SOEKARNOISM IS TO KILL SOEKARNO
OLEH RACHMAWATI SOEKARNOPUTRI



MENJELANG akhir April 2001, lewat surat yang saya terima di Cilandak, harian
Kompas meminta saya menulis mengenai anak-anak Soekarno, Bung Karno. Saya
memilih mengetengahkan pandangan dan harapan saya mengenai saudara-saudara
saya, bukan deskripsi profil mereka. Untuk itu saya lebih banyak membeberkan
cita-cita dan usaha saya melawan desoekarnoisasi dan melanjutkan ajaran Bung
Karno.

Tahun 1987, suatu hari, saya dipanggil Direktorat Jenderal Sosial Politik
Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Saya diminta mengklarifikasi dasar
Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) yang saya dirikan. Mereka bertanya, GPM
menggunakan ajaran Bung Karno yang mana? Yang disodorkan pada saya ada tujuh
tafsir ajaran Bung Karno. Semuanya saya tolak. Saya tidakmengikuti tafsir
orang.

Saya lebih berpijak pada pemikiran orisinal Bung Karno.  Kepada pejabat
Depdagri itu saya katakan, "Kalau bapak mau bertanya mana ajaran Bung Karno
yang betul, saya akan berikan buku tulisan Bung Karno." Yang orisinal itu
yang diucapkan dan ditulis Bung Karno, jadi bukan yang ditafsirkan
orang-orang.

Bung Karno-masa pengabdiannya sejak tahun 1918, masa muda, hingga wafatnya
21 Juni 1970-sudah memformulasikan pikiran-pikiran brilyan. Pikiran-pikiran
itu lalu menjadi kesaksian sejarah perjalanan kemanusiaan. Pikiran Bung
Karno yang kemudian meluncur melalui tulisan, ucapan, dan tindakan, bahkan
diamnya itu yang olehnya lalu dikatakan sebagai ajaran Bung Karno dalam
pidato tanggal 17 Agustus 1965.

Bung Karno membakukan pidato itu dengan formulasi Panca  Azimat Revolusi.
Kelima formulasi itu adalah,
(1) Nasakom (sejak tahun 1926 dalam tulisan nasionalisme, Islamisme,
marxisme).
(2) Pancasila yang lahir tahun 1945.
(3) Manipol/USDEK lahir tahun 1959,
(4) Trisakti (berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan
berkepribadian di bidang kebudayaan) tahun 1964, dan
(5) Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) lahir tahun 1965.

Kelima tonggak Panca Azimat Revolusi merupakan kesaksian sejarah
kemanusiaan. Sebab keseluruhannya berisi amanat penderitaan rakyat di
seluruh dunia. Ajaran Panca Azimat Revolusi (soekarnoisme), seluruhnya
berisi membangun kemerdekaan bangsa-bangsa, sosialisme perdamaian dunia yang
adil dan beradab.

Pada pidato 17 Agustus 1965, Bung Karno antara lain berdoa semoga
gagasan-gagasan dan ajaran-ajarannya hidup seribu tahun lagi. Doa bapak itu
adalah amanah bagi bangsa dan kami anak-anaknya.

***

BUNG Karno mencurahkan seluruh daya upaya untuk membangun  kekuatan nasional
dan internasional dalam rangka memutus garis hidup kolonialisme,
neokolonialisme, dan neo-imperialisme yang berusaha mempertahankan
cengkeramannya dalam kehidupan bangsa-bangsa. Perjuangan Bung Karno bukan
hanya untuk Indonesia, tetapi untuk seluruh umat manusia. Untuk itu Bung
Karno menjalankan strategi global guna
melakukan perubahan dunia menuju keadilan sosial, kemerdekaan bangsa, dan
tata susunan dunia baru. Sehingga, Bung Karno menjadikan dirinya sebagai
anak zaman dan ikut mengarahkan jalannya sejarah kemanusiaan.

Hal itu juga yang menimbulkan ketidakpahaman sebagian besar komponen bangsa
Indonesia terhadap Bung Karno. Kondisi itu ditambah usaha-usaha kekuatan
neokolonialisme, neo-imperialisme internasional yang sudah lama berobsesi
akan menorpedo seluruh kerja besar Bung Karno. Situasi itu bermuara dalam
Gerakan 1 Oktober 1965 (Gestok) yang menggulingkan kekuatan Bung Karno
secara nasional maupun internasional.

