Perwira Aktif TNI AU Kritik SBY, Ada Apa?
                 
                 
                
                                                        
                                6 September 2010
                                
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Merasa gelisah dan tidak puas dengan kepemimpinan SBY, seorang
prajurit TNI mengkritik kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Anggota TNI Angkatan Udara itu secara terbuka mengkritik
kepemimpinan SBY yang juga Panglima Tertinggi TNI. Kayaknya ini adalah
kritik terbuka pertama kali seorang tentara aktif kepada panglimanya.
Ada apakah gerangan?

Adjie Suradji, anggota TNI-AU itu, secara terbuka mengkritik Presiden SBY lewat 
tulisannya di kolom opini harian Kompas, Senin (6/9). Dia tidak menyebutkan 
pangkat dan kesatuannya.

Secara gamblang, Adjie membandingkan
kepemimpinan SBY dengan presiden RI sebelum-sebelumnya. Dalam
tulisannya, ia menyebutkan keberhasilan-keberhasilan presiden
Indonesia. Ia juga menyebut keberhasilan Megawati Soekarnoputri sebagai
Ratu Demokrasi.

“Megawati sebagai peletak dasar
demokrasi, ratu demokrasi, karena dari lima mantan RI-1, ia yang
mengakhiri masa jabatan tanpa kekisruhan. Yang lain, betapapun besar
jasanya bagi bangsa dan negara, ada saja yang membuat mereka lengser
secara tidak elegan,” tulisnya.

Usai menuliskan keberhasilan
presiden-presiden RI sebelumnya, ia langsung menyayangkan kepemimpinan
SBY yang tidak mampu mengubah hal buruk dari presiden RI terdahulu,
yakni memberantas korupsi.

“Sayang, hingga presiden keenam (SBY),
ada hal buruk yang tampaknya belum berubah, yaitu perilaku korup para
elite negeri ini. Akankah korupsi jadi warisan abadi? Saatnya SBY
menjawab. Slogan yang diusung dalam kampanye politik, isu ‘Bersama Kita
Bisa’ (2004) dan ‘Lanjutkan’ (2009), seharusnya bisa diimplementasikan
secara proporsional,” kritiknya.

SBY Sosok Yang Kurang Berani

Kemudian dalam tulisannya ia juga
mengatakan, keberanian muncul dari kepribadian kuat, sedangkan keraguan
datang dari kepribadian yang goyah. Kalau keberanian lebih
mempertimbangkan aspek kepentingan keselamatan di luar diri
pemimpin—kepentingan rakyat, keraguan lebih mementingkan aspek
keselamatan diri pemimpin itu sendiri.
“Korelasinya dengan keberanian
memberantas korupsi, SBY yang dipilih lebih dari 60 persen rakyat
kenyataannya masih memimpin seperti sebagaimana para pemimpin yang dulu
pernah memimpinnya,” tulis dia.
…”Pertanyaan lebih
substansial: apakah SBY tetap pada komitmen perubahan? Atau ide
perubahan yang dicanangkan (2004) hanya tinggal slogan kampanye?…
Ia menyatakan secara alamiah, individu
atau organisasi umumnya akan bersikap konservatif atau tak ingin
berubah ketika sedang berada di posisi puncak dan situasi menyenangkan.
Namun, dalam konteks korupsi yang kian menggurita, tersisa pertanyaan,
apakah SBY hingga 2014 mampu membawa negeri ini betul-betul terbebas
dari korupsi?

“Pertanyaan lebih substansial: apakah
SBY tetap pada komitmen perubahan? Atau justru ide perubahan yang
dicanangkan (2004) hanya tinggal slogan kampanye karena ketidaksiapan
menerima risiko-risiko perubahan? Terakhir, apakah SBY dapat dipandang
sebagai pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan konsisten dalam
pengertian teguh dengan karakter dirinya, berani mengambil keputusan
berisiko, atau justru menjalankan kepemimpinan populis dengan segala
pencitraannya,” imbuhnya.

Perwira Berpangkat Kolonel

Berdasarkan penelusuran wartawan Senin
(6/9), Adjie kini berpangkat Kolonel dengan jabatan sebagai Staff
Operasi Mabes TNI AU. Sewaktu berpangkat Letnan Kolonel Penerbang,
Adjie menjabat sebagai Komandan Lanud Sjamsudin Noor selama dua tahun
pada 1997-1999.

Kini Adjie lebih dikenal sebagai
pemerhati masalah terorisme. Ia juga pernah menulis buku berjudul
‘Terorisme’ pada 1999. Keberaniannya mengkritik secara terbuka lewat
tulisan opini di Kompas, Senin (6/11) tentu saja melahirkan tanda tanya.

Seorang prajurit aktif tidaklah biasa,
bahkan mungkin tidak boleh, mengkritik atasanya, apalagi seorang
Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, yakni Presiden, lewat media
massa. Adjie “menyerang” kepemimpinan Presiden lewat tulisan berjudul:
‘Pemimpin, Keberanian, dan Perubahan’

Ekspresi Kegelisahan TNI 


Keberanian perwira mengkritik secara
terbuka terhadap Presiden SBY selaku Panglima Tertinggi TNI hanya bisa
terjadi di era demokrasi, dimana kritik dan koreksi individu dihargai
dan diapresiasi.

Menurut Direktur Riset Reform Institute
dan Peneliti LP3ES Abdul Hamid, demokrasi memungkinkan siapapun yang
cerdas, berani dan bertanggung jawab, untuk melancarkan kritik dan
koreksi atas kepemimpinan nasional.
…“Kelemahan SBY menghadapi
Malaysia dan membasmi korupsi, adalah puncak dari kegetiran banyak
orang, termasuk anggota TNI sekalipun, untuk mengekspresikan
pandangannya…
“Kelemahan SBY menghadapi Malaysia dan
membasmi korupsi, adalah puncak dari kegetiran banyak orang, termasuk
anggota TNI sekalipun, untuk mengekspresikan pandangannya. Itu sehat
dan dinamis,” kata Abdul Hamid, Direktur Riset Reform Institute dan
Peneliti LP3ES.

Kini, kritik dari civil society sudah
melimpah, juga dari kalangan purnawirawan TNI sendiri. “Nampaknya,
kritik dan koreksi dari kalangan perwira menengah TNI, mencerminkan
kegelisahan dan rasa terusik atas lembeknya SBY menghadapi Malaysia dan
membasmi korupsi,” kata Dr Ari Bainus, dosen Fisip Universitas
Padjadjaran. []voiceofal-Islam


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke