Yochien (you-chi-en) adalah taman kanak-kanak pra
SD model Jepang. Kelihatannya seragam metode dan
materi ajarannya seluruh negeri. Taman ini memulai
kegiatan pada pukul 8:00, pulang pukul 14:00. Tidak
ada 'Bell'. Semua kegaiatan dipandu oleh para Sensei
yang rata-rata bertitel Bachelor atau Master, secara
lisan. Memulai kegiatan, berganti acara bermain, aba-
aba makan siang, semua secara lisan. 
Yang menarik dalam Yochien ini adalah tidak diperke-
nankan anak murid diantar dengan kendaraan roda-4.
(motor juga tidak lazim untuk berboncengan, dilarang!).
Hanya boleh jalan kaki (untuk yang dekat) dan bonceng
sepeda (anak Jepang baru boleh naik sepeda tanpa
pengawasan setelah kelas 4 SD, dan boleh naik 
sepeda sendiri dengan pengawalan orang tua atau
setidaknya mulai kelas 2 SD). Semua serba memung-
kinkan karena satu Chou (kelurahan?) memiliki satu
Yochien yang dikelola oleh To atau Shi (Metropolitan
atau City). Penilik sekolah, biasanya seorang Doktor
pendidikan atau psikologi, bahkan di Okayama dulu
seorang profesor yang dikaryakan di Kantor
Kotamadya (Shi Yakusho).
Anak-anak berangkat diantar dan pulangnya dijemput.
Untungnya pembantu rumah tangga tidak lazim, sehing-
pengantar dan penjemput, kalau tidak Oka-san (ibu)
ya Ojii-san (kakek) atau Obaa-san (nenek). Kakak-2?
Tentunya sekolah juga...

----------------
Anakku tiba di Jepang ketika berumur 6 tahun. Biasa-
nya di kampungku, anak seumur ini dibolehkan saja
masuk SD, tetapi di Jepang kena peraturan umur
minimum SD adalah 7 tahun, sehingga terpaksa melo-
rot kelas, dari kelas 1 SD di Indonesia, masuk lagi ke
Taman Kanak Kanak. Suatu 'stress' tersendiri. Namun,
setelah masuk selama 1-2 minggu, keadaan berbalik
sangat enjoy. Anakku bermain di Yochien dengan
semangatnya. Padahal, bahasa Jepang 'blas' belum
bunyi.
Suatu ketika, Anakku harus bawa te-sage (tas tenteng)
dan viniru-bukuro (kantong kresek) untuk acara bermain
panen 'apel' (en-soku de rin-go wo shukaku shiyou).
Saking semangat-nya, diberi o-bento (bekel nasi) tetapi
tidak diberi hashi (sumpit). Padahal, anak-anak pantang
makan tanpa sumpit. Akhirnya anakku tidak boleh ma-
kan bekelnya, tetapi dibelikan 'pan' (roti) oleh gurunya.
Sesampai di rumah, buku catatannya ada keterangan
tulisan Jepang (yang tidak bisa dibaca oleh ibunya),
berisi: "Denggleng-sama, Agung-kun tadi tidak dibawai
sumpit, sehingga saya belikan 'pan'. Mohon maaf kalau
lancang mengganti makan siangnya dari nasi menjadi
'pan'." (ttd. Komazawa Yumiko).
Ah, sungguh suatu kedisiplinan yang diajarkan secara
wajar dan selalu kontak dengan orang-tua murid. 
Lain waktu anakku menunjukkan buku catatan dari 
Komazawa Sensei, yang isinya 'Kalau berkenan, tolong
Agung-kun besok pagi dibawai 'ninjin' (wortel)'. Ternyata
hari itu adalah acara bermain dengan kelinci. Yaitu
memberi pakan.
---->Lulus yochien, anakku jadi pinter main pianika
dan flute. Juga berani tampil menyanyi. Ternyata
Komazawa Sensei dan Yamamoto En-cho (kepala
TK) sangat menguasai alat-alat musik itu dan juga
pinter bernyanyi.
----------------------------------------
Shogakko (Shou-gak-kou) adalah SD Jepang. Begitu
sampai Jepang, anakku yang besar saya bawa ke
SD dan ditanya sudah kelas berapa? Saya jawab 
sudah kelas 4. Tetapi melihat data umurnya saya dian-
jurkan menemui penilik sekolah yang profesor itu di
Kantor Kotamadya. Akhirnya berdasar umur, anakku
mlorot jadi kelas 3. Saya pikir, tak apalah, orang 
memang belum bisa bicara Jepang sama sekali...

5 hari menunggu proses pendaftaran yang semua dila-
yani oleh kantor Monbusho Okayama, saya mengantar
anakku masuk kelas 3 SD. Kashino Sensei menjelas-
kan bahwa di kelas itu ada murid baru orang asing
dari Indonesia, namanya Adi-kun. Anakku diberi
tempat khusus, dan saya diminta menemani barang
10 menit. Anak-anak lain mendadak ribut. Macam-
macam celotehnya. Menanyakan nama bapaknya,
nama ibunya, senangannya apa dan pokoknya ruame
seperti pasar. Kashino Sensei segera berteriak:
"Dengarkan Sensei anak-anak. Kalau misalnya kalian
datang di suatu tempat yang kamu semua tidak tahu
bahasa dan tidak mengerti apa-apa, apa yang kalian
rasakan?"
"Takuuuuut... Sediiiiih... Binguuung....!"
"Nah demikianlah halnya dengan Adi-kun".
Serta-merta anak-anak diam. Dan saya dipersilakan
meninggalkan anakku yang sekolah hari pertama pada
sekolah yang sama sekali tidak dia mengerti.
Jam 16:00, anakku baru pulang. Herannya wajah stress
seperti ketika tadi masuk tidak tampak lagi. Untuk hari
pertama sampai seminggu, Kashino Sensei mengantar
pulang anakku. Sembari mengantar pulang Kashino
Sensei menunjukkan 2 jilid buku berjudul "Indonesia Go"
(bahasa Indonesia), katanya yang satu diberi oleh 
Shi Yakusho dan satunya lagi yang lebih komplit dia
beli demi bisa mengajar anak-ku.
Mentakjubkan, dalam waktu kurang sebulan, anakku
sudah nyerocos berbahasa Jepang, mengalahkan
saya yang kursus formal di Kokusai Gakuyukai Nihongo
Gakko (Sekolah Bahasa Jepang untuk asosias murid-
murid Internasional, sekolahnya Ginanjar). Ternyata,
Ishima Shogakko, mendatangkan khusus guru bahasa
Jepang untuk orang asing, karena semakin banyak
anak-anak mahasiswa asing yang bersekolah di SD.