Sebagai seorang patriot, Bung Karno tidak gentar menghadapi usaha itu, sebab
sudah menyadari, pengabdiannya tidak berhenti karena diputus kematian
sekalipun. Karena itu  dengan tegar dan teguh dia menerima Wisma Yaso yang
mengubur  fisiknya (pengucilan oleh rezim yang menggulingkan). Peristiwa ini
merupakan saksi bahwa Bung Karno rela mengorbankan dirinya untuk satu
cita-cita agung. Dan ia menyerukan kepada seluruh rakyat untuk diam.

Itulah yang menyebabkan Bung Karno dengan seluruh ajarannya yang tersimpul
dalam Panca Azimat Revolusi tidak pernah mengenal out of date. Bung Karno
dan ajarannya sudah bersenyawa dalam jeritan amanat penderitaan rakyat dan
sudah terpateri dalam hati sanubari rakyat Indonesia dan rakyat-rakyat yang
mendambakan keadilan sosial dan  perdamaian dunia.

Ajaran Bung Karno adalah satu paket. Tidak bisa dipisahkan satu sama lain,
tidak bisa ditambah dan dikurangi, bahkan tidak bisa ditafsirkan begitu
saja. Saya yakin ajaran Bung Karno bukan hanya relevan atau hanya alternatif
untuk menghadapi situasi Indonesia dan dunia saat ini, tetapi suatu
keharusan untuk dilaksanakan sekarang dan mendatang. Itu keyakinan saya yang
tidak ingin hanya disebut anak biologis tetapi juga sebagai anak ideologis
Bung Karno.

Sementara itu kakak saya, Guntur Soekarnoputra memilih jalan hidupnya
sendiri untuk tidak ikut dunia politik. Kakak perempuan saya, Megawati
Soekarnoputri memimpin partai politik dan jadi Wakil Presiden. Guruh
Soekarnoputra juga menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Sementara itu Sukmawati Soekarnoputri, adik saya, juga menjadi pimpinan
Partai Nasional Indonesia (PNI) yang ingin melanjutkan cita-cita dan ajaran
Bung Karno secara murni serta menentang desoekarnoisasi yang berlangsung di
masa
pemerintahan Soeharto 32 tahun terakhir ini.

Saya menyayangi semua adik dan kakak saya, termasuk Mbak Ega (panggilan
keluarga untuk Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri). Saling menyayangi di
antara kami, bukan berarti tanpa ada perbedaan pendapat. Di antara kami juga
saling meluruskan pendapat demi bangsa dan negara.

Sukmawati memimpin PNI sesuai harapan saya, karena PNI yang  dipimpinnya
adalah bersatunya tiga atau empat faksi PNI yang masing-masing menjadi
peserta Pemilu 1999. Sukmawati berhasil menyatukan faksi-faksi PNI, dan ini
sesuai  keinginan serta usul saya. Saya yakin Sukmawati dengan PNI-nya bisa
melanjutkan ajaran Bung Karno.

Tidak saya sebutkan saudara-saudara saya lainnya. Tetapi, mereka juga telah
memilih jalan hidupnya sendiri-sendiri, seperti misalnya Bayu dan Karina.


***

SAYA selalu ingat yang pernah dilakukan Bung Karno pada tahun 1960-an.
Beliau membubarkan Badan Pendukung Soekarno (BPS). Badan itu dibubarkan
karena mengumandangkan ajaran Bung Karno yang ditafsirkan banyak orang yang
mengklaim sebagai pengikut atau penganut ajaran Bung Karno.

PNI sendiri saat itu juga diberi peringatan oleh Bung Karno, sebab dalam
partai itu sendiri juga ada banyak tafsir tentang ajaran Bung Karno.
Bayangkan mana yang bisa dipakai bila masing-masing orang punya tafsir
sendiri-sendiri mengenai ajaran Bung Karno.

Kini ada partai yang sering menggunakan gambar Bung Karno untuk
mengonsolidasi pengikutnya. Penggunaan simbol-simbol Bung Karno itu cukup
efektif untuk menarik massa. Tetapi, betapa menyedihkan bila di antara
partai-partai itu ada yang hanya memanfaatkan nama Soekarno tanpa
memperjuangkan ajaran atau menyosialisasikan cita-cita Bung Karno yang
orisinal. Berkaitan dengan partai dan simbol Soekarno itu, ada di
antaranya yang anggotanya sering mengetengahkan ajaran kapitalisme, yang
justru berarti membunuh Bung Karno. Di sini terjadi penyelewengan ajaran
Bung Karno.

