-------- Original Message --------
Subject:        [Fwd: [jip-unpad] Fwd: Pesta untuk Sang Kaisar - Liem Sioe 
Liong]
Date:   Mon, 24 Oct 2005 09:40:11 +0700
From:   Hendro Suryawan <[EMAIL PROTECTED]>
To: Adetex Filament Finance <[EMAIL PROTECTED]>, Adetex Treasury <[EMAIL PROTECTED]>, Benjamin <[EMAIL PROTECTED]>, Fei Ling <[EMAIL PROTECTED]>, Hanjoyo Simon <[EMAIL PROTECTED]>, Herry Pribawanto Suryawan <[EMAIL PROTECTED]>, Jessica <[EMAIL PROTECTED]>, Jerry <[EMAIL PROTECTED]>



-------- Original Message --------
Subject:        [jip-unpad] Fwd: Pesta untuk Sang Kaisar - Liem Sioe Liong
Date:   Wed, 19 Oct 2005 13:22:41 -0000
From:   cosmos_hendrawan <[EMAIL PROTECTED]>
Reply-To:       [EMAIL PROTECTED]
To:     [EMAIL PROTECTED]



14 Oct 2005 09:34:42
Pesta untuk Sang Kaisar

Liem Sioe Liong menggelar pesta ulang tahunnya yang
ke-90 di Singapura. Wartawan Tempo Metta Darmasaputra
menyusup dalam resepsi berbiaya Rp 20 miliar itu.

TENGGELAM di antara kerumunan perempuan harum dan
lelaki bertuksedo, saya terpaksa melakukan pekerjaan
menyebalkan itu. Beberapa orang datang dan bertanya di
mana toilet. Please, over there, Sir, kata saya
berulang-ulang. Posisi saya di ruangan yang megah itu
memang tak menguntungkan: di pojok dan berdiri kaku
empat jam penuh tanpa sedikitpun ada kesempatan duduk.
Saya merasa bagai Santa Klaus di toko mainan anak-anak
pada sebuah malam Natal tersenyum, berusaha
gembira meski sesungguhnya dipaksakan.

Malam itu, Sabtu dua pekan lalu, saya memang tidak
berada di toko mainan anak-anak. Saya tercagak di The
Island Ballroom Hotel Shangri-La Singapura. Bagian
depan ballroom disulap menjadi taman istana yang
dipenuhi lukisan dekoratif bergambar deretan pohon
bambu. Panggung berarsitektur istana Kaisar Cina
dinasti Ming dan Ching di Kota Terlarang (Forbidden
City) dihadirkan di satu sisi dalam ruangan.
Malam itu terasa istimewa: Liem Sioe Liong, mantan
taipan nomor wahid Indonesia kelahiran Fujian, Cina,
berulang tahun yang ke-90. Buat orang Cina, sembilan
merupakan simbol peruntungan, karena merupakan
angka terbesar dalam deret desimal. Penghitungan hari
ulang tahun Liem didasarkan pada penanggalan kalender
Cina. Dalam tarikh Masehi, umur Om Liem sebetulnya
baru 89 tahun. Ia lahir pada 16 Juli 1916.

Di pintu masuk hotel, puluhan wanita cantik berpakaian
cheongsam merah menyala berjejer rapi menyambut lebih
dari seribu tamu yang datang. Sebagian besar
konglomerat papan atas Indonesia hadir. Di sana tampak
antara lain Prajogo Pangestu (Grup Barito), Sofjan
Wanandi (Gemala), Mochtar Riady (Lippo), Ciputra,
Murdaya Poo beserta istrinya Siti Hartati Murdaya
(Berca), Budi Hartono (Djarum), dan Sukanto Tanoto
(Raja Garuda Mas). Juga datang tiga putri mantan
Presiden Soeharto: Siti Hardijanti Rukmana, Siti
Hediati Harijadi, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Sejumlah mantan pejabat Orde Baru pun tak ketinggalan.
Moerdiono, Harmoko, Fuad Bawazier, dan Akbar Tandjung
termasuk diantaranya. Pesta yang berlangsung dua malam
itu,Sabtu dan Minggu, diperkirakan dihadiri 2.500
undangan dari Indonesia, Singapura, dan Cina.

