ass. wr. wb. saudara-saudara netters sekalian, sekedar intermezo, ijinkan saya mempostingkan tulisan "ngoyo-woro" saya ini. mudah-mudahan dapat menghibur, setidaknya memancing senyum, baik senyum simpul, senyum sinis, maupun senyum-senyum yang lain. wassalam, drajad --------------------------------------------------------------- Okayama, 15 Mei 1999 PAMAN DOBLANG oleh: Winarso Drajad Widodo Minggu Mei’99 pagi hari itu. Sepulang dari lari-lari pagi di Taman Olahraga Rakyat Okayama (TORO) seberang jalan dari rumah kontrakan juragan, saya dapati 2 momongan saya, Gus Gedhe dan Gus Besar, sudah berdandan rapi. Sementara itu mBah Soeloyo dengan bersungut-sungut sibuk memasukkan kue-kue “gorengan” Den Ragil Putri, ke dalam kardus. Den Ragil sendiri malah asyik, juga dengan grenang-greneng, memelototi monitor komputer, sedang membuka koran-koran online Indonesia. “Uuh… opo maneh ini, orang belum karuan menang pemilu saja kok sudah pada sibuk sendiri, berdebat segala. Baru dicalonkan oleh masing-masing partainya saja kok ya…. Sudah pada ‘nggege mongso nggelak wanci’ apa ya?.. sudah pada umuk, songah sesongaran, sumbar-sumbar… kalau saya presiden saya akan… kalau dia yang presiden saya akan…. lah… semua masih serba kalau saja kok bolehnya … merasa seperti mampu menggemgam jagad, nglebur bumi…hmmm.. mBah… mBah gantiin saya down-load berita dari nikkei, yomiuri dan asahi-shinbun nih.. koran indonesia semua sudah… biar saya saja yang memasukkan kue-kue itu….sebel aku” mBah Soel langsung bangkit dengan muka berseri dan duduk di kursi komputer, kemudian ceklak-ceklik menceti mouse. Kadang-kadang senyum, kadang-kadang mengernyitkan dahi, dan selalu diimbuhi grundelannya yang khas, serba suloyo. “Den Ragiil…. tadi berita di mana sih yang jenengan grenengkan tadi…? Kompas, Republika, Jawapos apa Suaramerdeka…? saya pengin baca juga nih… siapa tahu tokoh idola saya Ibu Mega sudah berkenan menghentikan kegiatan ‘topombisunya` dan menyatakan sesuatu…?” “Sudah lah mBah.. sudah nanti sampeyan cari dan baca sendiri. Kalau tiga koran jepang itu sudah di-save, ganti downloadkan yang di tempo, forum dan gatra…sebelum jam 8:00 nih biar murah….” sahut Den Ragil dari kamar mandi. Kembali mBah Soeloyo ceklak-ceklik lagi, cengar-cengir lagi… Tiba-tiba mengernyit alisnya, sehingga saya ikut menengok ke monitor komputer. Ternyata dia sedang akses CATATAN PINGGIR dari tempo dengan judul “DIAM”. Langsung saja mBah Soeloyo rengeng-rengeng nembang, mengambil potongan Serat Wedhatama “… Lelono leladan sepi… ngisep sepuhing sopana… lho… gini ini lho Lek artinya orang “diam” itu, tidak harus dianggap kurang mampu atau bodoh… tuh lihat tulisan GM, kan Tuhan pun suka dengan sepi? Den.. sudah semua di daun-laud… nggak buka assiandolll..Den? heheheheeee…. wiiiih nih lihat Den si Jepang Aonuma dan Kawashima difoto baru buka kimono… ditemeni Vivian Hsu dan Shung Hi Lee…. hehehe….wih-wih-wiiiih…” “Hussy… semprul ki, malah ngelunjak..” sahut Den Ragil masih di kamar mandi. “Hallaaah… sama Den Putri saja maluu.. biasanya… bener lho Den lihat nih..” kata mBah Soeloyo sembari meninggalkan komputer. Saya terpancing juga akhirnya, melongok ke monitor.. Ampuun.. ternyata mBah Soeloyo telah memutus internet, kemudian mengganti gambar layar dengan tulisan berjalan yang berbunyi “Lihat… Aonuma, Kawashima ditemani Vivian Hsu dan Sung Hi Lee sedang buka kimono… hehehehee… Den Ragil kecelee…” “Wah… wah semprul dua kali bener kok sampeyan itu mBah. Wall-paper bagus-bagus fotonya Ngarso Dalem HB X dan K.R. Hemas kok cuma diganti tulisan jorok begini…. hayo diganti lagi…sekali diajari kumat usilnya ya… Awas kalau nanti aku pulang dari nganter Bu Ragil dagangan kue di festival anggrek international belum juga terpampang foto HB X dan Hemas… nggak boleh lagi ikutan baca internet….” “He..he..hee Deen Den… cuma ngganti sebentar saja nggak boleh. Mentang-mentang calon presiden versi Den Ragil ya. Kenapa sih Den milih Ngarso Dalem?” mBah Soeloyo malah cengengesan sambil membantu saya ngikat kardus kue jajan Den Putri. “Ya sak mauku.. mau mencalonkan HBX, Amien Rais, atau Soeharto lagi terserah saya dong.. wong yang milih juga bukan aku atau sampeyan kok, ya Lek ya? Lagi pula wong semua belum jelas saja kok” saya mengangguk saja, sambil nunggu reaksi mBah Soeloyo. (wah bakal rame lagi nih engkel-engkelan tentang calon presiden ke-4 nya) “Lho kan Pak Ngarso itu telah masuk bursa calon presiden.. masak belum jelas.. harus ada alasannya dong Den. Kaya si ngeyel Lek Oein ini, mencalonkan Amien Rais berpasangan dengan Sri Bintang, dengan alasan keduanya berani mati, reformis, lantang berbicara, mampu berdebat… super aktif … misalnya… kan jelas, beralasan?” “Lho.. lha sampeyan milih Bu Mega itu alasannya apa? Wong debat saja tidak mau kok.. lagian sudah banyak diragukan oleh yang lain. Belum lagi masalah gender…” “Gender… gender… saudaranya saron ya Den. Gimana sih Juragan saya ini? sudah hampir masuk golongan ngelmuwan, sarjono-sujono kok masih bersikap kaya yang lain… menjelekkan Bu Mega yang tidak mau debat, masalah gender. jangan-jangan merembet ke masalah agama segala.. sara ah jenengan Den.” “Iya apa mBah alasan sampeyan” saya ikut memprovokasi jadinya perdebatan abdi-juragan itu… “Wah.. wah… mentang-mentang juragan, sudah pakai cara satrio ketemu cakil saja. Ditanya belum menjawab sudah balas bertanya. Kalau itu lain Lek, Den… saya pilih Bu Mega itu kan karena hormat pada Bung Karno. Sekedar menghormati idola kan tidak mengapa kan… wong tidak sampai ke pemujaan saja kok. Seandainya Guntur atau Karina ikutan dijagokan orang.. saya juga ikutan njagokan kok…” “Halaaah.. Bung Karno kan sudah miliknya angkatan 45 dan ordelama, mBah.. lagian Bu Mega kan banyak diragukan kemampuannya karena tidak “berani” berdebat…?” saya mencoba mengejar, biar rame… “Leek.. Lek. Yang kutanya itu alasan Den Ragil pilih HB X, kok malah kau kejar daku…? Justru karena sifat Bu Mega itu saya jadi ambil langkah emphatic thingking. eh iya ya Den? emfatik atau empatik, atau limatik to Den… hehehe mau gaya malah bingung. Apa sudah pasti diam itu kurang mampu? Lha nasihat ilmu padi itu gimana? Makin isi makin merunduk. Berarti yang sering nongol kan kurang berisi… tidak kebek ini dan ini nya..” mBah Soeloyo mulai terpancing emosinya, sambil menunjuk jidad dan dadanya. “Justru dengan presiden yang begitu, malah nantinya kita dapatkan menteri-menteri yang lebih galak-galak dan genius. Tidak merasa lebih bawah terus dibanding presidennya. Tidak harus nunggu petunjuk dulu. Kalau diprotes dan memang salah, langsung lapor ke presiden ‘Ibu Presiden, mungkin Ibu salah menunjuk saya sebagai menteri perhubungan misalnya. Buktinya saya diprotes rakyat. Oleh karena itu dengan ini mandat saya serahkan. Silakan Ibu pilih lagi menteri baru menggantikan saya. Ijinkan saya kembali ke pekerjaan semula memimpin pabrik industri obat cacing dan antar jemput barang.’ misalnya. Jadi nggak jamannya lagi, menteri diprotes kok jawabnya ‘Lho saya kan hanya anak buah presiden, saya hanya mengikuti perintah dan petunjuk presiden untuk mundur atau terus…’ coba gimana alasan saya? Logis kan? Faktual kan? tapi kan belum jelas semua.. masih nunggu tanggal 7 Juni mendatang….ya nggak Den Ragil. Terus apa alasan Den Ragil pilih HB X?” “Lho kan intinya sudah sampeyan sebutkan to mBah. Semua belum pasti… masih serba samar… gitu kok ya?” “Maaf Den, sumela atur, yang dimaksud mBah Soeloyo itu kan alasan Den Ragil milih Ngarso Dalem, bukan ketidak jelasannya. Alasan saya sudah disebutkan mBah Soeloyo. mBah Soel juga sudah menjelaskan alasannya pilih Bu Mega.. kan tinggal Den Ragil yang belum…?” “Alasannya? Ya karena beliau Ngarso Dalem. Titik gedhe lho.. cethok?” “Wuuah.. tidak terima saya Den… tidak puas.. masa calon ngelmuwan kok sak kepenake dhewe gitu. Itu kurang akademis Den. Den Putrii.. pokoknya Den Ragil saya tahan tidak boleh berangkat sebelum mau menjelaskan alasannya pilih HB X, atau Den putri juga pilih HB X sehingga bisa mewakili Den Ragil… yang tidak berani debat melawan abdi ini..?” “Hi-hik.. mBah..mBah.. ada ada saja. Wong juragan kok diajak debat? Saya nggak ngurus presiden-presidenan. Saya mau ngurus anak-anak saya saja. mBok dijawab yang bener to Pak, sudah jam berapa ini… ketinggalan kereta repot nanti…. ayo Pak dijawab dulu mBah Soel dan Lek Oein itu…” Den Putri ikut bicara. Biasa setelah diminta sang permaisuri, juragan saya segera luluh dan lilih… menuruti menjawab mBah Soeloyo. “Begini mBah, maksudku karena Ngarso Dalem itu, pertama… HB X itu sultan, berarti seorang kepala negara, walaupun hanya simbolik. Meski begitu, beliau kan yang bersedia menenangkan mahasiswa setahun yang lalu dengan jalan kaki sepanjang Malioboro, menenteng megaphon.” “Haayak.. itu kan hanya menurut berita di koran Semarang.. yang memujanya...ya pantas membela raja Jawa.. Den, masa cuma begitu” “Lho nanti dulu to, kan itu hanya yang pertama. Lagi pula kan saya punya saksi mata, yaitu Mas Gandhung yang kerja di Yogya, yang saat itu dia ikut langsung berbaur dengan pedagang pasar Biringarjo.. Dari situ saja sudah terlihat keberpihakan Ngarso Dalem kepada rakyatnya. Mana ada raja yang berkuasa saat itu, apalagi ini sultannya orang Jawa... masih bersedia jalan-jalan biasa di Malioboro? Kepala Dinas saja kalau bertandang perlu pengawal kok. Terus yang kedua, menjelang Pak Harto mlorot dari kursinya, tokoh mana yang berhasil mengumpulkan sejuta orang yang menyemut dari berbagai penjuru tanpa kekerasan, hanya dalam waktu tak lebih dari 3 hari... sementara Semarang jebol, Solo hangus. Padahal orang itu adalah Raja.. padahal…dan lain-lain… Di acara Pisowanan Ageng 20 Mei 98 itu Mas Gandhung juga ikut lho mBah, mruput datang di alun-alun sejak jam 5 pagi, agar dapat dekat dengan panggung..” “Benar juga mBah…tapi Den kan menurut khabar-khabarnya HB X itu kan ketua DPD Golkar DIY, terus waktu ditanya wartawan nggak jelas tuh jawabannya, terserah rakyat, terserah MPR dan terserah.. terserah yang lainnya.. terus kerajaan itu kan peodal.. yang mau disikat oleh idola saya Amien Rais, hayo?” “Itu apa lagi Lek? Pedal.. pedal…pedal sepeda apa? Iya Den kan Ngarso Dalem selalu menghindar bila dicalonkan, lain dengan Bu Mega… jelas dicalonkan oleh partainya….. atau Pak Amien, Pak Bintang, Pak Didin dll yang waktu debat sudah bilang ‘kalau saya jadi presiden’ hayooo.. kan jelas, sudah bersedia?” “Waaa… lha sampeyan berdua ini sudah ilang jawanya. Orang Jawa itu sulit dipegang, apalagi ini raja, yang memegang sesanti atau pedoman “Sabdo Pandito Ratu”.. ya wajar pilih menghindar. Lagian dengan alasan terserah rakyat, terserah MPR itu kan banyak maknanya, mBah. Pertama, boleh jadi memang HB X tidak bersedia dicalonkan, sehingga memberi peringatan kepada partai-partai yang akan mencalonkannya dengan memakai pelindung ‘terserah tadi’. Kedua justru memperingatkan para caleg untuk mencermati keberadaan Ngarso Dalem, sebelum terlanjur memilihnya… Atau kalau memang Ngarso Dalem menginginkan, tapi ini dugaan terjelek lho… berarti HB X itu memberi sinyal-sinyal kepada para partai untuk menseleksi caleg-calegnya yang kemungkinan besar menjagokan Ngarso Dalem. Hayo gimana? Sudah puas? Sudah ya aku mau berangkat…” “Sebentar Den… masa hanya itu alasannya.. paling juga karena ada unsur keturunan ada KKN-nya. Mentang-mentang Den Ragil masih memegang Serat Kekancingan Silsilah Kraton Yogya saja… yang menyatakan bahwa Bapak Den Ragil itu grad ke-8 dari Sunan Amangkurat Tegal Arum… iya kan?” “Hahahaha… kalau itu yang dipakai, ya kebalik. Harusnya Sultan yang memilih aku mBah.. kan abunya tua aku. Orang grad ke-9 dari Tegal Arum dibanding grad ke sekian dari Hamengku Buwono… hayo…” “Haalaaah.. grad kesembilan tapi kan dari selir. hahahaha…” “Dari selir tapi kan grad kesembilan.. selirnya selir raja lho… jangan macem-macem… Aku ini namanya yang lengkap kan harusnya Raden Mas Ragil Pamungkas….hahahahaa…. wis.. wis… mBah… Lek… kalau berdebat masalah ini..nggak ada ujungnya. Semua masih samar. Jangan jadi Paman Doblang lah mBah, Lek.. yang asal ditanya selalu menjawab. Ditanya bagaimana orang naik pesawat dijawab begini. begini…, ditanya bagaimana orang mabuk gadung, dijawab begitu-begitu, ditanya bagaimana bagaimana cara membuat onde-onde dijawab begini dan begitu. pokoknya jawab terus.. debat teruss…padahal dianya belum pernah naik pesawat, belum pernah makan ubi gadung dan juga belum pernah dagang onde-onde… Alasannya. ya karena masih dalam status kepingin.. kepingin naik pesawat, kepingin makan gadung, kepengin onde-onde dan lain-lain…. dah ya kami berangkat…. doakan laku.. kue onde-onde ini. Jangan lupa nanti jam 12 dan jam 5 sore, e-mail box ku diakses ya mBah.. sudah tahu kan caranya? Jaaa… ite kimaaasssu….” “Haaik… iterasaaii… ki o tsukete neee… sayonaraa…” jawab kami koor melepas keberangkatan juragan kami. Dan begitu keluarga bahagia itu keluar pintu rumah, mBah Soeloyo langsung lari ke komputer dan ceklak-ceklik lagi membuka file-file yang tadi di daun-laud nya, dan saya memberesi alat goreng tinggalan Den Putri. Sambil bertanya-tanya… tadi itu Den Ragil serius mendukung Ngarso Dalem atau bukan, terus sebagai salah seorang yang urusannya di negeri ini diperlancar oleh organisasi pimpinan Pak Habibie.. gimana ya sikap beliau tentang pencalonan Habibie. Belum lagi keakraban Den Ragil dengan beberapa aktivis LSM di Indonesia.. bagaimana sikapnya kepada Pak Adi Sasono. Masih ditambah, beliau dulu termasuk pengagum berat tindakan Sri Bintang sebagai anggota DPR paling vokal dan berani…. juga karena kawan-kawannya adalah aktifis PK, maka apa pandangan Den Ragil kepada Pak Didin… terus saja bertanya-tanya… Ah nanti mau tanya ah setelah Den Ragil pulang… Tapi apa benar ya saya ini tergolong Paman Doblangnya Den Ragil… kalau gitu… gawat nih… (bersambung di lain waktu yang belum ditentukan) ------------------------------------------------------------------------ eGroup home: http://www.eGroups.com/group/indomailling http://www.eGroups.com - Simplifying group communications