Cerita lain, pada hari kedua, saya disuruh mengantar
anak hanya sampai gerbang. Ternyata ada aturan,
anak-anak sekolah SD boleh masuk bila membawa
barisan sedikitnya 10 anak dipimpin oleh murid kelas 6.
Mereka masuk tertib ke gerbang sekolah mengucapkan
selamat pagi kepada penyambutnya, yang tidak lain
adalah Kepala Sekolah di gerbang depan dan Wakil
Kepala Sekolah di gerbang belakang. Berangkat atau
pulang, anak-anak SD DILARANG membawa kenda-
raan macam apapun. Semua harus jalan kaki. 
Tidak ada istilah 'jor-joran' mobil para pengantar anak
sekolah. Semua seragam mulai dari tas, sepatu, topi,
hingga pakaian olah raga, disediakan oleh sekolah
dengan harga 'PALING MURAH'. Di toko-toko juga
tersedia, tetapi harganya jauh lebih mahal, karena
hanya berfungsi untuk pengganti saja bila rusak. Semua
buku ajar juga demikian, disediakan oleh sekolah
dengan harga seragam. Buku-buku lain yang menjadi
penunjang boleh dibeli sendiri di toko-toko buku.

Untung bahwa sistem bersekolah full-day yang dialami
anak-anakku masih membekas. Sehingga sekarang
mereka berdua, menjadi tempat bermain teman-teman-
nya. Dianggap memiliki kelebihan..... terutama dalam
ketekunan dan ketaatan kepada perintah guru. Tetapi
sering komplain, karena menganggap guru-gurunya
sekarang tidak dapat bermain musik, apalagi menya-
nyi..... Terlalu menuntut nilai ulangan dan EBTANAS.

    Ki Denggleng Pagelaran
--------------------------

---------------------------------------------------------------------
Bagaimana kalau full-day school ? Dengan begitu mereka
terus-menerus berada dalam pengawasan guru-guru
sekolah. Sabtu bisa diliburkan, karena beban pelajaran
sudah diserap selama 5 hari. Tawuran terjadi karena
mereka secara bersamaan berada dalam sebuah kerumunan,
sementara hari masih panjang, belum tahu mau ke mana
acara mereka saat itu.

Bubaran sekolah pun bisa diatur agar tidak bersamaan.
Bisa diatur pula jam mulai masuknya. Dengan begitu
kelompok mereka terpecah dalam fragmen-fragmen yang
kecil, yang cukup untuk membuat mereka rada jerih.
Beda kalau mereka merasa jumlahnya besar, sehingga mau
ngapain juga berani aja.

Juga lakukan survai ke masing-masing keluarga mereka,
antara lain untuk cari tahu, dengan cara apa mereka
berangkat dan pulang sekolah. Hasil survai tersebut
bisa dibuatkan program antar/jemput yang benar-benar
jauh dari peluang lepas kendali. Saat berangkat dan
pulang benar-benar saat di mana mereka sama sekali
lepas dari pengawasan, baik sekolah maupun orang tua.
Jangan salahkan kalau provokator gampang masuk.

Bus sekolah, patut dipertimbangkan. Bisa dibeli oleh
sekolah, dan berlangganan. Sponsor bisa juga diminta
bantuannya.

Jangan lupa, polisi dan kamtib slalu disiapkan pada
saat-saat genting tersebut di setiap sekolah. Dengan
demikian, setiap ada tanda-tanda mau ada tawuran bisa
segera bertindak, seperti minta bantuan pasukan
tambahan.

Agak sedikit nyleneh, bisa dipikirkan pulang dalam
bentuk baris, sambil belajar baris-berbaris serta
disiplin. Bentuk konvoi motor, yang terarah
masing-masing ke arah rumah, kalau mau agak edan, bisa
dicoba.

Bersihkan batu-batu di kawasan sekolah, dan razia
tas-tas sekolah sebelum pulang.

Jelas solusi ini agak membuat repot. Bisa dikurangi
atau ditambah. Namanya juga usul, mbak Jajang....


+====================================== Sugih durung karuwan, sombong didisikno...     
+      |
| Nek kate banyolan, http://matpithi.cjb.net ae, rek...|
| Jugak boleh ke http://www.itjurnal.com, soal IT       |
+======================================




...........Menuju Indonesia yang Demokratis dan Berkeadilan............
Untuk bergabung atau keluar dari Milis, silakan anda lakukan sendiri
Bergabung: [EMAIL PROTECTED]
Keluar: [EMAIL PROTECTED]

->Cake, parcel lebaran & bunga2 natal? Di sini, http://www.indokado.com<--

Kirim email ke