelasan kapan dimulainya pekerjaan B) Pemprop di wakili Dishub Jatim lebih mengutamakan dipindahkannya pipa keluar dr APBS spt yg ditegaskan Gubernur Jatim C) Wakil dr Lantamal meminta perhatian lebih serius krn APBS adalah alur strategis lalu lintas kapal2 militer D) Wakil dr Menkopolhukam, krn tdk adanya kesiapan dr pihak Kodeco dan kontraktor pelaksana maka persoalan dipindah ke atas keptusannya ditingkat Ditjen Hubla atau Kementerian Perhubungan dan yg terkait Rapat ditutup tanpa ada hasil yg sesuai dg maksud dan tujuan rapat. Kesimpulan: Pihak Kodeco Co. Ltd dan kontraktor pelaksananya tidak siap melakukan pendalaman dan relokasi Pipa Gas. Hal ini menunjukkan ketidak seriusan Kodeco utk menyelesaikan persoalan ini, sekaligus Kodeco telah memunculkan kesan kesengajaan melakukan pembiaran dg terus menunda-nunda penyelesaian persoalan yg sdh disepakati berbagai bentuk jalan keluarnya, bahkan jadwal pelaksanaannya sdh ditentukan. Kodeco Co. Ltd. telah melakukan upaya tidak mengindahkan arahan dan keputusan dr aparat pemerintah yg berwenang, dimana Kodeco sendiri sdh menyanggupi / menyepakatinya. Artinya, telah melakukan tindakan tidak hanya sekedar wanprestasi tapi telah menjurus pd tindakan pembangkangan thd pemerintah. Dimana atas perbuatan tsb akan membahayakan kehidupan perekonomian masyarkat bahkan membahayakan pula jalur lintas militer. Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Kadin Jatim sangat berkepentingan utk menyelamatkan kehidupan perekonomian Jatim berserta seluruh asset ekonomi yg akan dirugikan apabila terjadi insiden yg tidak diinginkan akibat tidak taatnya Kodeco Co. Ltd terhadap keputusan2 yg sdh disepakati. Ppemerintah pusat tidak serius memberikan tindakan pd pihak Kodeco, agar memindahkan pipa gas tdk lagi sekedar menanam lebih dalam. Krn semakin lama tdk kunjung diselesaikan, maka kerugian yg ditanggung oleh pelaku usaha di Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur akan semakin besar. Secara teknis, kalau dilakukan penanaman lebih dalam, tingkat resiko pekerjaannya lebih besar dibandingkan bila dilakukan pemindahan pipa sejajar APBS. Bahkan ada praktisi yg menganalisa adalah pekerjaan tidak mudah utk menggali dasar dimana diatasnya ada pipa yg masih dialiri gas, akan lebih mudah dan aman menggali jalur pipa baru yg sejajar dg alur. [Non-text portions of this message have been removed]