Inti ajaran Bung Karno mengenai marhaenisme adalah  antibentuk-bentuk
penindasan seperti terjadi dalam sistem kapitalisme. Kita perlu memahami,
marhaen, marhaenis, dan marhaenisme.

Marhaen adalah kaum yang dimelaratkan oleh sistem. Jadi dia hanya mempunyai
alat-alat produksi yang serba minim, seperti cangkul, sawah sepetak, dan
seterusnya. Ini jauh berbeda dengan terminologi proletar. Proletar hanya
menjual jasa, dan tidak punya alat produksi. Proletar adalah basis untuk
gerakan komunisme. Komunisme menggunakan teori klassenstrijd (pertentangan
kelas).

Sedangkan marhaenisme adalah asas pergerakan dan perjuangan guna mengangkat
kaum marhaen. Marhaenis adalah kaum yang memperjuangkan rakyat kecil atau si
marhaen guna mengangkat derajatnya. Marhaenisme mengetengahkan klassen
bewust (kesadaran kelas si miskin dan si kaya bersama berjuang menuju
sosialisme atau masyarakat adil makmur berkesejahteraan).

Jadi, kalau saya kembali kepada harapan saya terhadap anak-anak Bung Karno,
seharusnya kami memakai, melaksanakan warisan ajaran bapak. Anak-anak Bung
Karno akan bermanfaat  bila melakukan hal itu. Manakala kami ditakdirkan
menjadi turunan Bung Karno, maka kami harus melaksanakan ajaran bapak. Kalau
tidak, ya harus bisa dimengerti bila hanya mendapat julukan anak biologis
Bung Karno.

Memang, hal ini menjadi beban mental dan moral cukup berat bagi anak-anak
Bung Karno. Anak-anak biologis Bung Karno punya pesan dan amanah, karena
kami adalah keturunan langsung dari orang yang membawa ajaran. Lain halnya
bila bapak tidak membawa suatu ajaran atau bukan sebagai ideolog.

Banyak kepala negara atau pemerintahan yang bukan ideolog.  Bagi anak-anak
dari kepala negara atau pemerintah seperti itu, beban moralnya lain.


***

BELUM lama ini, beberapa kali saya diwawancara wartawan mengenai sikap saya
terhadap Mbak Ega. Saya selalu  menekankan agar Mbak Ega jangan bersikap
ambivalen atau  dualistis. Ada yang menulis hanya sebagian pernyataan saya,
yakni agar Megawati mundur. Ada pula yang menulis lengkap, agar dia mundur
bila bersikap ambivalen yang bisa menimbulkan kesan ia ingin lepas tanggung
jawab sebagai bagian pemerintahan sekarang.

Saya hanya ingin menekankan, agar Mbak Ega bijaksana dan arif dan tidak lupa
pada sejarah yang telah dilalui para bapak bangsa kita. Dalam sejarah,
ketika merasa tidak sependapat lagi dengan Bung Karno, Bung Hatta mengambil
sikap tidak ingin mengganggu Presiden yang dibantunya berdasarkan sumpah
jabatannya sebagai wapres. Konsekuensi logis dari sikap itu adalah mundur.

Saya tidak ingin Mbak Mega mundur begitu saja. Saya ingin agar duet Presiden
KH Abdurrahman Wahid dengan Megawati dipertahankan sebagaimana yang telah
diputuskan Sidang Umum MPR 1999 untuk lima tahun. Tetapi, saya ingin
Megawati mencontoh jiwa besarnya Bung Hatta. Artinya, bila tidak mundur,
harus berani mengambil risiko melaksanakan sumpah jabatan sebagai wapres,
yaitu membantu Presiden, tidak mengganggu dengan sikapnya yang mendua,
antara partainya di DPR dan posisinya sebagai bagian eksekutif.

Sekali lagi, dalam hal ini saya ingin mengingatkan kepada Mbak Ega dan
generasi muda atas ajaran Bung Karno, agar jangan sekali-kali meninggalkan
sejarah.

Ingin pula saya katakan tentang apa yang pernah diingatkan Bung Karno ketika
membubarkan BPS. Ketika itu Bung Karno mengingatkan kemungkinan terjadinya
Soekarnoism is to Kill Soekarno. Artinya, bisa terjadi orang atau partai
yang  mengumandangkan sebagai pengikutnya Soekarno, tetapi melakukan
desoekarnoisasi secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar,
terselubung atau terus terang. Anak-anak Bung Karno bisa terjebak dalam hal
ini.

