--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"kissmiss" group.
To post to this group, send email to kissmiss@googlegroups.com
To unsubscribe from this group, send email to [EMAIL PROTECTED]
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/kissmiss
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
--- Begin Message ---


-------- Original Message --------
Subject: SEKILAS INFO : Detox Kaki : Terapi ?
Date: Thu, 4 May 2006 18:27:53 -0700
From: jerry <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>


   
 Pernahkah anda melihat sistem terapi detox kaki? Jika
 sering bepergian
 ke pusat keramaian seperti supermarket atau mal, maka
 pasti anda pernah
 melihatnya. Sistem terapi ini bekerja dengan
 menempatkan kedua kaki
 peserta terapi ke dalam sebuah bak yang terhubung ke
 sebuah alat. Terapi ini diklaim berfungsi untuk
 mengeluarkan racun dari dalam tubuh melalui kaki.
 Setelah kurang lebih 30 menit, air dalam bak yang
 tadinya jernih akan menjadi berwarna merah
 kekuning-kuningan pekat. Zat yang berwarna pekat ini
 adalah racun yang berasal dari tubuh peserta. Sungguh  menakjubkan!
Hanya dalam 30 menit sudah sedemikian  banyak racun yang berhasil
dikeluarkan dari tubuh  peserta.
 
 Jika ditanya, para pemasar alat ini -yang seringkali  berpakaian
putih-putih selayaknya seorang dokter- dengan sigap  akan menjelaskan
bahwa terapi detox akan mengurangi resiko terkena  berbagai macam
penyakit mulai dari pusing-pusing sampai kanker dan  diabetes.
 
 Yang menjadi pertanyaan: Apakah kenyaatannya benar
 seperti yang mereka
 klaim?
 
 Alat detoksifikasi ini dapat dibeli dengan harga
 sampai jutaan rupiah
 atau peserta dapat melakukan terapi pada tempat-tempat
 yang populer
 dengan nama 'Foot Spa' dengan harga antara 100-200
 ribu rupiah per sesi.
 Harga yang tidak mahal -menurut para penjual- jika  dibandingkan dengan
manfaat yang didapat.
 
 Di Indonesia, media massa beberapa kali mengulas
 terapi detoks ini.
 Sayangnya, seluruh artikel-artikel tersebut tak lebih
 daripada sebuah
 promosi terselubung. Sebagai contoh adalah artikel
 "Sehat dengan
 Detoksifikasi" dari Tabloid Bisnis Uang atau artikel
 "Detoksifikasi:
 Bikin Hidup Lebih Hidup" dari Tabloid Senior.
 
 Ray Girvan pada tulisannya "Dodgy Detox" menyimpulkan
 bahwa semua ini
 hanyalah sebuah reaksi elektrolisis, suatu topik yang
 umum pada
 praktikum anak-anak SD/SMP. Warna merah
 kekuning-kuningan tersebut
 adalah besi yang telah teroksidasi yang berasal dari
 elektroda alat
 tersebut. Bukanlah suatu kebetulan jika elektroda alat
 ini perlu diganti dari waktu ke waktu.
 
 Ben Goldcare dari The Guardian melakukan sebuah
 penelitian kecil untuk
 menganalisis kandungan zat air sebelum proses detox
 dan setelahnya.
 Kandungan besi setelah 'terapi' melonjak sangat tinggi
 jika dibandingkan sebelumnya. Selain itu, tidak
 ditemukan urea dan kreatinin pada sampel yang
 dianalisis, menandakan tidak ada racun yang keluar
 dari tubuh.
 
 
 Alat ini pun masuk dalam DeviceWatch.org, sebuah situs
 yang khusus membahas alat-alat medis yang
 dipertanyakan kebenarannya. Dalam situs ini, Stephen
 Barrett, M.D. menyimpulkan bahwa alat-alat ini secara
 medis tidak berguna.
 
 Talkabouthealthnetwork.com bahkan mengatakan bahwa
 terapi detox kaki juga memiliki resiko karena reaksi
 ini melepaskan gas Klorin yang beracun dan Hidrogen
 yang mudah terbakar. Berhati-hatilah jika menggunakan
 alat ini. Jangan gunakan alat detoks kaki pada ruangan  tertutup karena
gas berbahaya akan terkonsentrasi.  Atau lebih baik lagi, jangan gunakan
alat ini.
 
 Mungkin karena Undang-undang perlindungan konsumen
 yang cukup baik di negara-negara maju, Ray Girvan
 dalam tulisannya "Bad Science and rusty footbath
 revisionism" mengatakan bahwa beberapa produsen  'alat-alat'tersebut
merevisi klaim bahwa 'racun'  berwarna merah kekuning-kuningan tersebut
berasal dari  dalam tubuh peserta terapi. Kini mereka mengatakan  bahwa
warna tersebut berasal dari elektroda pada alat  tersebut. Walaupun
demikian tentunya manfaat dari alat  ini masih belum dapat
dipertanggungjawabkan secara  ilmiah.
 
 Bagaimana di Indonesia? Saya lihat Indonesia belum
 memasuki 'tahapan'tersebut, mungkin karena
 perlindungan konsumen yang sangat lemah.
 Produsen alat-alat tersebut masih bebas mengklaim
 hal-hal yang jelas-jelas tidak benar.








--- End Message ---

Kirim email ke