Semua tamu diterbangkan dari daerah asal dengan
Singapore Airlines. Di Singapura mereka menginap di
Shangri-La dan di Hotel Meritus Meridien.
Semua biaya terbang dan menginap ditanggung Om Liem.
Servis serupa juga pernah diberikan Liem ketika ia
merayakan pesta ulang tahun perkawinan ke-60, April
tahun lalu. Pesta kawin emas Liem dan istri di hotel
yang sama pada 1994 ditaksir menghabiskan dana US$ 650
ribu (Rp 6,5 miliar). Pesta ulang tahun Om Liem ke-90
diperkirakan koran berbahasa Cina, Lianhe Wanbao,
menelan biaya US$ 2 juta (Rp 20 miliar).

* * *
BERJUBELNYA tamu penting membuat panitia pesta
jauh-jauh hari sudah mendata ketat nama para tamu.
Kartu undangan yang disebar dilengkapi bar code dan
wajib dibawa saat datang untuk dicocokkan dengan data
dikomputer panitia. Setelah dipastikan bukan penyusup,
para tamu mendapat cendera mata berupa huruf kanji
kuno berlapis emas murni lima gram. Oleh panitia
mereka diantar menuju meja makan sesuai dengan nomor
yang telah ditentukan. Tak kurang dari 120 meja bundar
masing-masing berkapasitas 10 orang disiapkan untuk
menjamu para tamu.

Saya tak membawa undangan dan karenanya tak begitu
yakin bisa masuk ke pesta itu. Tapi selalu saja ada
jalan di saat-saat genting. Dalam antrean, menjelang
pos pemeriksaan, saya terpikir untuk mencari
toilet yang terletak di bagian dalam ballroom.
Beruntung, petugas malam itu sangat ramah: mereka
mempersilakan saya ke kamar kecil meski dengan
demikian melewati pos sekuriti.

Jadilah saya tamu tak diundang yang menyaksikan pesta
megah itu dari ruang sempit di sekitar pintu keluar
ruang utama. Sesekali saya mendekat panggung utama
untuk menyaksikan beberapa detail untuk kemudian
menyingkir kembali ke pojok itu. Di sana bergerombol
pelayan hotel dan tujuh juru foto dari Moreno Studio
yang khusus diterbangkan dari Jakarta.

* * *
LIMA belas menit menjelang pukul delapan malam,
perhelatan dimulai. Suara tambur menderu. Pintu utama
ballroom dibuka. Liem Sioe Liong masuk dipapah oleh
beberapa kerabatnya. Lagu "Nan Erl Dang Zi Qiang",
sound track film Kung Fu Master, segera menggema.
Dimainkan oleh aktor Jet Li, Kung Fu Master bercerita
tentang pahlawan legendaris rakyat Cina, Wong Fei
Hung. Lebih dari seribu tamu yang hadir malam
itu sontak berdiri memberikan hormat kepada Liem Sang
Kaisar bershio naga. Tepuk tangan membahana.

Ditemani istrinya, Lie Shu Zen, Liem beringsut naik ke
panggung dengan bantuan sebilah papan hidrolik.
Keempat anaknya Albert, Andree, Anthoni, dan Mira
berdiri di sampingnya. Dengan jas hitam berdasi
kupu-kupu warna merah marun, ia tampak sehat meski
matanya kerap menatap kosong. Alunan musik dari Keat
Hong Chinese Orchestra membahana. Bait-bait lagu Nan
Erl bercerita tentang kesejatian seorang laki-laki.

Hanya sedikit kata yang disampaikan Liem dalam bahasa
Mandarin saat memberikan sambutan. Sebentar kemudian,
ia mengajak para tamu bersulang. Gaaan beei...,
terdengar aba-aba panjang. Gan bei adalah bahasa Cina
untuk bersulang. Para tamu pun menyambut hangat ajakan
itu. Acara kemudian dilanjutkan dengan santap malam.