Di lain pihak saya mencatat, dan ini menggembirakan, sampai kini masih
tampak sebagian besar warga dan tokoh Nahdlatul Ulama, masih amat menghayati
ajaran Bung Karno.

Cukup menyedihkan, bila ada partai politik yang sering mengibarkan foto
besar Bung Karno, tetapi anggotanya dengan lantang mengatakan ajaran Bung
Karno tidak relevan lagi.


***
ANAK-anak biologis Bung Karno bukan jaminan terlaksananya kembali ajaran
Bung Karno setelah terjadi usaha desoekarnoisasi secara sistematis selama 32
tahun. Anak-anak biologis Bung Karno punya lingkungan masing-masing, dan
menjadi faktor yang bisa menentukan mereka melanjutkan ajaran Bung Karno
atau tidak.

Untuk melanjutkan cita-cita Bung Karno dan menyosialisasikan usaha yang saya
lakukan sejak pemerintahan Soeharto adalah mendirikan Yayasan Pendidikan
Soekarno (YPS) di awal tahun 1980-an. Dari bidang pendidikan ini saya rasa
usaha itu akan efektif. Saya juga memilih jalan nonpartisan.

Lewat YPS itulah saya bersama rekan-rekan pengagum Bung Karno secara rutin
menyelenggarakan haul Bung Karno di Blitar (makam Bung Karno) dan
memperingati HUT Bung Karno di Jakarta. Penyelenggaraan haul Bung Karno juga
antara lain mendapat dorongan dan inspirasi para tokoh Nahdlatul Ulama,
misalnya almarhum Pak Mahbub Djunaidi. Dengan haul Bung Karno,  menurut
almarhum Mahbub Djunaidi, persahabatan antara
pengikut dan pengagum Bung Karno dari kaum nasionalis dengan orang-orang NU
terus terbina. Acara haul Bung Karno itu lalu menjadi tradisi hingga kini.
Bulan Juni 2001 kami dari YPS, Universitas Bung Karno, Gerakan Pemuda
Marhaenis, Forum Komunikasi Front Marhaenis, serta anggota warga negara
lainnya akan mengadakan haul Bung Karno di Blitar.

YPS juga mendirikan sekolah, dari TK, SD, dan SMTA di berbagai tempat di
Indonesia. Tahun 1983, saya bersama pengurus YPS minta izin pemerintah
mendirikan Universitas  Bung Karno (UBK), namun ditolak. Tahun 1999,
Presiden BJ Habibie memberikan izin pendirian UBK. Menanggapi beberapa
suara yang mengatakan untuk mendirikan UBK saya mendapat bantuan materi dari
Pak Habibie, dengan ini saya katakan,
tuduhan itu tidak betul.

Untuk mewujudkan cita-cita Bung Karno, saya bersedia memenuhi permintaan
memimpin Gerakan Pemuda Marhaenis serta Forum Komunikasi Front Marhaenis
(gerakan gabungan organisasi-organisasi pemuda, mahasiswa, dan pelajar yang
dulu punya kaitan dengan PNI atau gerakan kaum marhaenis).

YPS dan UBK dalam menyambut 100 tahun Bung Karno tanggal 6 Juni 2001 ini
menyelenggarakan pementasan drama opera kolosal Langen Gita Putra Sang Fajar
di Balai Sidang, Senayan, Jakarta. Drama ini akan dimainkan oleh Anjasmara,
Rachmat Kartolo serta sekitar 400 orang pemain lainnya. Addie MS juga akan
memberi ilustrasi musik untuk drama ini. Selain itu paduan suara Gema Suara
UBK juga akan memberi warna pada pergelaran. Pergelaran ini kami suguhkan
untuk menghormati Bung Karno sebagai Bapak rakyat Indonesia.

* Hj Rachmawati Soekarnoputri, Ketua Umum Yayasan Pendidikan
Soekarno/Ketua Umum Gerakan Pemuda Marhaenis/Ketua Umum
Forum Komunikasi Front Marhaenis.



Kompas, Rabu, 6 Juni 2001



...........Menuju Indonesia yang Demokratis dan Berkeadilan............
Untuk bergabung atau keluar dari Milis, silakan anda lakukan sendiri
Bergabung: [EMAIL PROTECTED]
Keluar: [EMAIL PROTECTED]

->Cake, parcel lebaran & bunga2 natal? Di sini, http://www.indokado.com<-- 

Kirim email ke