Terms of Refrence HALAQAH NASIONAL Menata Masa Depan NU PP. KHATULISTIWA, KEMPEK, CIREBON Jum’at, 7 Agustus 2009 DASAR PEMIKIRAN Peran strategis NU sebagai jam’iyah diniyah ijtima’iyah yang menjadikannya eksis dan diperhitungkan banyak pihak, dirasakan kian memudar. Kepeloporan NU dalam menyikapi persoalan, terkait negara maupun masyarakat dirasa semakin kurang. Juga dalam menyikapai persoalan sosial, budaya dan ekonomi. Padahal NU pernah menjadi garda depan dan mengukir nama besar dalam sejarah bangsa. Begitupun di lapangan politik kenegaraan, NU memainkan peran sangat signifikan dalam upaya mendorong revitalisasi politik kebangsaan dan kerakyatan. Namun dalam perkembangannya, semua kebesaran NU yang pernah diraih itu kini semakin hari dirasa kian luntur. Banyak orang prihatin, NU kini terjebak dalam permainan politik praktis yang lebih mementingkan kekuasaan sesaat. Ini dibuktikan dengan keterlibatan pengurus NU dalam berbagai event politik seperti Pilkada, Pilgub, Pileg, dan Pilpres. Memang benar NU tidak melarang warganya untuk terlibat dalam politik praktis. Namun tentunya tidak menyeret NU secara institusional. Bila sudah menyeret NU sebagai organisasi, terlebih menjadikan NU sebagai alat politik, hal itu mencederai Khittah NU 1926. Di sinilah pentingnya menegaskan kembali posisi Khittah NU 1926 sebagai pedoman dasar warga NU, khususnya di era kebangsaan yang sedang berubah. Khittah 1926 hendaknya dapat menjadi pedoman bagi warga NU sebagai ruh progresif bagi proses berbangsa dan bernegara. Ruh progresif ini yang hendaknya dapat menjadi daya dorong bagi NU di tengah merebaknya money politic, korupsi, dan intrik politik. Khittah NU 1926 hendaknya menjadi payung bagi segala upaya menyelesaikan beragam persoalan terkait jama’ah dan jam’iyyah NU. Khittah NU 1926 juga diharapkan mampu menjaga visi kebangsaan NU terkait hubungan agama dan negara. Banyak kelompok Islam baru mewacanakan kembali perlunya negara agama. Ide tentang khilafah Islamiyah dan Islam trans-nasional serta mewabahnya gerakan Islam untuk menggoyang ideologi dan identitas kebangsaan Indonesia perlu mendapatkan perhatian serius NU. Tak kalah pentingnya ialah merumuskan posisi NU, Khittah NU 1926 dalam konteks lahirnya beragam produk perundangan yang terkait dengan publik, dan nasib NU sebagai jam’iyyah dan jama’ah. Misal, soal tidak terkawalnya amandemen UUD 45, khususnya pasal-pasal yang terkait dengan pemenuhan hajat hidup rakyat banyak. Juga lahirnya berbagai UU yang tidak lagi ”memenuhi hajat hidup rakyat banyak” tetapi justru menjadi ”memenuhi hajat perusahaan dan pemilik modal”. Ini bisa dilihat pada kasus UU Sumber Daya Alam, UU Kelistrikan, dan sebagainya. Bagaimanakah sebenarnya NU berposisi di tengah berbagai proses kelahiran undang-undang tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini dirasa perlu diperbincangkan dalam halaqah sebagai forum akademik yang berbasis tradisi NU untuk membahas persoalan yang dianggap mendesak dan krusial bagi kehidupan masyarakat luas. NU sebagai lembaga sosial-keagamaan dilahirkan tidak sebagai partai politik. Namun, NU merupakan potensi kekuatan politik yang sangat besar. Anggotanya puluhan juta di berbagai daerah. Semua partai berlomba memperebutkan suara nahdliyin. Partai berlomba mempengaruhi pimpinan NU untuk mengarahkan suara nahdliyin pada partai mereka. Dalam konteks ini, barangkali NU memang harus memainkan peran politik untuk memengaruhi kehidupan politik, bukan dipengaruhi (partai) politik. NU