Materialisme Spiritual dan Sakramen Konsumerisme

Sebuah pandangan dari Thailand

Phra Phaisan Visalo Mahathera

Diterjemahkan oleh Nie Nie Hsu dan diedit oleh Jimmy Lominto

(bag 2)

 

Didefinisikan secara luas, agama adalah sebuah sistem pemikiran dan 
kepercayaan-kepercayaan yang memenuhi kebutuhan manusia yang dalam, terutama 
kebutuhan akan rasa aman di hati kita. Kita bisa mencapai satu tingkat rasa 
aman melalui berbagai macam cara. Banyak harta benda, uang, kesehatan kita, 
sukses dalam bekerja, dihormati atau terkenal—semua ini adalah  faktor utama 
(meski tidak tahan lama) untuk rasa aman kita. Setiap agama mempunyai fungsi 
awal memberikan harapan atau janji kepada khalayak bahwa jika mereka berbuat 
baik, berbuat jasa, memberikan sedekah, percaya pada Tuhan, berdoa kepada atau 
memohon kepada-Nya dengan cara yang tepat, maka mereka akan berumur panjang, 
punya kedudukan baik, kekuasaan, kesehatan yang baik dan kemakmuran. Pada 
tingkat yang lebih tinggi, agama-agama membantu menyediakan makna bagi 
kehidupan orang-orang atau setidaknya membantu mereka mengenal siapa diri 
mereka, bagaimana menjalani kehidupan mereka, dan arah mana yang dituju. Dengan 
kata lain,
 agama membantu orang-orang melampaui kebingungan dan keraguan mereka. Mereka 
yang mempunyai keyakinan atau rasa percaya terhadap agama mereka cenderung 
mempunyai energi dan tekad yang kuat.

 

Konsumerisme berfungsi, hingga titik tertentu, dalam cara yang sama seperti 
agama, dimulai dengan menjawab kebutuhan-kebutuhan fisik. Orang-orang masa kini 
terobsesi dengan mengumpulkan kekayaan dan harta benda. Dan ini bukan hanya 
tentang seberapa banyak yang anda miliki; tapi apa atau jenis apa juga sama 
pentingnya. Banyak orang rela mengeluarkan 100,000 bath untuk sebuah jam tangan 
Rolex dan menginvestasikan jutaan bath pada sebuah Mercedes Benz. Ini semua 
adalah karena rasa ketidakamanan dasar mereka. Bagi orang-orang itu, sepuluh 
tas tangan kulit dari pasar kaki lima Banglampoo tidak memberikan rasa aman 
yang sama seperti yang disediakan satu tas “barang nyata” buatan Louis Vuitton.

      

Demikian pula, orang-orang bahkan sanggup membeli ijazah dan gelar palsu tanpa 
sedikit pun merasa ada yang salah, karena kepuasan yang diperoleh dari 
dipanggil “Doktor” melebihi kesalahan manapun. (Tapi jika kepalsuan mereka 
terungkap, itu cerita lain lagi.) Konsumerisme juga memberikan hidup tujuan. 
Orang-orang yang benar-benar larut dalam konsumerisme, tidak akan memiliki 
keraguan karena mereka sangat terfokus—terfokus dalam mencari berbagai hal 
untuk dikonsumsi. Lulusan baru tidak punya kebingungan; mereka tahu bahwa 
mereka bekerja untuk mendapatkan sebuah mobil dalam kurun waktu dua hingga 
empat tahun. Sedangkan pengusaha, pandangannya mantap tertuju pada rumah 
senilai milyaran bath. Ada segala hal yang mengobsesi orang-orang, sampai pada 
titik di mana mereka kerja begitu keras hingga tidur mereka lebih sedikit 
daripada para biku meditasi yang ketat sekalipun. Saat konsumerisme sudah 
sampai sejauh itu, tepat bagi kita untuk menyebutnya sebagai agama. Kita mau 
sebut apa lagi
 keyakinan yang demikian kuat ini jika bukan disebut agama. Ada suatu masa 
ketika komunisme melakukan fungsi ini bagi banyak orang yang memperlakukan 
Partai [Komunis] seperti Tuhan, sehingga mengikatkan hidup mereka padanya. Maka 
dari itu, tidak mengherankan kala ideal-ideal komunisme dihancurkan, mereka 
kehilangan arah dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dengan hidup 
mereka. Bagi banyak orang, kebingungan itu berkurang secara cepat dengan 
memeluk konsumerisme. Energi dan vitalitas yang sebelumnya mereka berikan pada 
partai kini diarahkan ke pasar modal dan angka-angka dalam buku-buku akuntansi. 
Hidup kembali berarti.