Artis serba bisa asal Singapura, Kit Chan, khusus
didatangkan dari Amerika Serikat negeri tempatnya kini
tinggal untuk menghibur para tamu. Para undangan
bernostalgia dengan beberapa lagu lama yang pernah
dipopulerkan Teresa Teng, penyanyi top yang tak asing
bagi warga keturunan Cina di seluruh dunia.

Selain makanan dan musik, para tamu juga disuguhi film
dokumenter tentang kehidupan Liem melalui enam layar
lebar yang terpampang didua sisi ruangan.

Dalam film itu dikisahkan bagaimana Liem muda, saat
itu 21 tahun, memulai kariernya sebagai pembuat krupuk
dan tahu di Kudus, Jawa Tengah, setibanya ia dari
tanah leluhurnya, Tiongkok.

Di kota itulah, Liem bertemu dengan gadis asal Lasem,
Jawa Tengah, Lie Shu Zen, yang kini jadi istrinya.
Menurut Mira Salim, putri Liem, ibunya sempat tak
diizinkan orang tuanya untuk dinikahi Liem. Mereka
khawatir, anaknya dibawa ke Tiongkok, katanya. Tapi
Liem berhasil meyakinkan calon mertuanya. Pesta
perkawinan selama 12 hari pun dilangsungkan.

Liem kemudian hijrah ke Jakarta dan bisnisnya dari
tahun ke tahun menggurita. Tak hanya di Indonesia,
sayap bisnisnya melebar hingga Arab Saudi dan Nigeria.
Ia pernah masuk dalam jajaran 100 orang terkaya versi
majalah Fortune. Liem pernah menerima penghargaan dari
pemerintah Spanyol. Ia juga pernah dinobatkan oleh
Wharton School, University of Pennsylvania, AS,
sebagai legenda dari Asia Tenggara.

Tapi terpaan badai krisis ekonomi 1997 membuat
bisnisnya ringsek. Ia berutang kepada negara hingga Rp
52 triliun. Akibatnya, sejumlah aset emasnya, termasuk
Bank Central Asia, harus lepas dari genggaman. Meski
begitu, kerajaan bisnis Liem sepertinya tak pernah
benar-benar pudar. Ia tetap menjadi pusat magnet
dijagat bisnis Indonesia. Indofood dan Bogasari, dua
dari sekian perusahaan Liem yang tersisa, tetap
merajai bisnis makanan di Indonesia. Bisik-bisik menyebutkan,
Liem sebenarnya masih punya banyak bisnis di Indonesia
meski namanya secara formal tak
tercatat sebagai pemilik.

Buat masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia,
menurut Sofjan Wanandi, jasa Om Liem tak bisa dibilang
kecil. Dia pernah membiayai 500 ribu warga Tionghoa
mendapatkan kewarganegaraan Indonesia semasa
Soeharto dulu, ujarnya.

Wibawa Liem sebagai pebisnis memang belum tertandingi.
Itu sebabnya para taipan dan tamu undangan lainnya
rela antre satu jam untuk bisa bersalaman dengan Om
Liem sebelum meninggalkan pesta yang berakhir
pukul 11 malam itu. Liem menjabat erat satu per satu
tamunya dengan ramah. Sesekali Liem tertegun jika lupa
siapa orang yang ia hadapi. Anthoni Salim, anaknya,
lalu membisikkan nama tamu yang tak diingat
ayahnya.

Liem tampak menikmati pesta itu. Meski kini bermukim
di Singapura rumahnya di Jakarta dibakar massa pada
1998 ia tak pernah kehilangan pengaruh. Tamu
membludak. Orang-orang penting tak melupakannya. Tiga
putri Soeharto, menjelang pesta usai, mendatangi Liem
dengan khidmat.
Mereka menatap, menjabat tangan lelaki tua itu, lalu
tersenyum mesra. Liem membalas jabatan itu. Ia
tersenyum, memandang ketiganya satu per satu seperti
mengingat sebuah masa keemasan yang baru beberapa
tahun silam ia tinggalkan.








------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/sVPplB/TM
--------------------------------------------------------------------~->

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
  http://groups.yahoo.com/group/jip-unpad/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
  [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
  http://docs.yahoo.com/info/terms/










Kirim email ke