bermain politik pada tingkat tinggi (high politics), tidak memburu kursi politik, tetapi bagaimana pemain politik dapat dikerahkan dan diarahkan sesuai garis politik NU dan demi kemaslahatan masyarakat luas. Maka, boleh dikatakan, jalan politik NU adalah politik kebangsaan, bukan politik kekuasaan partai. Konteks demikian, halaqah diharapkan menjadi ruang introspeksi bersama kalangan pemimpin NU dan jamaah NU: bagaimanakah sebenarnya posisi strategis NU dalam hajatan demokrasi, seperti pileg, pilpres, pilgub, dan sebagainya? Juga, bagaimana Khittah NU 1926 bicara soal etika politik kaum santri? Bagaimana khittah NU 1926 bicara tentang konsep hubungan agama dan negara, dalam konteks kebangsaan Indonesia? Bagaimana Khittah NU terkait tata negara, produk perundang-undangan, dan sebagainya? Renungan ini diharapkan menghasilkan rumusan etis, yang bisa menjadi panduan bersama bagaimana selayaknya etika politik santri, bagaimana pemimpin NU berperilaku politik, bagaimana para santri dan jamaah berperilaku politik? Juga, bagaimana seharusnya NU –jam’iyah dan jamaah- bersikap dalam mengawal produk politik seperti undang-undang yang menyangkut hajat hidup orang banyak? Selain itu, diharapkan ada desiminasi wacana yang terstruktur dan massif soal pentingnya mengawal hubungan agama dan negara di Indonesia. NAMA DAN TEMA KEGIATAN Nama kegiatan ini adalah Halaqah Nasional Warga NU dengan tema “Menata Masa Depan NU”. TUJUAN Tujuan dari halaqah ini di antaranya: 1. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi NU pada saat ini dikaitkan dengan kondisi kebangsaan dan internal jam’iyah. 2. Untuk mencari rumusan alternatif menyelesaikan masalah-masalah yang ada di tubuh masyarakat NU. 3. Untuk memberikan rekomendasi dalam membangun NU ke depan di tengah-tengah kebangsaan Indonesia saat ini, yang akan diusulkan di Muktamar NU ke-32 di Makassar. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN Hari : Jum’at Tanggal : 7 Agustus 2009 Waktu : Pukul 09.00 s/d selesai Tempat : Pesantren Khatulistiwa Kempek, Gempol, Cirebon PESERTA DAN FASILITATOR Kegiatan ini akan diikuti oleh aktifis muda NU, aktifis LSM, Pengurus NU, Pengurus Banom, Lembaga NU dan lain-lain se Indonesia. PENYELENGGARA Penyelenggara Halaqah ini adalah Yayasan Khatulistiwa dan aktifis Muda NU Kabupaten Cirebon. AGENDA ACARA HALAQAH KAUM MUDA NU Waktu Mata Acara Narasumber/Fasilitator Penangungjawab 08.00-09.00 Peserta Registrasi - Panitia 09.00-09.30 Seremoni Pembukaan a. Kordinator Panitia b. PC NU Kabupaten Cirebon Nuruzzaman 09.30-10.00 Coffee Break 10.00-12.00 Melanjutkan perumusan Strategi Gerakan NU (hasil Mubes Cirebon 2004, Melangi, Jepara 2008, dan Pandanaran 2009) · Imam Aziz · Hilmy Ali · Dll. 12.00-13.00 Istirahat, Sholat an Makan 13.00-15.00 Lanjutan · Idem 15.00-1515 Coffee Break 15.15.- 16.30 Merumuskan materi konfrensi perss Konfrensi Perss KH. Syarif Usman Yahya Imam Aziz Hilmy Ali Nuruzzaman NB: Kontak Person: (Jakarta, Rumadi, 081801932), Jawa Barat (Nuruzaman, 08156403886), Jawa Tengah (Tedi Kholiludin, 081325773057), DIY (Imam Aziz, 081328318178), Jawa Timur (Ahmad Zainul Hamdi, 081359279589), NTB (Yusuf dan Yongki, 08175732513), Makassar (Mubarak, 081342626501). terimakasih Marzuki Rais Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Jl. Suratno No. 37 Cirebon Jawa Barat. Telp./Fax. 0231-203789 Hp. 08159829766 email; marzukir...@fahmina.or.id/i...@fahmina.or.id website:isif.fahmina.or.id. Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]