 

Kita patut memahami bahwa bukan nafsu semata yang mendorong perilaku 
konsumeristik. Kepercayaan atau cara memandang dunia yang dimiliki orang-orang 
juga merupakan faktor yang penting sekali. Satu alasan mengapa konsumerisme 
memiliki kekuatan adalah karena sekumpulan ide (yang tampaknya rasional) yang 
mengatakan bahwa kebahagiaan berasal dari mengonsumsi dan bahwa semakin banyak 
seseorang mengonsumsi, akan semakin banyak pula kebahagiaan. Pada saat yang 
sama, sekumpulan ide ini berpendapat bahwa semua masalah ada solusi 
materialnya. Kota menghadapi masalah lalu lintas? Tinggal beli komputer untuk 
merancang sistim lalu lintas. Timbangan anda naik? Belilah pil diet. Bentuk 
badan anda mulai kendur di sana sini? Tinggal operasi plastik saja. Ingin lebih 
populer dan dihargai? Mobil Mercedes Benzlah barang yang anda perlukan. 
Kekuatan keramat teknologi bukan hanya terletak pada kemampuannya untuk 
memberikan dukungan rasional bagi materialisme dan konsumerisme, sehingga 
membuat keduanya
 “sainstifik”; tapi juga merubah teknologi itu sendiri menjadi salah satu 
komponen yang digunakan dalam ritual konsumerisme.

 

Selain rasa aman dalam pikiran mereka, manusia mempunyai kebutuhan yang lebih 
dalam dan itu adalah untuk berubah menjadi     “insan baru.” Agama konsumerisme 
memiliki aneka ritual dan praktik yang menghasilkan transformasi ini. Dulu, 
pemuda-pemuda Thai yang telah menjalani kebikuan dikenal sebagai Kohn Sook, 
secara literal berarti “orang yang telah matang” (dengan konotasi telah siap 
atau terpoles). Beberapa agama malah mencoba membangun karakter baru dengan 
memberi orang tersebut sebutan baru. Namun untuk perubahan yang lebih mendalam, 
orang yang bersangkutan harus mengikuti prinsip-prinsip keagamaan, latihan 
meditasi misalnya.  Konsumerisme melangkah jauh dalam menjawab kebutuhan yang 
lebih dalam ini. Banyak sekali orang menggunakan konsumerisme sebagai suatu 
cara untuk membangun ego baru atau menjadi insan baru dengan membeli 
produk-produk yang mendukung citra diri mereka. Rasa bukanlah satu-satunya hal 
yang menarik kaum muda untuk membeli minuman ringan, melainkan juga hasrat
 konsumen-konsumen muda itu untuk menjadi salah satu dari “Generasi Baru” atau 
memiliki kepribadian seperti bintang pop dalam iklan tersebut. Iklan-iklan 
belakangan ini tidak berusaha menjual kualitas produk, tapi menjual kualitas 
dari bintang atau model yang dibayar untuk pekerjaan itu. Sebuah citra telah 
dijajakan kepada konsumen, sebuah citra yang dapat diperoleh dengan menggunakan 
produk tertentu.

   

Sebagaimana iklan-iklan tidak benar-benar sedang menjual produk, produsen pun 
tidak benar-benar sedang menciptakan produk. Mereka menciptakan nama merek, 
yang jauh lebih menarik bagi konsumen dibandingkan manfaat dan kualitas produk 
tersebut. Jika tidak ada citra yang elegan atau bergaya yang diasosiasikan 
dengan produk itu, maka merek itu pun menjadi tidak bernilai. Untuk alasan 
inilah mengapa beberapa perusahaan dapat meraup keuntungan yang tidak masuk 
akal dengan menjual hak untuk menempelkan nama mereka pada produk-produk 
tertentu, sementara mereka sama sekali tidak ada kaitan apapun dalam 
memproduksi barang-barang itu. Sebagai contoh, perusahaan baju Pierre Cardin 
meraup jumlah uang yang luar biasa banyak dengan menjual hak untuk menggunakan 
namanya pada lebih dari 800 macam produk, dari parfum hingga kacamata penahan 
sinar matahari. Dan untuk alasan citra inilah, Nike mengumumkan secara publik 
bahwa Nike bukanlah “perusahaan sepatu”; melainkan “perusahaan olah raga.” 
Sepatu
 tidak mempunyai daya tarik bagi konsumen seperti yang dimiliki olah raga. 
Orang-orang bukan hanya menginginkan sepasang sepatu, mereka ingin menjadi 
atlet seperti Michael Jordan. Maka orang-orang pun membeli sepatu dengan merek 
yang akan menghubungkan rasa akan diri mereka dengan yang dimiliki bintang 
favorit mereka. Ditinjau dari sisi efeknya dalam pikiran orang, membeli 
sepasang sepatu sebenarnya tidak beda jauh dengan membeli sebuah jimat Luang 
Paw Goon. Luang Paw Goon adalah salah seorang dari biku-biku yang lebih populer 
di Thailand akhir-akhir ini, terkenal akan posisi jongkoknya, kecenderungan 
untuk merokok, dan ketrampilannya yang begitu luar biasa dalam mencari dana. 
Banyak yang percaya bahwa kekayaan, kesehatan dan manfaat-manfaat non-duniawi 
lainnya pasti akan diperoleh mereka yang mengenakan jimat yang ada gambar 
dirinya.

