Sedulur, Politik dan kekuasaan adalah fitrah hidup. Karena itu mari kita maknai 
semangat khittoh pada ranah kebutuhan fitrah yang universal. Mari kita maknai 
politik dan kekuasaan pada ranah fitrah juga.
 
Sekarang, kalau kita bisa jadi presiden tanpa harus mendirikan partai, apa 
perlu kita buang waktu membuat partai?
 
Saya berpendapat: 
Jadi anggota dewan, jadi kepala daerah, jadi menteri dan jadi presiden itu 
tidak menyalahi Khittoh. Meskipun jelas tertulis bahwa itu semua adalah jabatan 
politik.
Kembali kepada Khittoh artinya kita harus cerdas memposisikan diri menjadi 
RAHMATAN LIL-AALAMIIN, MENANG TANPA NGASORAKE.
 
Ini cara khittoh yang saya pahami:
Setiap ada masa pilkada, pilcaleg atau pilpres, Ketua Umum Tanfidziah (PC untuk 
PILBUP, PW untuk PILGUB, PB untuk Pilpres) harus mengeluarkan statemen resmi di 
hadapan publik bahwa Pengurus C, W atau B NU menyatakan:
1) Organisasi NU mendukung semua calon yang diajukan oleh semua elemen 
masyarakat
2) Organisasi NU mengizinkan setiap warga NU, kader NU dan Pengurus organisasi 
struktural NU untuk ikut aktif menjadi calon dari calon-calon yang ada atau 
menjadi juru dagang dari setiap tim sukses bagi semua calon yang ada.
3) Organisasi NU menghimbau kepada semua jajaran masyarakat untuk melewati masa 
masa prosesi dan reses ini dengan akhlak yang mulia.
4) Organisasi NU memerintahkan kepada semua pengurusnya yang turut terlibat 
kedalam tim sukses untuk menjadi juru dagang yang berakhlak mulia, yaitu yang 
bersaing merebut pembeli dengan cara bekerjasama antar pedagang sebagaimana di 
pasar; bilamana ada terbukti yang melakukan cara-cara yang memfitnah atau 
merugikan secara fisik terhadap warga maupun sesama pengurus maka akan dipecat 
dari kepengurusan.
5) Organisasi NU menyatakan bahwa Ketua Umum Tanfidziah tidak diizinkan untuk 
terlibat menjadi tim sukses selama kepengurusannya.
 
Saya berpendapat: Ketua umum boleh mencalonkan diri menjadi salah satu calon, 
tetapi dengan catatan:
1) tidak boleh diajukan oleh organisasi NU yang berada dibawah pimpinannya,
2) tidak boleh melarang seorang pengurus struktur NU yag menjadi tim sukses 
bagi orang lain.
 
Tapi saya masih bertanya-tanya: perlukah bila dia mencalonkan diri, dia 
mengundurkan diri atau cuti/ non aktif.
Mungkin yang pertama, agak sulit logika dan kebutuhannya sekarang, mengingat 
tidak semua kader NU siap menjadi pimpinan.
Tetapi alternatif yang kedua: Oke, masuk akal.
 
AWAS BAHAYA:
PARPOL-PARPOL NASIONALIS AKAN DIREMBESI orang lain.
NU harus menjadi yang terdepan menguasai akses-akses kenegaraan ini.
 
Salam
Sofwan
 




________________________________
From: Abdo el-Moeid <moeidza...@telkom.net>
To: kmnu2000@yahoogroups.com
Sent: Friday, July 31, 2009 12:55:41 AM
Subject: Re: [kmnu2000] Mirisnya Hatiku dengan NU

  
Assalamu Alaikum

Kenapa harus kembali ke khittoh 1926 sementara tantangan yang kita hadapi 
sekarang sangat jauh berbeda dengan kondisi 1926.
Pada tahun 1926 Indonesia masih dalam cengkraman Belanda, kran politik kala 
itu tidak memungkinkan NU untuk memasuki ranah politik.

Saya menghargai keputusan NU pada muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo 
yang merumuskan kembali ke khittoh 1926, karena dibawah Pangab LB Moerdani 
tekanan politik terhadap NU saat itu sangat terasa, dan lagi warga NU masih 
trauma dengan kebijakan PETRUS.
Akan tetapi justru umat NU porak-poranda sejak NU memutuskan kembali ke 
khitto 1926, alias keluar dari partai politik, dalam hal ini PPP.

Agama itu erat kaitannya dengan politik, karena agama butuh kekuasaan.
Ada banyak produk hukum agama yang membutuhkan tangan-tangan kekuasaan, 
salah satu contohnya adalah WALI HAKIM

Wassalam
Ibnu Zahid Abdo el-Moeid

----- Original Message ----- 
From: sofwan nadi
To: kmnu2...@yahoogroup s.com
Sent: Thursday, July 30, 2009 5:36 PM
Subject: [kmnu2000] Mirisnya Hatiku dengan NU

Kesimpulan saya:
Keputusan kembali ke Khittah NU sudah final dan benar. Dasar-dasar pemikiran 
bagaimana memaknai khittah itulah yang mesti dibenarkan. Bagaimana 
mengejawantahkan Kembali ke Khittah kepada kegiatan-kegiatan strategis 
itulah yang harus dipikirkan. Untuk pekerjaan ini poro kiyai memerlukan 
santri-santri muda idealis yang progresif.





      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to