 

 Jadi konsumerisme mempunyai lebih dari sekadar aspek material; rasa percaya, 
kepercayaan, dan pandangan orang-orang juga memainkan peranan yang sangat 
penting. Ketika anda kaji konsumerisme sehubungan dengan fungsi-fungsi yang 
dilakukannya serta perilaku dan pemahaman orang-orang yang berada di bawah 
pengaruhnya, ia tidak beda jauh dengan agama-agama lain. Tapi pada analisis 
terakhir, Agama konsumerisme benar-benar tidak bisa menjawab 
kebutuhan-kebutuhan umat manusia yang lebih dalam. Ia tidak akan pernah membuat 
para penganutnya benar-benar merasa puas. Orang yang tidak pernah merasa ia 
sudah punya cukup, tidak akan pernah mampu untuk berhenti mencapai dan 
bergumul, dan tidak akan pernah menemukan kedamaian sejati. Bahkan yang lebih 
parah lagi, manakala orang menyerahkan dirinya pada doktrin konsumerisme, 
sangatlah sulit untuk menyadari fakta bahwa kedamaian merupakan aspirasi 
terdalam serta kebutuhan untuk hidup. Hasrat akan barang-barang materi menutupi 
serta mengaburkan harapan
 yang paling dalam dan paling baik itu, sehingga membuat yang bersangkutan 
tidak tahu-menahu akan kebutuhan-kebutuhan hidup yang sesungguhnya. 

 

Agama Konsumerisme hanya menyediakan pemenuhan sementara, memberikan hidup 
makna jangka pendek saja. Tidak peduli seberapa banyak barang yang anda miliki, 
pada akhirnya semua itu akan terasa rada hampa dan tidak bermakna, karena 
pemenuhan dalam kehidupan tidak bisa terjadi manakala yang bersangkutan 
terjerat oleh dan terlalu banyak menggunakan barang-barang materi. Arti 
kehidupan terungkap bukan melalui pembangunan ego baru, melainkan melalui 
penggalian yang dalam hingga melihat bahwa “diri” hanyalah ilusi belaka. 
Konsumerisme tidak menawarkan pelindungan bagi kehidupan kita, sebab bahkan 
agama konsumsi itu sendiri pun tidak bisa memuaskan harapan terdalam kita.

 


Diterbitkan sebelumnya di Seeds of Peace Vol. 14, No. 3 (Sept – Dec), 1998 
(2541)

 

Phra Phaisan Visalo adalah Kepala wihara Wat Pa Sukhato dan Wat Pa Mahawan di 
Chaiyaphum, Thailand dan ada dalam Komite Eksekutif Phra Sekhiyadhamma, sebuah 
jaringan nasional biku-biku yang peduli masalah kemasyarakatan.

==============================================================

Bagi saudara-saudari seDharma yang tertarik untuk Belajar, Berlatih, dan 
Berbagi Hidup Berkesadaran serta mengembangkan Socially Engaged Buddhism* (SEB) 
di Indonesia silahkan bergabung dengan kami di Milis Dharmajala. 

*Agama Buddha yang terjun aktif ke dalam segala aspek kehidupan manusia  
seperti urusan sosial kemasyarakatan, budaya, ekonomi, politik,  perlindungan 
lingkungan hidup…dsbnya tapi yang dilakukan secara PENUH KESADARAN atau dengan 
PERHATIAN PENUH.

Silahkan kunjungi:
http://groups.yahoo.com/group/Dharmajala/
  

Untuk bergabung, kirimkan email ke:
[EMAIL PROTECTED]
  

 

Dharmajala bertujuan untuk:

Menyingkap Tabir Ketidaktahuan
Membongkar Sekat Ketidakpedulian
Menganyam Tali Persahabatan 
Merajut Jaring Persaudaraan
Saling Asah, Asih, dan Asuh dalam Semangat Sanggha 
Aktif Mengupayakan Transformasi Diri Transformasi Sosial
Melalui Hidup Berkesadaran

=========================================================


                
---------------------------------
Discover Yahoo!
 Stay in touch with email, IM, photo sharing & more. Check it out!

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Would you Help a Child in need?
It is easier than you think.
Click Here to meet a Child you can help.
http://us.click.yahoo.com/sTR6_D/I_qJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia **

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to